Jevano menurunkan kaki Naville di atas tanah.
"Kita sudah sampai," dia memberitahu.
Naville melepaskan tangannya dari leher Jevano dan membuka matanya.
Ia tersenyum lebar melihat jalan setapak ke vila kerajaan, Corogeanu.
Matanya langsung melihat Helena yang berdiri tak jauh di depannya bersama Jilian.
"Helena!" Naville berlari dengan riang.
Helena menyambut gadis itu dengan pelukannya. Ia lega melihat Naville yang kembali segar bugar.
"Ayo kita pergi, Helena," Naville menarik lengan wanita itu, "Aku sudah tidak sabar menjelajahi tempat ini."
Helena tidak punya kesempatan untuk melawan Naville. Ia hanya bisa membiarkan gadis itu menariknya dengan paksa.
"Hati-hati Naville!" Jilian berteriak cemas, "Awas Helena!" serunya ketika melihat Helena hampir terjatuh karena Naville.
Jilian memegang dahinya dan mengeluh panjang. Naville memang selalu bisa membuatnya cemas.
Sejujurnya, Jilian tidak terlalu cemas akan Naville. Ia lebih mencemaskan Helena. Helena bukan seorang gadis liar seperti Naville. Ia adalah seorang lady!
Jevano tertawa.
Jilian terkejut. Entah sejak kapan Jevano telah berada di belakangnya.
"Sepertinya Naville sudah pulih."
Jilian melihat kedua wanita yang terpenting dalam hidupnya itu telah menjauh.
Jevano pun tersenyum melihat Naville yang kembali ceria itu. Naville di atas daratan memang berbeda dengan Naville di atas laut.
"Paduka," Jilian berkata serius, "Saya telah mendengarnya. Anda mengetahui tentang Naville."
"Ya," gumam Jevano.
Jilian melihat Jevano dengan serius.
"Itu adalah cerita masa lalu. Kejadian itu murni kecelakaan. Tidak ada gunanya mengungkit cerita masa lalu. Lagipula itu akan terlalu kejam untuk Naville."
Jilian lega mendengarnya.
"Mungkin hari ini aku boleh memberi kebebasan pada Naville," Jevano tersenyum penuh arti melihat gadis itu membuat Helena panik.
"Mari kita pergi," Jevano menepuk pundak Jilian.
"Kau mencemaskan Helena, bukan?" Jevano melalui Jilian, "Aku tidak mencemaskan Naville tapi aku mencemaskan Helena. Aku percaya Naville akan membuat Helena celaka," dan pemuda itu tertawa.
Jilian terperangah. Mau tak mau ia pun tersenyum. "Baik, Paduka," katanya mengikuti Jevano mengejar kedua gadis di depan itu.
"Jilian, kau bisa memanggilku Jevano," Jevano memberitahu. "Aku sudah bukan hanya seorang Raja bagimu. Sekarang aku juga menjadi bagian dari keluarga kalian."
"Saya juga sependapat," kata Jilian, "Tapi… Papa."
"John memang seorang yang masih kolot," Jevano tertawa geli.
Jilian terperangah. Baru kali ini ia mendengar Jevano berkomentar tentang ayahnya.
"Tapi kerajaan ini membutuhkan orang seperti dia, bukan?" kata Jevano serius.
Jilian mengangguk. Andai bukan karena pikiran kolot ayahnya, mungkin ayahnya sudah langsung mengambil alih tahta ketika Jevano masih terlalu kecil untuk menjadi seorang Raja.
.
.
.
Grand Duke bingung melihat Raja Jevano duduk santai di Ruang Duduk Corogeanu menikmati anggurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATU PILIHAN [END]
FantasyKetika sepupunya menikahi seorang pelacur dengan catatan kriminal panjang, Jevano tahu ia harus melakukan sesuatu untuk kehormatan kerajaannya. Rakyat sudah berspekulasi Rajanya akan 'turun gunung' namun mereka tetap saja terkejut ketika sang Raja m...