Lee Jeno, salah seorang laki-laki yang mewariskan garis keturunan dari keluarga yang kaya seperti anak-anak konglomerat pada umumnya. Di umurnya yang masih muda, Lee Jeno dipercayakan untuk menjabat sebagai direktur muda dari Megha Corporation, sebuah perusahaan yang menyuplai jasa teknologi informasi yang hampir digunakan seluruh penjuru negara di dunia.
Beruntung karena terlahir dengan sendok emas dalam mulutnya, Jeno dapat mencecap kesempurnaan dari umur belia. Latar pendidikan yang sempurna, wajah rupawan yang tiada tara, dan jangan lupakan kekayaan yang menyokong kehidupannya seumur hidup, bahkan mungkin sampai keturunan-keturunannya nanti.
Sekilas memang Jeno hidup dalam kesempurnaan.
Akan tetapi, kesempurnaan bukanlah kesempurnaan apabila dimiliki manusia. Jeno tentu saja memiliki kelemahan seperti manusia di luaran sana.
Satu kelemahan Jeno tak terelakkan adalah ....
Statusnya.
Di usianya yang baru menginjak kepala tiga, Jeno sudah menjadi seorang duda. Seseorang yang baru saja memperoleh status lajang setelah memutuskan ikatan pernikahan.
Ya, duda.
Sayangnya, status dudanya yang seharusnya menjadi kelemahannya itu justru menjadikan Jeno sebagai laki-laki paling panas di muka bumi ini. Statusnya itu tidak menjadi penghalang, justru sebaliknya. Status dudanya itu menjadi magnet penarik para gadis untuk mengerubunginya.
Hanya berbekal imajinasi mengenai pengalaman yang mungkin tak pernah kau akan tahu sebenarnya.
Seperti salah satunya hari ini.
"Jadi, gimana nih tadi sama Pak Jeno?"
Insiden tertangkap basahnya Karina oleh Giselle membuat Giselle berhasil menuntaskan rasa haus akan imaji-imaji dalam kepala kecilnya mengenai Jeno.
Ya, Lee Jeno.
Tidak terelakkan memang. Pesona Lee Jeno memang berlaku pada hampir semua karyawan perempuan Megha Corp, termasuk Giselle. Dan Karina juga salah satunya.
Kebanyakan para gadis di tempat kerja Karina akan saling berbisik, bergosip ria dan teriak kesenangan sendiri saat Jeno melewati mereka. Para gadis itu mulai membahas dan menebak apa parfum yang dikenakan Jeno, apa yang ada dalam pikiran Jeno, atau... bagaimana rasa Jeno itu sendiri.
Tak seperti gadis kebanyakan, Karina tidak suka memilih cara itu. Mengamati diam-diam. Tidak, itu sama sekali bukan gayanya.
Karina suka gaya yang berani dan spontan. Apabila dia ingin mencecap bagaimana rasa Jeno, dia akan melakukan untuk dirinya sendiri.
Dan tentu saja Karina tidak suka berbagi, bahkan termasuk pada temannya sendiri.
Dibanding menjawab pertanyaan Giselle yang terlihat begitu ingin tahu, Karina memasukan satu sendok penuh nasi ke dalam mulutnya. Tingkah masa bodonya ini menyulut emosi Giselle dan membuat temannya itu merajuk.
"Karina, lu tau kan kalo gua lagi ngomong sama lu!"
Karina dengan mulut penuh berusaha menelan makanannya, kemudian menjawab ucapan Giselle dengan nada datar. "Apa? Emang tadi lu ngomong apa ya?"
"Lu sama Pak Jeno ..." Giselle menarik sudut bibirnya ---membentuk senyum--- selagi kedua tangannya bergerak di udara dan menepuk satu sama lain hingga menimbulkan bunyi plak, plak, plak. "... Lu tau kan maksud gua?"
"Enggak."
"Karina!"
Karina mengembuskan napasnya saat mendengar suara teriakan melengking Giselle. Satu-satunya yang Karina benci dari Giselle ialah suaranya. Kalau saja Giselle sedikit menurunkan volume suaranya dan menutup mulutnya, dunia Karina pasti akan tentram sejahtera, tidak perlu merasa setiap harinya ia berada di medan perang kalau berhadapan dengan Giselle.
"Teman gua yang satu ini emang jahat banget, ya."
Karina mengembuskan napas saat Giselle memulai dramanya. Dengan suara yang dibuat sedramatis mungkin, Giselle kembali melanjutkan ucapannya, "Masa gak mau berbagi sedikit pun informasi sama temannya sendiri. Gua enggak nyangka lu sejahat ini ya, Karina. Gua pikir kita tumbuh dewasa bareng-bareng, tapi kenapa sekarang lu dewasa sendiri?! Jahat banget, deh!"
"Ngomong sama diri lu sendiri dulu deh, Gi," balas Karina. Lebih tepatnya, dia sedang menyindir Giselle yang berusaha memfitnahnya dengan kata-kata kejam, padahal Giselle sendiri tak lebih parah dari Karina.
Minggu lalu, Giselle, di kamar apartemen yang mereka sewa, sedang melakukan kegiatan tak senonoh dengan kekasihnya masih berstatus mahasiswa. Siapa lagi kalau bukan Lee Haechan. Sepasang sejoli itu tertangkap basah oleh Karina sedang melakukan pose guguk.
Karina yang baru pulang dari lemburnya harus menelan rasa lelahnya bulat-bulat di pintu utama saat menemukan keadaan Giselle dan Haechan. Perasaan terkejut yang menerjangnya membuat Karina hanya terdiam menatap ke arah Haechan yang tampak canggung dengan keadaan di antara mereka.
Dalam waktu yang lama itu keduanya hanya saling menatap, mengerjap, dan tak membuka suara. Dan itu semua terjadi sampai saat ini. Karina yang bukan pelaku pun yakin ia takkan bisa berkata-kata apabila ia bertemu Haechan dalam waktu dekat ini.
Dan salah siapa itu?
Semuanya salah Giselle.
Dan kini Giselle dengan perasaan tidak berdosanya malah mengungkit kegiatan panas Karina dengan Jeno seolah tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dan Haechan sebelumnya.
"A-apa sih, gua gak ngerti maksud lu, tau gak?"
Cih, lihat kelakuan lu itu, Gi. Sekarang bertingkah seperti gadis polos, he?
Tak ingin membahas kegiatan perlendiran mereka lebih lanjut, Karina kembali menyantap makanannya. Baik dirinya dan Giselle kini sama-sama bungkam karena tahu bahwa membahas ini lebih jauh lagi akan membuat keadaan semakin canggung untuk keduanya.
"Eh, eh, tadi liat Pak Jeno enggak?"
Karina mengangkat pandangannya, melirik ke meja sebrang, tempat di mana topik pembicaraan tentang Jeno diangkat kembali.
Di seberang meja Karina, berkumpul para karyawan perempuan dari divisi Penjualan. Mereka terkikik sendiri sambil sesekali menyantap makanan di meja. Wajar saja ini terjadi.
Waktu istirahat adalah waktu yang tepat bagi para karyawan untuk bergosip ria. Dan ini adalah salah satunya.
"Pak Jeno sialan banget gak sih, masa tadi gua liat, dia seksi banget pas rambutnya turun dan sedikit berantakan. Lu pada liat sendiri, kan?"
"Iya, apalagi bibirnya. Merah merona, kayak minta dicipok gitu, hahaha."
"Bener-bener, penampilannya menggoda gitu, sayang kalo gak diserang, hahaha."
Karina menarik sebelah sudut bibirnya saat mendengar perbincangan para gadis itu. Tangannya mengacak-acak nasi pada piringnya. Hidungnya gatal dan muncul sedikit rasa bangga pada dalam dirinya.
Kalian harusnya makasih tuh sama gua karena telah menciptakan penampilan seksi seorang Lee Jeno.
Kalian pikir itu mudah?
Karina mendengus, tertawa sendiri saat pikiran itu muncul dalam benaknya.
"Karina, Karina."
Karina tersadar dari lamunannya saat Giselle memanggil namanya dan menyenggol tangannya.
"Lihat, deh, yang di sana bukannya Pak Jeno, ya?" Giselle menunjuk ke arah tertentu dengan bola matanya. Karina mengikuti arah pandang Giselle dan menemukan Jeno berdiri di area masuk kantin.
Jeno tampak bingung karena pertama kalinya ia bergabung ke kantin perusahaan. Mata Jeno menelusur, mempelajari area sekitar sampai akhirnya bertemu dengan Karina.
Pandangan mereka terkunci satu sama lain.
Karina yang tadinya ingin menyapa dan datang mendekat pun mengurungkan niatannya kala dirinya menemukan seorang gadis cantik usia awal dua puluhan mendekati Jeno.
"K-Karina itu bukannya si anak magang... Namanya siapa sih, kalo gak salah namanya dari cuaca gitu, ya. W-wi apa?? Windi ya?"
"... Winter."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMAT
FanfictionLee Jeno, salah satu duda terpanas yang ada di muka bumi ini. Semua orang jatuh cinta padanya, tergila-gila bahkan berhalusinasi untuk menjadi istrinya. Salah satunya mungkin Karina, tidak, Karina bukan salah satu dari sekian banyak orang yang ingin...