chapter 37

1.7K 109 11
                                    

Halo halo...

Jangan lupa votenya...

Kangen nggak nih?






Happy Reading

*****

Adam menarik napasnya lega, jujur saja ia cukup tidak enak dengan Abah Rahman dan juga Adiba tadi. Tapi mau bagaimana lagi, hatinya tak bisa berbohong kalau ia memang cukup senang karna perjodohan ini dibatalkan.

"Umi kecewa sama Adam?" Adam membuka suaranya. Dari mimik wajah milik Uminya itu tersirat wajah kecewa.

Umi Azkia menggeleng, "Umi tak pernah berpikir untuk kecewa pada kamu, Adam. Umi akan selalu mendukungmu selagi itu dijalan Allah,"

Adam tersenyum, hal inilah yang Adam sukai dari Uminya. Lemah lembut adalah sifat Umi yang paling Adam suka, jika dirinya salah, Uminya itu selalu menasihatinya dengan lemah lembut.

"terima kasih ya, Umi"

*****

Adiba menatap pemandangan luar dari jendela kamarnya. Tak terasa satu tetes air mata jatuh saja membasahi pipinya. Jika mengingat kejadian tadi, Adiba selalu merasakan sesak yang mendalam, apalagi saat dirinya mengingat ungkapkan perasaan yang Ustadz Adam sampaikan pada orang lain. Tak ia sangka rumah tangga yang selalu ia dambakan dengan orang yang dicintainya kandas seketika.

Adiba menarik dalam napasnya, "Astagfirullah..."

Jika boleh jujur, Adiba sedikit tidak rela jika harus membatalkan perjodohan ini, perjodohan yang selalu dirinya nantikan itu.

Linang air mata terus saja mengalir tanpa henti dari bola matanya, mungkin inilah yang terbaik untuk dirinya. Allah memamg tidak mentakdirkan mereka untuk bersatu.

"Adiba..." Suara Abah Rahman yang nampak memanggilnya, diketuknya pintu kayu jati itu beberapa kali.

Adiba segera saja mengelap air matanya. Sebisa mungkin ia tak boleh menampakkan rasa sedih dalam dirinya.

"iya Abah," Adiba membuka pintu jati itu. Terdapat Abah Rahman yang tengah tersenyum kearahnya.

Adiba membalas senyum Abah Rahman, "Ada apa Abah?"

"tidak apa-apa, Abah hanya sedikit khawatir karna kamu tidak keluar kamar dari tadi," kelakar Abah Rahman.

"Abah nggak usah khawatir, Adiba nggak papa," Adiba tersenyum kepada Abah-nya.

"kamu sedih, nak?"

Adiba diam seribu bahasa, rasanya berat sekali mulutnya itu untuk mengatakan satu patah kata saja. Adiba menundukkan kepalanya dalam.

"nggak kok Abah, mungkin emang bukan jodohnya Adiba,"

*****

Adam mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, kali ini akan datang kerumah Kania untuk menjelaskan semuanya dan meluruskan semua ini. Ia cukup ingat dengan rumah Kania karena dahulu ia pernah mengantarkan pesanan kue milik Mamanya.

Lauhul Mahfudz ku [SUDAH PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang