Penyemangat

94 66 8
                                    

"Gue masih nggak percaya kalian pacaran. Pasti Bella dipelet sama lo kan, Ge?" selidik Braga.

Jika saja ia tidak menghargai Kevin dan yang lainnya, sudah dipastikan bahwa Braga akan mendapat bogeman mentah dari Geo yang seenaknya menuduh.

"Mau lo apa sih, Ga?!" ketus Geo. "Emangnya kenapa kalo gue jadian sama Bella, iri lo? Karena nggak bisa jadian sama dia?"

"Calm down, gue cuma nanya aja kali. Lagian aneh aja, Bella yang tadinya nolak mentah-mentah, tiba-tiba dia nerima lo. Siapa, 'pun pasti curiga."

"Itu, 'kan hak dia, dong! Sewot amat sih?!" sentak Geo.

Bella mengerjap pelan. Kedua matanya bergantian menatap Geo dan Braga yang sedang duduk di hadapannya. Kemudian dengan tatapan penuh harap, ia menatap Kevin yang ada di samping Braga, berharap lelaki tersebut dapat memisahkan keduanya yang tengah terlibat adu mulut.

Sementara Jimmy, Yeri, Keno dan Vincent justru terlihat tengah menikmati pertunjukan adu mulut yang sedang berlangsung, seraya memakan camilan yang sudah tersedia.

"Ini kalian, nggak ada yang mau misahin?" tanya Bella, jujur ia sudah jengah dengan keadaan ini.

Kevin menghela nafas panjang, "Ini sebenernya apa sih yang diributin? Bisa nggak sih, kita makan dengan tenang?"

"Biasa, udah lama nggak ketemu. Makanya sekalinya ketemu malah adu mulut, kangen kali!" ledek Jimmy, dengan kedua alis yang dinaik-turunkan.

Braga dan Geo dengan serempak menyanggah, "Siapa juga yang kangen sama dia?"

"Tuh, 'kan! Kompak gitu?!" sindir Jimmy.

Semenjak kejadian di rumah sakit, hubungan Braga, Geo dan Jimmy sudah mulai membaik. Mereka juga sudah mengerti akar dari permasalahannya. Itu hanya kesalahpahaman semata.

Bella sebisa mungkin mengulum senyumnya. Sungguh kejadian tersebut sangat menggemaskan, dimana keduanya saling menyangkal satu sama lain.

"Mereka gemesin, 'kan?" bisik Jimmy.

"Banget!" jawab Bella dengan suara pelan.

"Asal lo tau, mereka bisa lebih dari ini," ucap Jimmy.

Geo yang melihat Jimmy mendekati kekasihnya dengan segera menarik bahu Bella, merangkulnya dengan posesif.

Sedangkan Jimmy yang melihat itu, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Geo sang posesif man's back! Itu adalah julukannya jika ia memiliki kekasih. Karena semasa sekolah dulu, lelaki tersebut terkenal akan sifat posesifnya, dan menganggap bahwa kekasihnya tidak boleh disentuh oleh siapapun.

"Geo, posesif man's back!" cibir Jimmy.

"Geo apa tadi?" tanya Yeri penasaran.

"Iya itu dulu panggilan dia, soalnya dia kalo punya pacar pasti posesif banget. Ibaratnya tuh kaya, 'lo sentuh milik gue, gue ancurin tangan lo' ya semacam gitu, lah." jelas Jimmy.

Yeri mengangguk paham.

****

Brak!

Suara gebrakan meja membuat seisi ruang meeting menggema, semuanya nampak diam. Terlihat sosok yang jarang marah, kini terlihat emosi, nafasnya naik turun.

Para direktur serta para staff, menunduk takut begitu atasan mereka murka atas kabar buruk yang baru saja menimpa perusahaannya.

"Gimana bisa, kita nggak dapet tender itu?!" sentak Geo.

Ya, suara gebrakan itu berasal dari kekesalan Geo. Ia marah karena perusahaannya kalah dalam tender kali ini.

"SUDAH BERAPA LAMA KALIAN BEKERJA DI PERUSAHAAN INI? TIKUS KECIL PUN TIDAK BISA KALIAN HALAU! TENDER ITU SANGAT PENTING BAGI KITA! DAN KALIAN LIAT!! MALAH PERUSAHAAN KECIL YANG MEMENANGKAN TENDER TERSEBUT!!" urat-urat leher Geo terlihat, seiring dengan intonasi yang kian tinggi.

Bella menghela nafas lelah, ia diam duduk manis di kursinya, tak bisa ikut menjawab karena kali ini, itu bukan ranahnya. Terlebih, dirinya harus profesional. Harus bisa memisahkan urusan pribadinya dan urusan pekerjaan. Memang benar, jika Geo tengah emosi, dan seharusnya ia sebagai kekasihnya bisa menetralkan emosi tersebut. Tapi balik lagi ke posisi awal, mereka di kantor hanya sebagai atasan dan bawahan.

Melemparkan bokongnya di kursi kebesarannya, jari-jarinya memijit pangkal hidungnya. Kepalanya berdenyut nyeri.

Bella yang melihat nampak tidak kondusif, dengan segera berdiri dari duduknya. "Kalian bubar aja, masalah ini kita selesaikan nanti."

Daripada berlama-lama di ruangan yang sama dengan sang pemilik, lebih baik mereka meninggalkan ruang meeting tersebut. Mereka lebih memilih berkutat pada pekerjaan, daripada harus terlibat dengan bosnya sendiri.

Setelah ketenangan yang ia dapatkan, Bella dengan senantiasa menunggu di sampingnya hingga kekasihnya mengontrol kembali nafasnya dengan tenang dan santai.

"Gimana? Udah tenang, hm?" tanya Bella dengan suara lembut, dan dengan senyuman yang sangat manis menghiasi paras rupawannya. "Sebenernya aku nggak seharusnya gini, bukan? Harusnya tugasku kali ini, ya balik lagi ke pekerjaan aku. Harus profesional. Tapi aku nggak bisa biarin pacarku kewalahan sendirian."

Geo menghela nafas lelah, "Aku harus gimana? Papa ngarepin banget tender kali ini kita yang menang," cicitnya.

Bella memeluk tubuh kekasihnya, ia menyenderkan kepalanya pada kepala kekasihnya yang tengah duduk di kursi kerjanya.

"Kita bisa lewatin ini semua," ucap Bella.

"Tapi Bel, gima--"

"Apa perlu client Papa aku, kerja sama, sama perusahaan kamu?" tanyanya.

Geo menggeleng dalam dekapan Bella.

"Ya makanya, udah lah nanti juga ada gantinya Ge," ucap Bella menenangkan, "Badai pasti berlalu, kamu tau itu?"

Geo melepas pelukannya, ia membawa tubuh kekasihnya untuk duduk di sebelahnya. Menatap manik mata indah milik Bella, memegang kedua bahunya.

"Makasih karena udah jadi penenang buat aku," ucapnya dengan suara tulus.

Bella tersenyum mendengarnya, ia lalu mengelus puncak kepala Geo dengan sayang.

"Aku selalu ada buat kamu, jadi ... kamu nggak perlu hilang semangat gitu dong. Ayo semangat lagi!" ucap Bella.

Geo mengangguk semangat, lalu kembali memeluk Bella dengan erat.

"Aku sayang kamu!" ucapnya.

"Aku, pun!" jawab Bella. "Ayo keluar, dan kamu minta maaf sama seluruh staff, karena udah bentak mereka." lanjutnya.

"Bel, gak bisa gitu dong sayang--"

"Eyy! Kalo sampe karyawan kamu ada yang sakit hati sama ucapan kamu, terus dia resign, gimana? Kamu mau kehilangan salah satu karyawan kamu yang sangat berbakat itu?" tanya Bella.

Geo diam seketika, ia mengerjap polos.

"Atau enggak, kamu kasih mereka hadiah apa gitu. Kaya misalkan kamu beliin minuman atau kue sebagai tanda permintaan maaf kamu," usul Bella.

Geo lagi-lagi diam.

"Ish, kelamaan mikir! Lagian nggak akan ngabisin uang banyak juga, kamu 'kan kaya raya. Gimana sih? Perhitungan banget sama karyawan sendiri! Dasar pelit!" omel Bella.

"Eh! Nggak gitu sayang, maksudnya ayo, kamu pilihin, ya? Aku cuma lagi bingung aja mau beliin mereka apa," jawab Geo.

"Ya udah siap-siap aja, aku bakal bikin kamu miskin tujuh turunan ya!" goda Bella.

"Eyy! Asal kamu tau, kalo aku itu kaya tujuh turunan ya," cibir Geo.

"Dan aku nggak suka sama harta kamu!" ledek Bella seraya menjulurkan lidahnya.

Ya, dia salah. Dia baru sadar bahwa Bella tidak menyukai kekayaannya, jika gadis di luar sana selalu mengincarnya karena harta, tapi Bella berbeda. Memang tidak salah, dirinya menjadikan gadis tersebut sebagai pendamping hidupnya. Semoga dengan hubungan baru mereka, prinsip serta tujuan hidup Geo semakin terarah dan planning untuk hidupnya menjadi sangat jelas.

Shadow [ PROSES REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang