☬☬☬
.
.
.
Malam semakin larut dan udara menjadi semakin dingin. Namun di dalam sebuah kamar bernuansa putih itu, Gavin masih terjaga dengan sebuah laptop menyala dihadapannya.
Jari-jari tangan Gavin bergerak lincah untuk mengetik sebuah laporan yang nantinya akan diserahkan pada sang ayah, Barney Alphonsus.
Semenjak Rekha kembali dengan jati diri gadis itu sebenarnya, Gavin juga tidak duduk diam. Pemuda itu dengan tekun belajar demi mendapatkan pengakuan sang ayah. Namun Gavin tidak hanya melakukan itu demi Rekha. Gavin melakukan itu juga demi kakaknya, Gerald. Gavin ingin sang kakak hidup tanpa menanggung beban sebagai penerus Alphonsus.
Dan Barney yang melihat kesungguhan Gavin, sedikit demi sedikit mulai menaruh perhatian pada putra bungsunya itu. Bahkan saat Rekha memintanya bertemu secara pribadi lalu mengajukan lamaran pernikahan untuk Gavin, Barney menyetujui begitu saja. Meskipun sebagai seorang ayah, jauh di dalam benaknya, Barney tentu merasa bahwa putranya masih terlalu muda untuk bertunangan.
Memang selama ini Alphonsus tidak mempunyai minat pada Zacharael, Robinson ataupun Abellard. Jadi, mendapat lamaran dari seorang penerus Abellard yang masih sangat muda namun berprestasi tentu membuka mata Barney yang selama ini selalu memandang rendah para keluarga lain.
...
Tak!
Tombol enter ditekan dengan keras oleh Gavin. Pemuda itu lalu menyandarkan diri ke kursi dan merentangkan kedua tangannya untuk melemaskan otot-ototnya.
Sudut bibir Gavin terangkat ke atas, pemuda itu tengah membayangkan wajah tersenyum Rekha. "Haah.. aku kangen Rekha... Aku ingin memeluknya..." Lirih Gavin.
Brak!
Suara pintu kamar Gavin dibuka dengan kasar. Gavin tanpa sadar menoleh ke arah pintu karena terkejut. Seorang laki-laki tampan berusia 22 tahun yang memakai kacamata itu berjalan memasuki kamar Gavin.
"Apa kamu tidak mengerti tata krama, Kak Gerald? Ketuklah yang benar dan masuklah saat aku sudah memberimu ijin." Gavin menyandarkan punggungnya ke kursi sembari menatap malas laki-laki berkacamata itu.
Laki-laki yang dipanggil Gerald itu membeku beberapa detik. Ia kemudian berjalan mundur dan keluar dari pintu seraya menutup pintu kamar itu.
Tok!
Tok!
"Gavin, ini aku. Bisakah aku masuk?!"
Gavin tertawa terbahak-bahak mendengar nada penuh kekesalan dari luar pintu kamarnya. Beranjak berdiri, Gavin lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya, masuklah, Kak Gerald." Ucapnya.
Gerald kembali membuka pintu lalu memasuki kamar Gavin. Iris gelap laki-laki itu menatap Gavin dari atas ke bawah seperti menyimpan banyak pertanyaan.
"Ada apa, Kak Gerald?"
"Apa benar kamu akan mengambil alih Alphonsus?"
"Ya. Tapi jika kamu menginginkannya maka aku tidak akan mengambilnya."
"Tidak, Gavin. Aku justru ingin berterima kasih padamu. Aku sama sekali tidak tertarik menjadi penerus keluarga ini."
"Aku tahu. Aku pun begitu pada awalnya. Tapi, kini aku berhubungan dengan Abellard, jadi aku tidak boleh kalah kan?"
Gerald tersenyum lembut. "Kamu sudah berubah, Gavin." Lirihnya. Ada kelegaan dan kebanggaan dalam kata-kata Gerald.
"GAVIN..!! KAMU BAJINGAN..!!" Michelle menampakkan dirinya di depan pintu kamar Gavin yang terbuka, perempuan berusia 19 tahun itu kemudian berjalan memasuki kamar, meminta Gerald untuk minggir, lalu...
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴛʜᴇ ʏᴏᴜɴɢ ᴍᴀꜱᴛᴇʀ ɪꜱ ᴀ ɢɪʀʟ
Teen Fiction𝙳𝚎𝚊𝚗𝚗𝚊 𝚜𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚖𝚊𝚝𝚒. 𝚎𝚗𝚝𝚊𝚑 𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒𝚖𝚊𝚗𝚊 𝚍𝚒𝚊 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚕𝚊𝚑𝚒𝚛 𝚔𝚎𝚖𝚋𝚊𝚕𝚒 𝚍𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚙𝚞𝚝𝚛𝚒 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚔𝚎𝚕𝚞𝚊𝚛𝚐𝚊 𝚔𝚊𝚢𝚊 𝚛𝚊𝚢𝚊. 𝚃𝚊𝚙𝚒 𝚔𝚎𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚊𝚔 𝚜𝚎𝚖𝚞𝚕𝚞𝚜 𝚢�...