4. Mandikan Aku, Ya?

3.9K 145 5
                                    

Papa?

Satu kata yang menggema dalam kepala Karina saat ia membuka mata. Kedua netra Karina mengerjap saat otaknya memproses satu kata itu; Papa. Sangat jelas bagi Karina kala ia mendengar kata itu keluar dari mulut Jeno.

Jeno sudah memiliki anak?

Karina menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi yang tersedia di kamarnya. Ia dapat mendengar suara rintik air yang mengucur dari sana.

Benar-benar punya anak?

Kriet.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Karina menenggelamkan kembali kepalanya ke atas bantal. Ia pejam erat-erat matanya, berpura-pura masih terlelap dalam tidurnya.

"Mau sampai kapan kamu berpura-pura tidur seperti itu, Karina?"

Sial, Karina mengumpat dalam hatinya. Sejak kapan dia ketahuan? Bukankah aktingnya---

"Setidaknya kalau kamu mau berpura-pura dan tidak ingin ketauan olehku, jangan terlalu menampakkannya. Lihatlah tanganmu yang gemetar karena mencengkram selimut itu."

Mendengar perkataan Jeno, Karina lantas membuka matanya. Dengan cengiran tak berdosanya, dia menyapa Jeno seakan beberapa detik yang lalu ia tak melakukan apa-apa. "Eh Bapak, pas banget, ya. Saya baru aja bangun."

Jeno mencebikkan bibirnya tak percaya dengan perkataan Karina, "Buru gih mandi," Perintahnya.

Namun, alih-alih menuruti perintah Jeno, Karina masih berhela-hela di atas ranjang---sibuk memelototi tubuh Jeno. Karina tahu dia sudah sering melihat tubuh laki-laki itu, tetapi pemandangan yang tak bisa ia tolak setiap kali ia menatap tubuh setengah telanjang Jeno hanyalah ketika laki-laki itu selesai bebersih diri.

Gaun mandi yang masih terlilit di tubuh gagah Jeno memberikan kesan seksi tersendiri bagi Karina. Bagaimana gaun itu menggoda Karina dengan hanya menampakkan secuil pemandangan dada bidang Jeno yang membentuk otot gagah, bagaimana tubuh Jeno yang masih setengah basah, dan bagaimana rambut Jeno yang masih tak beraturan karena belum sepenuhnya kering.

Benar-benar pemandangan yang indah.

Karina menggigit bibir bawahnya seraya memberikan Jeno tatapan menggoda, "Tapi kayaknya saat ini Saya lebih tertarik untuk menelanjangi Bapak, deh," Ujarnya dengan nada suara yang rendah.

Mendengar perkataan Karina, Jeno menurunkan pandangan ke tubuh bagian bawahnya, tampak jelas area sana berdiri tegak---siap melahap apapun yang berada di hadapannya. Sontak, Karina mengikuti arah pandangan Jeno.

Karina tak kuasa menahan tawa yang siap menyembur kapan saja saat melihat milik Jeno beraksi karena kata-katanya. Dia hanya bercanda, Jeno tentu tahu itu, tetapi sepertinya tubuh laki-laki itu tak bisa berbohong dengan apa yang diinginkannya.

Sementara itu, Jeno yang melihat muka Karina yang kini memerah menahan tawa pun berjalan ke arah Karina ---sang pelaku yang berani-beraninya membangunkan sisi monster dalam dirinya.

Karina yang mengetahui Jeno sedang bergerak ke arahnya pun menggulingkan tubuhnya ke sisi lain ranjang. Namun, naas, Jeno lebih cerdik darinya. Laki-laki itu segera naik ke ranjang dan menangkap Karina, kemudian menggulung Karina dengan selimut sehingga Karina tampak seperti sushi yang dibuat Ibunya setiap kali ia harus membawa bekal ke sekolah.

Karina yang tak terima digulung seperti sushi pun melakukan perlawanan. "Aaakh! Pak Jeno! Lepasiinn!!!" Ia menendang-nendangkan kaki ke udara, berusaha membebaskan diri, tapi tenaga Jeno lebih kuat darinya.

Jeno pun membawa Karina ke dalam gendongannya. Kaki panjangnya berjalan ke arah kamar mandi yang pintunya masih setengah terbuka. Dalam hitungan jarak setengah meter, Jeno dapat mencium aroma buah-buahan yang menguar jelas dari sana---aroma sabun yang selalu digunakan Karina setiap harinya--- dan aroma itu kini menempel juga di tubuhnya.

Jeno memiliki aroma yang sama dengan Karina.

Mengetahui kenyataan itu, Jeno dapat merasakan pusat tubuhnya berkedut karena memikirnya. Gila, bagaimana dia bisa 'berdiri' hanya karena aroma sabun gadis itu?

Berhenti berpikir kotor, Lee Jeno. Kamu bukan lagi anak remaja yang baru saja memasuki masa pubertas.

Jeno berusaha menyingkirkan pikiran kotornya dan berfokus pada Karina yang berada dalam gendongannya. Tampak kini Karina sudah menyerah dan membiarkan Jeno menaruh dirinya ke dalam bath-up.

"Sekarang bersihkan dirimu, Karina."

"Bapak emangnya gak mau membantuku membersihkan diriku?"

"Aku mau," Jeno mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir manis dan lembut milik Karina, "Tapi, aku takut kita tidak akan berhenti hanya dalam satu permainan."

Lagi, Jeno melayangkan kecupan-kecupan di bibir Karina, seakan tak mengikhlaskan dirinya untuk berpisah dengan Karina meski hanya sebentar saja.

Awalnya itu hanya bermula dari kecupan-kecupan ringan yang diberikan Jeno, namun seiring berjalannya waktu, kecupan itu semakin dalam, membuat Jeno segera menarik dirinya. Ibu jarinya kemudian mengusap bibir bawah Karina yang basah karenanya sembari tersenyum.

"Nah, sekarang bersihkan dirimu."

Saat melihat Jeno beranjak pergi, Karina segera menahan gaun mandi yang dikenakan laki-laki itu, "Bapak sendiri mau kemana?"

"Pergi menenangkan 'diri'ku."

Jawaban yang diberikan Jeno berhasil mengundang gelak tawa Karina. Karina tampak puas menertawakan penderitaan yang dialami Jeno pagi ini yang disebabkan olehnya.

***

Seusai mandi Karina segera keluar dari kamarnya, mencari eksistensi Jeno di apartemen dan ia menemukan laki-laki itu tengah sibuk di dapur.

Karina kemudian berjalan menuju Jeno dan melingkarkan tangannya di pinggang Jeno. Jeno tampak terkejut awalnya, tapi saat ia menolehkan kepalanya ke arah Karina, Jeno hanya memberikan senyuman manisnya pada gadis itu.

"Sudah lapar?"

"Ya, Bapak masak apa?"

"Hanya roti panggang dan telur mata sapi untuk sarapan kita."

"Kayaknya enak. Boleh Saya minta makanannya sekarang?"

"Sekarang? Ini masih panas. Lidahmu akan melepuh nantinya."

"Tidak apa-apa, nanti Bapak akan sembuhkan dengan kasih sayang Bapak, bukan?"

"Karina ...." Jeno memperingati Karina untuk tidak menggodanya, mengingat ia baru saja menuntaskan kegiatan solonya setengah jam lalu, tidak mungkin ia harus melakukannya lagi, kan?

"... Sekarang pergi ke mejamu, biarkan aku menyiapkan sarapan kita, okay?"

Pada waktu yang bersamaan, Jeno dan Karina mendengar suara pintu apartemen yang terbuka dan dibanting dengan keras. Tak lama setelahnya, nampak Giselle yang sibuk membawa kopernya masuk ke dalam apartemen dengan ekspresi kesal.

"Karinaa!!! Lu tau enggak apa yang tadi malem Haechan omongin ke gua? Si sialan itu minta putus karena katanya lagi fokus sama penelitiannya! Sialan emang! Gua yakin itu cuma alasannya dia doang biar gua enggak tinggal bareng dia. Brengsek banget, kan? HAH! GUA BENCI BANGET SAMA LEE HAECHAN!"

Setelah puas menyerapah, Giselle baru menyadari bahwa dirinya tak kunjung mendapat tanggapan, Giselle kemudian mengalihkan pandangannya dari koper besar yang dibawanya dan betapa terkejutnya ia menemukan pemandangan pagi di apartemennya kala itu. Mulutnya menganga dengan mata terbelalak saat menemukan Karina masih memeluk Jeno dengan apron di tubuh laki-laki itu.

Melupakan rasa kesalnya, Giselle segera menyapa Jeno dengan formal. "S-selamat pagi, Pak. Sepertinya Saya masuk di waktu yang tidak tepat lagi, ya? "

"T-tidak." Jeno segera melepaskan kedua tangan Karina yang memeluknya. "Kamu pasti lapar, kan, Nona Giselle? Kebetulan Saya membuat dua porsi. Makanlah."

Setelah berujar kepada Giselle, Jeno kemudian beralih ke Karina, "Makanlah sama Nona Giselle, Karina. Saya pergi dulu. Terima kasih atas waktumu sebelumnya," Ujar Jeno sembari melepaskan apron nya dan berlalu pergi meninggalkan Karina dan Giselle yang masih memproses keadaan.

***

Kalian dapat mengunjungi karyakarsa/Joylada dakkodakkochan untuk mendapatkan chapter lebih banyak/spesial

SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang