Semakin penasaran

247 150 36
                                    

Bella duduk di salah satu restoran mewah menunggu seseorang yang saat ini tengah memporak-porandakan hatinya. Separuh jiwanya yang baru pulang bekerja, rasa lelah yang bersarang di tubuhnya seketika hilang ketika mendapat pesan dari Samuel.

Setelah hampir tiga minggu mereka tidak bertemu dan tidak ada kabar sama sekali, karena alasannya adalah, kekasihnya yang sangat sibuk. Menjadikan hubungan mereka semakin meregang, hingga timbulah spekulasi-spekulasi yang tidak bermakna. Hingga membuat kedua sahabatnya menyuruhnya untuk mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya itu.

Itulah sebabnya hari ini Bella menunggunya di salah satu restoran mewah yang pasti privasinya bakal terjaga, jika sesuatu mungkin terjadi nantinya.

Bella terlalu fokus pada ponselnya hingga tak menyadari keberadaan Samuel. Lelaki tersebut memeluk Bella dengan erat, ia lalu menghirup aroma yang menguar dari gadis tersebut.

Bella melepaskan pelukannya. Menatap lelaki tersebut dengan pandangan tak terbaca.

"Aku kangen kamu!" ucap Samuel.

Bella tersenyum, berusaha untuk menutupi rasa sakitnya.

"Oh ya?" tanya Bella.

"Hm, kamu gak kangen aku?" tanya Samuel.

"Always," jawab Bella singkat. "Oh ya, kamu kemana aja?"

"Aku sibuk, maaf ya jarang ngabarin." ucap Samuel.

"O-gak masalah, aku ngerti." ucap Bella, "Mencoba buat ngerti maksudnya." Bella membatin.

"Gimana persiapan pernikahan kita?" tanya Samuel.

"Lancar, dan kuharap selalu lancar. Jangan sampe ada lalat yang halangin jalan aku," ucap Bella.

Samuel yang melihat perbedaan dari sikap kekasihnya, hanya bisa diam. Jujur ia ketakutan kali ini.

"Aku denger-denger beberapa hari kemaren kamu makan di cafe?" tanya Bella.

Ucapan Bella membuat Samuel menghentikan aktivitasnya, ia menatap gadis tersebut dengan pandangan bingung. Pura-pura bingung maksudnya.

"Maksudnya? Mana ada waktu buat ke cafe," ucap Samuel.

Bella hanya mengangguk pelan, ia lalu tersenyum miring. Ketika ingin bersuara, ponsel milik kekasihnya berdering.

"Beb, kayanya aku harus balik ke rumah sakit deh. Maaf ya."

Tanpa menunggu jawaban dari Bella, Samuel dengan segera pergi dari hadapannya, setelah mengecup puncak kepala gadis tersebut.

"Kali ini kamu lolos, tapi lain kali jangan harap!" batin Bella.

****

Geo keluar dari ruangan, membawa beberapa berkas menuju ruangan dimana Bella berada. Niat awalnya memang ingin berdiskusi dengan gadis tersebut namun urung, ia lalu melanjutkan langkahnya menuju kubik divisi pemasaran. Ia berdiri tepat di depan karyawannya, dengan tangan yang dilipat di dada.

"Apakah pihak Kelp Corp sudah menghubungi kita untuk penandatanganan berkas-berkas perjanjian kontrak yang sudah disepakati, Jim?" tanya Geo pada Jimmy.

Mendengar namanya dipanggil, Jimmy menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Bagaimana mengatakannya, ya?"

Geo menaikan sebelah alisnya, "Iya atau tidak?" tanyanya tak sabar.

Jimmy menghela nafas frustasi. "Sudah."

Geo mengerutkan keningnya, "Kenapa kamu nggak konfirmasi lagi? Kenapa juga saya gak tau?" ia melotot tak percaya dengan Jimmy, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. "Segera hubungi, saya akan datang ke kantornya!"

Jimmy terlihat gusar, ia meremas kedua tangannya. "Oh! Bu Bella sudah menemuinya sekitar satu setengah jam yang lalu, untuk penandatanganan dokumen proyek kerja sama."

Langkah Geo terhenti, sedangkan Jimmy menghempaskan punggungnya menuju sandaran kursi. Suasana semakin mencekam.

"Sorry Ge, kami gak maksud buat ambil tindakan tanpa lo tau. Tapi proyek ini biarlah Bella yang urus, terlebih pihak Kelp Corporation juga sepertinya mengenal baik Bella."

Geo memijit pelipisnya, menghela nafas pelan, berusaha untuk meredam emosinya. "Nggak perlu minta maaf, gue bisa paham, kok." Ia menggerakan dagunya, mengisyaratkan untuk tiap perwakilan divisi berkumpul di ruang rapat. "Persiapkan diri kalian, sepuluh menit lagi saya ingin mengadakan rapat mengenai proyek kerja sama dengan bagian bagian ekspor dan impor Daesang Corp."

Baru beberapa langkah, Geo menolehkan kepalanya ke belakang, melihat beberapa pegawainya tidak bergerak sama sekali.

"Kenapa kalian diam saja? Tidak jelaskah?!" tanya Geo dengan nada tinggi.

"Proyek itu udah diberesin sama Bella, Ge. Lo udah tinggal duduk manis aja." ucap Jimmy.

Geo yang mendengar itu hanya diam, ia menggelatukkan giginya kesal. Dirinya seperti tidak ada harga dirinya sama sekali, seperti tidak dianggap.

"Ge jangan salah paham, Bella memang seperti itu dari dulu. Bahkan bokap lo juga selalu muji sikap dia yang selalu selangkah lebih maju," jelas Jimmy.

Geo menghela nafas panjang, ia mengangguk. Mencoba untuk mengerti.

"Skill dia emang terbaik!" puji Jimmy.

Ucapan Jimmy membuat Geo penasaran, sebenarnya Bella itu orang yang seperti apa? Apakah begitu istimewa? Sang papa juga sering memujinya secara terang-terangan di hadapannya, dan itu yang membuat Geo akhirnya mau mengurus perusahaan tersebut.

"Gak heran, beberapa waktu lalu Papanya dateng ke sini. Minta buat anaknya nerusin perusahaannya sendiri!" sindir karyawan wanita.

"Tapi Bu Bella nolak, 'kan? Gila! Kalo gue mending kerja di perusahaan sendiri," sindir karyawan lain.

Ucapan karyawan tersebut membuat rasa penasaran Geo semakin bertambah. Apakah bisa dirinya mengenal lebih dekat gadis tersebut?

"Dia udah cantik, cerdas, anak orang kaya. Ngapain susah-susah cari kerja, ya? Kalo gue jadi dia, gue mending hamburin duit aja!" timpal salah satu karyawannya.

Jimmy yang mendengar itu, ia menghela nafas kasar. Menggelengkan kepalanya, susah emang, jika pemikirannya terlalu sempit.

"Nyari duit tuh susah! Lo yang orang susah aja, tiap gajian cuma megang doang, sepuluh menit kemudian udah abis. Duitnya nggak tau dipake kemana--" ucap Jimmy, "--Mending Bella, dia usaha cari penghasilan sendiri. Dia bisa rasain gimana rasanya nyari uang, gajian hasil keringet sendiri tuh lebih nikmat dibanding minta duit sama orangtua!" lanjutnya.

Ucapan Jimmy barusan, dibenarkan oleh beberapa karyawan. Geo yang mendengar pun hanya bisa tersenyum. Sahabatnya satu ini memang paling bijak dalam segala hal. Meskipun Jimmy adalah orang dengan keuangan minim, maksudnya keluarganya tidak se-kaya dirinya. Tapi hati serta pikirannya sangat luas. Membuat Geo nyaman berteman dengannya.

Dan lelaki tersebut pun tidak pernah memanfaatkan Geo dalam hal apapun. Tidak seperti kebanyakan anak zaman sekarang, yang jika berteman dengan anak orang kaya, pasti selalu dimanfaatkan. Entah itu diporoti atau hanya berteman dengan keuangannya saja, dan demi popularitas semata.

Jimmy bekerja di perusahaannya pun bukan semata-mata karna dirinya bersahabat baik dengan Geo, tapi karna kemampuannya yang mempuni. Ia adalah tipe orang pekerja keras.

Sering kali dirinya bersyukur karna dikelilingi oleh orang-orang yang tidak memanfaatkan harta kedua orang tuanya. Dan kedua orang tuanya pun mengajarkan untuk tidak menyombongkan apa yang ia miliki. Karena di mata Tuhan, semua manusia itu sama. Tidak ada tahta terendah atau tertinggi.

Meskipun keluarganya termasuk kedalam list orang paling berpengaruh di negaranya, tapi mereka tidak segan mengajarkan apa arti berbagi dengan sesama. Mereka senantiasa berbaur dengan masyarakat kecil, tidak ada larangan seperti 'kita orang kaya, harus berteman dengan orang kaya' tapi kedua orang tuanya menerapkan prinsip 'miskin itu bukan penyakit yang harus dijauhi.'

Bukankah roda kehidupan selalu berputar? Wah, keren sekali bukan?

Shadow [ PROSES REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang