Tidak boleh ada perasaan dalam hubungan ini, Karina meneguk ludahnya. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha menyadarkan diri dari pikiran bodohnya. Karina segera melepaskan kedua tangan Jeno yang melingkar di perutnya.
"Sebaiknya kita mandi dulu, Pak, mau Bapak dulu atau saya?"
"Kamu dulu aja, enggak apa-apa."
Bagus, Karina segera menyingkirkan dirinya dari hadapan Jeno seraya menetralkan degup jantungnya. Setelah sampai di dalam kamar mandi, Karina berulang kali menarik dan mengembuskan napasnya, berusaha menenangkan dirinya. Suasana di antara mereka begitu canggung, Karina sendiri tidak tahu kenapa Jeno memutuskan untuk setuju ikut dalam ide gilanya.
Setelah memukul kepalanya satu kali, Karina mengambil langkah menuju shower dan membersihkan diri. Karina memutuskan untuk melanjutkan apa yang sudah diputuskan keduanya.
Usai Karina membersihkan dirinya, Jeno yang menjadi nomor selanjutnya. Laki-laki itu kini tengah menghabiskan waktunya di kamar mandi. Karina yang bingung karena hanya ditemani gemericik air pun melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar yang mereka sewa malam itu.
Kamar itu seolah memang diciptakan dengan tujuan untuk memberikan kesan nyaman dalam bercinta. Karina melangkahkan telapak kakinya yang telanjang menuju suatu rak yang menarik perhatiannya, di sana terdapat beberapa alat bercinta yang membuat pipi Karina memerah.
Ujung jari-jemari Karina menyentuh peralatan itu, peralatan yang memiliki beragam bentuk, ukuran, dan jenis itu membuat jantungnya berdebar. Bohong apabila Karina tidak mengetahui alat apa itu. Karina mengambil satu dari sekian banyak alat yang dipajang. Alat itu tidak memiliki bentuk yang menarik---cenderung seperti alat pijat atau memang tujuannya seperti itu, tetapi sering disalahgunakan.
Karina menyalakan alat itu dan dia dapat merasakan getaran kecil di telapak tangannya. Dirinya hampir menjerit kesenangan karena menemukan alat itu dalam kehidupan nyata. Kemudian, untuk memenuhi rasa puasnya, Karina menaikkan tingkat getarannya dan alat itu bergetar dengan tingkatan sedang.
Di saat yang bersamaan, pintu kamar mandi terbuka, nampak Jeno yang keluar dengan jubah mandi seperti yang Karina kenakan. Jeno bergerak mendekat ke arah Karina, membuat Karina yang melihatnya pun menampakkan senyum lebar. Karina pun ikut berjalan menuju ke arah Jeno.
"Pak, tebak apa yang saya temukan!" Seru Karina dan Jeno hanya menanggapi dengan menaikkan kedua alisnya, membuat Karina menampakkan alat getar yang ditemukannya dengan antusias di hadapan Jeno.
"Tara!!"
Jeno hanya mengerjap, memerhatikan alat itu, kemudian kembali ke arah Karina. Ia melakukannya beberapa kali dengan tatapan penuh tanya, membuatnya tampak menggemaskan.
Karina mengarahkan alat getar itu ke puting Jeno, membuat Jeno mendesah karenanya.
"Ah ..."
Jeno memilih menjauh, tetapi Karina tidak membiarkan Jeno pergi dari cengkramannya. Karina terus mengejar Jeno dan mengarahkan alat getar itu ke arah Jeno.
"Karina, berhenti melakukan itu! " Suara Jeno terdengar panik saat Karina mengejarnya dengan alat getar di tangan gadis itu.
Jarina tertawa kecil melihatnya. "Kenapa, Pak? Bukankah itu menyenangkan? Bapak bisa merasakan drrt drrt di dada Bapak?"
"Tolong jaga kewarasanmu, Karina!"
.
..
Karina awalnya berpikir agar segera tidur setelah kegiatan panas yang menguras tenaganya, tetapi ia dikejutkan dengan Jeno yang baru kembali dari kamar mandi. Jeno membawa wadah di tangannya. Penampilannya kini sudah kembali seperti awal tadi ---dibalut dengan jas mandi---.
Kaiena mengerjap, merasa tidak tahu dengan apa yang ingin Jeno lakukan, tetapi saat Jeno duduk di sebelahnya dan mengeluarkan handuk kecil serta memerasnya, Karina mulai mengerti apa yang ingin Jeno lakukan.
"B-bapak tidak usah... Ah!" Ucapan Karina terpotong saat handuk kecil di tangan Jeno menyapu cairan yang menempel pada tubuhnya.
"Tidak usah apa? Aku tidak akan membiarkanmu kewalahan karena ini, Karina," Ujar Jeno, tetapi lebih terdengar seperti sebuah perintah di telinga Karina.
Kemudian, Karina membiarkan Jeno membersihkan tubuhnya. Seperti kata Jeno, tubuh Karina memang hampir remuk karena gerakan mereka barusan, dia bahkan seperti tidak dapat merasakan tubuhnya karena hal ini saking lelahnya. Karina justru sangat berterima kasih pada Jeno karena ia membantu Karina membersihkan dirinya.
Karina memerhatikan Jeno yang masih telaten membersihkan tubuhnya. Jeno begitu hati-hati saat menyeka tubuh Karina, sangat lembut, membuat jantung Karina berdebar karenanya. Apakah Pak Jeno memang orang seperti ini?
"Nah mari kubantu kamu memakai jubah mandi juga,"
Setelah membersihkan tubuh Karina, Jeno juga membantu Karina memakai jubah mandinya.
Baru setelah memasang jubah mandi, Jeno menyingkirkan wadah dari ranjang dan ikut berbaring bersama Karina usai menyelimuti Karina.
"Mau berpegangan tangan?"
Karina tidak tahu setan mana yang merasukinya itu pun langsung menautkan jari-jemarinya dengan jari-jemari Jeno saat Jeno melemparkan pertanyaan padanya. Jeno pun membalas pegangan tangan Karina.
Malam itu, entah karena efek perasaan yang berdebar atau apa, lagi-lagi Karina melakukan hal di luar akal, ia justru melemparkan pertanyaan yang seharusnya ia tahan di babak awal hubungan baru mereka, "Kenapa Bapak mau melakukan ini?"
Jeno menoleh ke arah Karina, "Kalau kamu, kenapa kau ingin melakukannya? "
"Saya hanya penasaran aja," Jawab Karina. "Kalau Bapak?"
Jeno berdeham panjang sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya ingin saja, kebetulan kamu mengajakku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMAT
FanfictionLee Jeno, salah satu duda terpanas yang ada di muka bumi ini. Semua orang jatuh cinta padanya, tergila-gila bahkan berhalusinasi untuk menjadi istrinya. Salah satunya mungkin Karina, tidak, Karina bukan salah satu dari sekian banyak orang yang ingin...