BAB 58

152 18 0
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit

Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.


Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!



***




Secara perlahan, para orang tua meninggalkan tempat duduk mereka setelah acara usai. Tidak ingin berdesak-desakkan, Elvan beserta keluarga suaminya memilih untuk tetap duduk di tempatnya, menunggu kerumunan sedikit berkurang. Satya menghampiri mereka tepat setelah mereka keluar dari gedung aula.

“Ayah, Ibu!” Satya melambaikan tangan dengan senyum lebarnya.

Begitu pula Linda yang menatap Satya dengan senyum bahagia yang menyambut anaknya mendekat. Ia memberikan buket bunga di tangannya sebelum memeluk anaknya dengan erat. Matanya berkaca-kaca karena bahagia. Setelah cukup lama, Linda melepas pelukannya digantikan dengan Armas yang memberi buket bunga sebelum memeluk Satya.

“Nggak terasa kamu sudah lulus aja, Sat.” Armas menepuk-nepuk pelan punggung Satya.

Satya hanya tertawa pelan.

“Bang Sat, selamat ya.” Widan mendekat setelah Armas melepaskan pelukannya. Ia memberikan buket bunga kepada Satya sebelum memeluk kakaknya itu dengan sangat erat.

“Terima kasih, Wid.” Satya menepuk pelan adiknya. Sebenarnya ia ingin mengelus kepala adiknya itu, tetapi melihat penampilan Widan yang rapi, ia merasa tidak tega untuk merusaknya.

Dengan senyum yang tidak pernah luntur dari wajahnya, Elvan menghampiri Satya setelah Widan melepas pelukannya. Ia memberikan buket bunga kepada Satya. “Selamat ya, Sayang.”

Satya tersenyum lebar hingga matanya menyipit. “Terima kasih banyak, Van.”

Tanpa mengatakan apa-apa, ia membungkukkan sedikit tubuhnya dan mengecup bibir suaminya. Elvan tidak takut orang akan melihatnya, sebab sejak tadi ia memperhatikan semua orang fokus dengan putra-putri mereka sendiri, jadi tidak ada yang memperhatikan mereka. Karena itulah Elvan berani mencium bibir Satya.

Namun berbeda dengan Satya yang menatap Elvan dengan mata melotot atas tindakan Elvan. Akan tetapi Elvan hanya memberi respon dengan tertawa kecil. Seandainya mereka berada di rumah, Elvan sudah pasti akan melumat bibir itu karena saat ini kekasihnya ini sangat menggemaskan saat menampilkan ekspresi seperti itu.

“Kenapa kamu menciumku?” ucap Satya berbisik dengan mata yang masih melotot kepada Elvan.

“Tidak ada yang melihat kita,” kata Elvan santai.

“Bang Sat, ayo kita foto-foto.” Widan berkata dengan memegang kamera yang ia sewa. “Buat kenang-kenangan.”

Satya membawa semua orang ke tempat yang memang disediakan untuk berfoto setelah acara selesai. Elvan dan Widan bergantian memotret mereka dengan berbagai macam pose. Namun tidak berapa lama, ketiga sahabat Satya menghampiri mereka.

“Sat, ayo kita foto-foto buat kenangan,” ajak Jay dengan memegang sebuah kamera.

“Kalian foto-foto saja dulu,” ucap Linda saat Satya menatap mereka. Segera mereka bergeser dari tempat mereka untuk memberi kesempatan Satya dan teman-temannya berfoto.

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang