Jeno memandang lurus ke depan, melihat bentangan jalan yang dilewatinya. Pikirannya melalang buana, masih membekas jelas dalam kepalanya perkataan ibunya mengenai pertemuan pernikahan yang diatur untuknya.
"Baiklah kalau kata Mama begitu. Jeno rasa tidak ada salahnya kuga menjalani pertemuan pernikahan ini, Ma. Atur saja jadwal temunya. Jeno pasti akan datang ke pertemuan."
"Mama bersyukur kamu berpikir begitu, Jeno. Mama akan mengatur pertemuan kalian segera, lebih cepat lebih baik."
Sementara itu, Karina yang duduk di sebelah Jeno pun hanya melirikkan matanya ke arah Jeno dan menemukan bosnya itu tengah larut dalam lamunannya.
Karina mengamati ekspresi Jeno yang datar. Dalam hati kecilnya, ia bertanya-tanya, benarkah perkataan Giselle kemarin?
"... Kayaknya kalo gua enggak salah ya, gua pernah denger deh rumor kalo Pak Jeno itu punya anak. Tapi, katanya sih enggak. Eh, pokoknya berita simpang siur gitu.
Ada yang bilang ajak perempuan, ada yang bilang juga anak laki super bandel. Gua lupa deh, Na. Bentar gua tanya Ten, si biang gosip di kantor kita.
Emang kenapa? Pak Jeno beneran punya anak ya?'
..."Karina, kenapa kamu melamun? Ada yang salah?"
"Tidak, Pak, tidak! Punya anak bukan kesalahan kok, Pak, saya janji gabakal sebarin gosip tentang Bapak!"
Tanpa sadar Karina mengucapkan kata-kata tidak penting yang mungkin menyinggung perasaan Jeno.
Menyadari hal itu, wajah Karina lantas memerah, terlebih lagi saat ia melihat Jeno tampak mengernyit dan membenarkan posisi duduk serta jasnya.
Tampak jelas Jeno merasa risih sebab Karina sudah melewati batasnya, membuat Karina yang melihatnya merasa ingin menenggelamkan dirinya sendiri karena berusaha menahan rasa malu.
Bego banget deh lu, Karina. Mau Pak Jeno punya anak kek, enggak kek, itu bukan urusan lu. Kerjaan lu tuh ya cuma sebatas sekretarisnya, enggak lebih.
Jeno berdeham, berusaha mencairkan suasana. "Ekhem, jadi apa lagi jadwalku selanjutnya, Karina?"
Beruntung Jeno bukan merupakan bos yang hobi membuat Karina menderita. Jeno memiliki toleransi yang cukup baik dan tak ingin tersandung masalah hanya karena hal-hal sepele.
Sontak, kesempatan yang diberikan Jeno itu tak dibiarkan begitu saja oleh Karina. Demi meredam kecanggungan di antara mereka, Karina berpura-pura membuka tablet dan membacakan jadwal Jeno hari itu.
Tentu saja itu hanyalah basa-basi di antara mereka berdua. Baik Jeno dan Karina tahu mengenai jadwal Jeno hari ini. Tentu saja. Kalau tidak, kenapa mereka berada di dalam mobil dan berjalan menuju ke luar kota kalau tidak tahu apa-apa?
Setelah sepuluh menit membicarakan jadwal, akhirnya Karina mengembuskan napasnya. Sedikitnya ia bisa merasa lega sebab Jeno tak lagi mengungkit kejadian memalukan tadi.
Keadaan hening setelah Karina menjabarkan jadwal Jeno. Karina menaruh macbook kembali ke atas pangkuannya. Jari-jemarinya bermain satu sama lain, berusaha mengusir kecanggungan yang bersembunyi dalam keheningan di antara dirinya dengan Jeno.
Jeno yang memerhatikan gelagat Karina pun menyadari kecanggungan yang dirasakan sekretarisnya. Jeno kemudian berdeham, membuka suara di antara keheningan yang tercipta di antara keduanya, "Karina, tolong kosongkan jadwalmu akhir minggu nanti."
"Maaf, Pak?"
Jeno tersenyum saat melihat ekspresi bingung tercetak jelas di muka Karina saat mendengar permintaan tiba-tibanya. "Aku berencana memperkenalkannu pada anakku akhir minggu nanti, Karina."
Karina membeliak saat mendengar perkataan Jeno. Apa Jeno bersungguh-sungguh dengan perkataannya? Belum sempat Karina melontarkan pertanyaan yang bersemayam dalam benaknya, mobil yang membawa dirinya dan Jeno berhenti di perkarangan hotel---tempat meeting mereka.
Jeno dengan sikap cueknya membuka pintu, bersiap pergi menuju ruang meeting, melupakan Karina yang masih membeku di tempatnya. "Ayok, Karina, kamu tidak ingin membuatku terlambat dengan berdiam diri seperti itu terus, kan?"
Mendengar perkataan Jeno, Karina berusaha menyadarkan dirinya dari lamunan. Buru-buru dia membuka pintu mobil di sebelahnya dan berjalan mengikuti Jeno yang berada tak jauh di depannya.
Dari tempatnya berdiri, Karina dapat memandangi punggung kokoh Jeno yang bergerak gagah di depannya. Berbeda dengan Karina yang merasakan degupan gila yang menyerang jantungnya, Jeno sang pelaku justru bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
Karina mendesis, masih bertanya-tanya dengan kebenaran yang tadi didengar oleh indra pendengarnya, hingga ia tak sadar bahwa mereka kini sudah berada di ruang meeting yang sudah disiapkan oleh pihak hotel.
Ruang meeting kali ini berbeda dengan ruang meeting sebelumnya. Apabila sebelum-sebelumnya, Jeno melakukan meeting secara formal, kali ini sedikit informal, di mana para tamu dapat bebas berkeliaran di ruangan sembari menyantap sajian yang disiapkan. Sedikit lebih santai.
Dalam ruang meeting, Karina dapat melihat jajaran direksi perusahaan, baik perusahaan multinasional maupun internasional. Jajaran direksi itulah yang akan Jeno incar untuk bekerja sama dengan perusahaannya.
Jeno berhenti sebentar, menoleh ke arah Karina yang berada di belakangnya. "Kamu tunggu di sini sebentar, aku akan berkeliling seraya bertegur sapa dengan para pimpinan perusahaan."
Karina menganggukkan kepalanya dan Jeno yang melihatnya pun ikut menghambur dalam kerumunan, meninggalkan Karina yang berada di sudut, memerhatikan Jeno yang bertegur sapa baik dengan para pimpinan perusahaan.
Jeno yang tersenyum lebar sembari melemparkan sapaan sangat berbeda dengan sosok yang biasa Karina lihat dalam keseharian. Sosok Jeno yang saat ini begitu berwibawa dengan kepemimpinannya, tak biasanya kaku seperti saat ia berhadapan dengan karyawan lainnya, atau nakal saat berhadapan dengan Karina.
Ya, Karina sudah terlalu banyak melihat sosok Jeno di matanya, sehingga tak mungkin apabila saat ini Karina tak dapat mengklaim bahwa dia mengenal Jeno luar dalam.
Karina mengambil langkah ke meja panjang yang berada dalam ruangan. Di atas meja panjang yang beralaskan kain biru tua itu terdapat jajaran makanan yang mengunggah selera.
Karina meraih piring kecil di meja adan memutuskan mengambil beberapa kue untuk ditaruhnya di atas piring. Saat lidahnya mencecap kue kering yang memiliki buah kiwi, jeruk, dan stroberi sebagai topping di atasnya itu; rasa segar menguasai rongga mulutnya, membuatnya larut dalam kenikmatan kue itu sampai tak menyadari seorang laki-laki yang memakai kacamata bulat sedang mendekatinya.
Laki-laki itu memiliki wajah bertipe kelinci dengan bentuk wajah yang mungil. Sekali lihat saja, semua orang tahu pesona imut yang dimiliki laki-laki itu.
"Halo, Senior," Sapa laki-laki itu yang membuat Karina menolehkan kepalanya.
Laki-laki itu tersenyum tipis, sedikit mengulumnya, merasa ragu apakah dia harus melanjutkan pembicaraannya, tetapi melihat Karina berada di depannya, bibir laki-laki itu sedikit gatal, jadi dia melanjutkan kembali ucapannya.
"Apa Senior masih ingat sama aku?"
Karina tersenyum saat melihat laki-laki itu mengalihkan pandangannya, kemudian mengintip lagi. "Tentu aja, Sekretaris Park Jisung."
***
Kalian dapat mengunjungi karyakarsa/Joylada dakkodakkochan untuk mendapatkan chapter lebih banyak/spesial
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMAT
FanfictionLee Jeno, salah satu duda terpanas yang ada di muka bumi ini. Semua orang jatuh cinta padanya, tergila-gila bahkan berhalusinasi untuk menjadi istrinya. Salah satunya mungkin Karina, tidak, Karina bukan salah satu dari sekian banyak orang yang ingin...