Pertama kali makan bersama

157 94 20
                                    

"Cinta bikin orang tolol ya. Makin besar rasa itu, makin tolol juga orang tersebut"

****

"Lo angkat itu sendirian?"

Bella menyeka peluh yang membanjiri wajah cantiknya, kemudian hendak mengangkat kembali, beberapa karton berisi keperluan kerjanya dan membawanya menuju kamar tanpa menghiraukan pertanyaan dari seseorang. Ia bernafas lega begitu karton berukuran besar tersebut sudah berpindah tempat.

Geo kaget begitu melihat Bella sedang memindahkan beberapa barangnya yang baru saja datang. Dia baru saja pulang membeli sarapan.

Bella menoleh pada Geo lalu mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban, sebenarnya ia malas. Kemudian membuka karton tersebut dan mulai menyusunnya dengan rapi. Ada banyak sekali buku novel yang ia bawa, salah satunya adalah novel yang paling ia sukai berjudul "As you wish" novel tersebut menceritakan tentang seorang gadis yang dikecewakan oleh seseorang yang sangat berarti di hidupnya, lalu kemudian hatinya menemukan sosok pengganti yang amat ia sayangi yang tak lain adalah sahabatnya sendiri namun takdir berkata lain. Gadis tersebut kembali dikejutkan oleh takdir, takdir seolah mempermainkannya. Ia kehilangan sahabat sekaligus orang yang sangat ia cintai hingga dirinya terpuruk dan akhirnya memiliki penyakit mental. Cukup lama untuknya membuka hati, lalu akhirnya dirinya kembali memberanikan diri membuka hati untuk seseorang di masa lalunya yang sudah lama sekali menunggu dirinya.

"Gak usah dipaksain, istirahat aja. Biar gue yang selesain," ucap Geo, ia lalu menyimpan ponselnya pada ranjang tidur milik Bella.

Bella mendelik sebal. Geo turut menyusun novel milik gadis tersebut. "Gak usah bantuin!" ucapnya ketus.

Geo menghela nafas kasar, "Jangan ngebantah sekali aja, bisa? Ini kerjaan cowok, ini berat dan gimana kalo karton itu-- ah udahlah," ia tak melanjutkan ucapannya.

Bella yang mendengar nada dari ucapan Geo tersebut, hanya bisa menghela nafas lelah. Ia pasrah, "Lagian selama gue bisa sendiri, ya gak harus nyusahin orang juga."

Geo menyentuh kedua bahu gadis tersebut, "Lo sadar kalo lo itu terlalu mandiri?"

Bella yang mendapat pertanyaan dari Geo hanya bisa diam, jujur memang dirinya mandiri, malah bisa dikatakan sangat mandiri. Ia tak bisa menunggu keputusan dari orang lain. Prinsipnya selama masih bisa sendiri, kenapa enggak? Bukan, 'kah itu bagus?

"Porsi cewek sama cowok tuh beda, Bell. Nggak semua hal yang lo bisa, harus dilakuin sendiri," Geo menatap mata cantik gadis tersebut.

Bella yang mendengar itu hanya menunduk mendengarkan, ia tak bisa mengelak bahwa ucapan Geo benar adanya.

"Sorry, gue omelin lo," sesal Geo setelah melihat perubahan dari wajah gadis di hadapannya tersebut.

Bella lalu menatap kedua mata tajam milik Geo, ia lalu tersenyum sangat manis membuat jantung lelaki tersebut berdegup kencang.

"Thank you, ya! Udah sadarin gue," ucap Bella.

Geo tak bisa menjawab, ia seketika gugup. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus, perubahan warna dari wajah Geo membuat Bella terkekeh pelan.

Bella mengibaskan rambutnya, memberikan pesona lebih pada Geo lalu mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda lelaki tersebut.

"Kayanya, lo udah jatuh sama pesona gue!" sindir Bella.

Geo yang mendengar akan sindiran tersebut, dengan segera tersadar dari lamunannya. Ia kembali menormalkan ekspresi wajahnya, beberapa kali dirinya mengedipkan kedua matanya.

"Hm!" deham Geo, "Oh ya, gimana meeting sama client?" tanyanya mengalihkan rasa gugupnya.

"Mereka mau kerja sama, sama kita," jawab Bella dengan bangga.

"Mereka beneran mau? Yang gue tau dari bokap, katanya mereka tuh pemilih, kalo masalah kerja sama gini," tanya Geo tak percaya.

"Lagian sebenernya siapa sih bosnya? Gue atau lo?" Bella kini balik bertanya.

Geo tak bisa menjawab, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu tersenyum canggung.

"Mereka mempercayakan semuanya sama perusahaan kita," jawab Bella.

"Kok gue gak percaya ya?" tanya Geo penasaran, "Banyak perusahaan yang ditolak sama mereka dengan alasan perusahaan tidak memadai akan standar lah, inilah itulah dan banyak lagi."

"Karena perusahaan itu milik bokap gue," jawab Bella dengan memutar kedua bola matanya malas.

Geo yang mendengar itu hanya bisa melongo tak percaya, benarkah? Apa dirinya tidak salah mendengar? Bentar, sejauh ini dirinya memeriksa latar belakang Bella tapi dia tidak menemukan asal usul keluarganya. Dan ini apa? Perusahaan miliknya akan menjalin kerja sama dengan perusahaan, milik gadis yang ia sukai? Wah! Dirinya harus bekerja lebih baik.

Bella yang melihat keterkejutan dari wajah lelaki tersebut, hanya menghela nafas lalu membuangnya dengan kasar.

"Jadi, kenapa lo masih di sini? Lo nggak mau bikin surat kontrak perjanjian gitu? Fyi, gue gak mau bikin, ya. Karena yang akan jalin kerja sama sama perusahaan lo itu, milik gue dan secara gak langsung, gue adalah client sekaligus karyawan lo!" tekan Bella.

Geo mengangguk mengerti, ia tanpa sadar menggenggam kedua tangan Bella dengan erat. Sang empunya juga tidak sadar bahwa tangannya sedang di genggam oleh Geo.

"Gue bikin sekarang."

Setelah mengucapkan itu, Geo berlari menuju kamarnya. Bella yang melihat tingkah laku bosnya tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sungguh menggemaskan, eh tunggu? Apa tadi? Bodo amat!

Bella kembali menyusun beberapa buku yang ia bawa, dan menyusun ulang letak barang-barangnya di walk in closet.

Setelah selesai dengan kegiatannya, ia berjalan menuju dapur untuk memasak. Kevin dan Yeri sedang mencari udara segar, ia tak ikut karna paket kiriman kedua orang tuanya akan datang, yang tak lain adalah karton yang barusan ia susun.

Bella memutuskan untuk membuat steamboat . Ia kemudian membawa semuanya menuju meja makan. Air yang sudah dicampur dengan bumbu dalam panci di atas kompor listrik sudah mendidih, lalu memasukan potongan sayur dan sosis. Ia ingin menambahkan beberapa tahu khas Bandung kedalam steamboat miliknya, setelah selesai dengan kreasinya, ia kemudian mencicipi rasanya.

Lumayan, batinnya. "Geo!"

Bella memanggil Geo untuk ikut makan bersamanya. Meskipun sebenarnya ia enggan untuk mengajaknya, tapi ia tak bisa makan sendirian bukan? Terlebih porsi dari masakannya sangat banyak.

"Apa?" ucap Geo dari balik kamarnya.

"Ayo makan bareng!" pinta Bella.

Tak lama kemudian, Geo turun dari kamarnya dan beralih menatap masakan yang dibuat oleh gadis tersebut. Sangat sederhana dan terlihat sangat enak. Membuat perutnya berdemo minta diisi kembali, walaupun sebenarnya dirinya sudah makan, tapi tak apalah. Kapan lagi ia bisa makan berdua dengan Bella.

Geo mulai mencicipi masakannya, "Mm ... enak!" ucapnya bersungguh-sungguh.

Geo sangat beruntung jika bisa menjadikan Bella sebagai pendamping hidupnya. Sudah mandiri, cerdas, rajin, ditambah cantik pula. Sebenarnya urusan cantik atau tidak itu belakangan, ia lebih mengutamakan kenyamanan suatu hubungan. Tapi jika ia memiliki pendamping yang bisa membuatnya nyaman serta cantik, itu adalah nilai plus untuknya.

"Mau pake nasi nggak?" tanya Bella.

"Sebenernya gue udah makan sih," jawab Geo.

Bella yang mendengar itu dengan segera mengerucutkan bibirnya dengan sebal.

"Tapi gak apa-apa demi nemenin lo makan, gue pake nasi," ucap Geo.

Bella tersenyum ketika mendengar ucapan lelaki tersebut, ia lalu mengambilkan nasi untuknya dan kemudian makan bersama kembali. Mereka menikmati acara makan tersebut dengan damai dan tenang, tak ada ucapan dari mereka, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang saling bersahutan satu sama lain. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Shadow [ PROSES REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang