35

3.5K 473 60
                                    

☬☬☬
.

.

.

.

Suara deburan ombak, udara berbau khas lautan, ditambah keadaan pantai yang sepi, Gavin merasa bagaikan di dunia ini hanya ada dirinya berdua bersama Rekha.

Gavin menoleh menatap Rekha yang berdiri disampingnya menatap lautan. Profil samping orang itu, hangatnya tangan itu yang menggenggam tangannya. Gavin tidak bisa tidak merasa bahagia saat ini.

Gavin kembali meneguk ludahnya kasar. Ia merasa ragu akan dirinya sendiri? Apa dirinya gay atau tidak? Bahkan saat melihat orang yang berada disampingnya berpenampilan perempuan, rasa berdebar dihatinya masih sama seperti saat dirinya melihat penampilan asli orang itu sebagai laki-laki.

"Andai waktu bisa berhenti. Aku ingin terus seperti ini bersamamu, Rave." Gumam Gavin pelan yang tidak dapat di dengar Rekha.

"Kamu bilang sesuatu, Gavin?"

"Tidak! Mmh.. Rave, apa kamu kedinginan?"

"Tidak juga, anginnya sangat segar. Sesungguhnya sejak tadi aku sangat gerah karena wig ini."

Gavin memanyunkan bibirnya. Padahal dirinya ingin minta peluk tapi Rekha tidak peka.

Rekha menoleh menatap Gavin yang cemberut. Ia sedikit terhibur dengan wajah marah itu. "Jangan bilang kamu mau memberikan jaketmu padaku? Aku tidak mau menerimanya. Kamu baru saja sembuh. Aku tidak ingin kamu sakit lagi."

Gavin melepas paksa genggaman tangan Rekha. Dengan nada kesal pemuda itu berteriak, "Lupakan! Kamu benar-benar pria dingin! Jika aku tanya apa kamu kedinginan, itu artinya aku ingin kamu memelukku, Rave!"

"Benarkah? Kenapa tidak langsung bilang? Apa kamu ini seorang gadis yang selalu menggunakan teka-teki untuk setiap keinginanmu? Kemarilah..." Rekha merentangkan kedua tangannya.

Gavin langsung memeluk Rekha dan membenamkan wajahnya ke pundak Rekha. "Aku tidak percaya kamu benar-benar tidak peka..."

"Makanya bilang langsung. Apa kamu pikir aku ini Cenayang?"

"Baiklah, Rave."

"Apa kamu senang sekarang?" Ucap Rekha seraya mengusap kepala Gavin.

"Mm.. aku suka berpelukan denganmu. Pelukanmu sangat hangat dan baumu harum seperti bunga wisteria." Gavin lalu membenamkan wajahnya ke ceruk leher Rekha sambil mengenduskan hidungnya.

"Gavin, hentikan mengendusku seperti orang mesum!"

Setelah beberapa saat, Gavin melepaskan pelukannya lalu kembali menatap Rekha yang mempunyai tinggi tak lebih dari dagunya.

"Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu, Gavin?"

"Rave, berapa tinggimu?"

"Entahlah.. mungkin 178."

"178?" Gavin menaikkan sebelah alisnya tak percaya.

"176."

"Sungguh?"

"Baiklah, 174. Kenapa? Ada masalah dengan tinggi badanku? Apa sekarang kamu ingin aku yang menjadi dibawah, hah?!'

"A- apa maksudmu? Ke- kenapa kamu tiba-tiba marah, Rave? Apa kamu tersinggung karena aku lebih tinggi darimu?"

ᴛʜᴇ ʏᴏᴜɴɢ ᴍᴀꜱᴛᴇʀ ɪꜱ ᴀ ɢɪʀʟTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang