Bab 53

46.6K 2.6K 692
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
.
.
.
.
.

Jangan lupa perbanyak istigfar dan sholawat!

Happy Reading!

=_=_=

"PAKKK GHAAZI AWASSS!"

"GUS BRO, AWASSS!"

"GUS!!"

Kesal karena sepupunya tak menghiraukan peringatannya atau orang di sekitar, Gus Birru langsung bertindak. Menyeret sepupunya menjauh dari katrol yang hendak jatuh itu.

Brukkk!

"Astaghfirullahal'adzim!" Gus Ghaazi mengusap dadanya, kala sadar hampir terhantam katrol berisi tumpukan besi penyangga itu.

"Ente mikirin apa?! Sampai orang teriak-teriak nyuruh ente menjauh nggak ente gubris?" Gus Birru berkacak pinggang, kedua alis tebalnya menyatu. Raut panik sekaligus kesal tak mampu di sembunyikannya.

"Ana ... hanya kepikiran sesuatu."

Gus Birru menghela napas panjang, lalu menggeleng. "Ente yang selalu bilang jangan libatin masalah pribadi ke urusan pekerjaan, lah ini apa?"

Gus Ghaazi memejamkan matanya, berusaha mengusir keresahannya sejenak. Lebih baik selesaikan urusannya di sini, baru setelahnya merenungkan masalah rumah tangganya.

Di lain sisi, kesedihan Salwa semakin bertambah kala kedua orang tuanya memutuskan kembali ke Jakarta. Setelah menginap di hotel selama dua hari dan menghadiri acara dari anak rekan kerja mereka yang baru melangsungkan pernikahan.

"Bunda nggak mau nginep di pesantren? Ummi Shafiyah pasti ngizinin kok."

"Nggak bisa, Sayang. Kerjaan Ayah banyak, jadi harus balik hari ini."

"Yahhh ... Salwa kan masih kangennnn!" Salwa semakin mengeratkan rangkulannya di lengan Azmina.

"Kita harus berangkat, kurang dari satu jam pesawat kita akan lepas landas." Pandangan Ayyub terus tertuju pada jam di pergelangan tangannya.

"Ayah nggak mau peluk Salwa?" Ayyub tak menanggapinya. "Kita bakalan lama nggak ketemu loh?"

Salwa menatap Ayyub, menunggu reaksinya. Namun harapannya tak kunjung terwujud, bahkan Ayyub langsung masuk ke dalam mobil tanpa sedikit pun menoleh padanya.

"Bun, Ayah kenapa? Kok Salwa di cuekin?"

Azmina mengusap puncak kepala Salwa. "Biarkan Ayah menenangkan hatinya dulu. Nanti setelah membaik, Bunda akan hubungi kamu lewat Ummi Shafiyah."

"Ayah marah sama Salwa, ya? Kenapa semua orang marah sama Salwa?" Lelehan bening itu tak bisa lagi Salwa tahan.

"Eh, eh, cantiknya Bunda nggak boleh nangis. Ayah nggak marah sama Salwa kok. Ayah cuma perlu waktu menerima kenyataan yang ada."

"Kenyataan apa?"

Azmina menggeleng, mengecup puncak kepala Salwa. "Bunda nggak bisa jelasin sama Salwa. Yang lebih mengerti masalah ini Ummi Shafiyah dan Kyai Ghaffar. Kalo Salwa masih bingung, tanya aja ke mereka."

"Bunda ...,"

"Jaga diri baik-baik di sini. Bunda sama Ayah pamit."

Salwa mencium tangan Azmina, tapi ketika mengulurkan tangan pada Ayyub, penolakan yang Salwa dapat.

"Ayahhh ... Salwa salah apa?" gumam Salwa pilu seiring kepergian mobil kedua orang tuanya.

Ini hari paling menyedihkan dalam hidup Salwa. Dua lelaki yang sangat ia sayangi, menjauh darinya. Meninggalkan Salwa tanpa sedikit pun menjelaskan di mana letak kesalahnnya.

GuS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang