Mari komentar✨👌
***
Ghaza menyeringit mendapati raut tegang Habiba kala mereka tengah sarapan. "Kamu kenapa?"
Pagi ini. Seperti biasa Ghaza akan berangkat kerja. Dan Habiba kini punya kegiatan. Makanya perempuan itu turut rapi sekarang.
Pertanyaannya disambut gelengan pelan. Ghaza menarik kesimpulan sendiri, dia ingat hari ini Habiba ada event kepenulisan. Bukunya launching, bersama empat orang penulis lain yang terpilih. Habiba pasti merasa gugup bertemu banyak orang nantinya.
"Nggak usah tegang, Habiba. Kamu kebanyakan overthingking. Kalau gugup, tarik nafas. Kamu pasti bisa melalui ini."
Dukungan dari Ghaza membuat Habiba menghela nafas lega. Entah lah, dia terus deg-degan sejak semalam. Takut salah ucap, takut dalam bertindak dan menorehkan hal buruk. Habiba tidak terlalu percaya diri soal bicara di depan khalayak ramai. Dia terbiasa bercerita lewat aksara, berbagi rasa lewat kata-kata.
Kening Ghaza menyeringit heran saat Habiba menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Rupanya, Habiba sudah cemas bahkan ketika dia masih di rumah.
Ghaza lupa perihal acara ini, dia ada rapat koordinasi dengan Kairo. Dan itu tak bisa dilewatkan. Makanya dia tak dapat menemani Habiba meski perempuan itu sudah sering mengingatkan jauh-jauh hari. Hal yang tadi sempat membuat sang istri cemberut sesaat.
Untungnya Habiba mencoba rela, dia paham mengenai pekerjaan Ghaza. Tapi tetap saja, Habiba menerima kelupaan Ghaza setengah hati. Dia merasa Ghaza tak pernah memprioritaskan dirinya selama ini.
"Mau bareng ke sananya? Aku cuma bisa antar saja." kata Ghaza, mencoba merayu.
Habiba mengerjap. "Mas nggak telat nantinya?"
"Telat. Tapi nggak masalah, rapatku diadakan jam Sembilan. Acaramu jam berapa?"
"Dimulai jam Sepuluh, tapi aku harus standby dari pagi. Perkiraan selesai sebelum jam makan siang sih."
Ghaza hanya mengangguk tanpa membalas apa-apa. Keduanya lanjut sarapan dalam keheningan, Ghaza yang setia dengan tenangnya dan Habiba yang sibuk dengan berbagai pikiran.
***
Langkah Ghaza tampak cepat kala jam menunjukkan hampir pukul Sembilan. Ia gegas menuju meeting room yang dijadwalkan. Di belakang, sekretaris-nya mengekor sambil sesekali mengingatkan Ghaza perihal topik yang akan dibahas.
Bayu—lelaki yang kompeten itu setia menemani Ghaza. Dia sejak lama tak memiliki sekretaris wanita semenjak punya hubungan dengan Sabrina dan itu berlanjut hingga kini.
"Thanks, Bay. Good job, semoga nanti kita menang."
"Menang sih, Pak. Ini kan poinnya udah jelas banget. Kalau Pak Kairo setuju, rencana kerja baru ini bakal sukses besar. Kita harus menggebrak pasar dengan hal besar yang berisiko."
Ghaza mengangguk. "Saya bakal usahain ide-ide kalian dapat ACC komisaris kalau Pak Kairo menolak."
Tim Ghaza mempunyai sebuah proyek baru. Yakni terlibat dalam hal-hal berbau entertainment soal iklan, namun mengambil tema yang berbeda. Iklan akan dibuat sejujur mungkin. Produk milik Januzaj Corp bakal di review oleh banyak seleb media sosial dengan transparan.
Kala Ghaza hendak menarik kenop, dia mendapati Kairo tengah berjalan ke arahnya. Senyum sinis tumbuh di sana, Ghaza tak jadi masuk. Lebih memilih sabar agar Kairo tiba lebih dulu ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diaku, Luka-ku
EspiritualHabiba dan Ghaza sudah menjalani pernikahan hampir setahun kala sebuah rahasia yang disembunyikan sang suami terkuak. Meski Ghaza tampak dingin padanya, perhatian Ghaza yang kadang tak terbaca sukses membuat Habiba jatuh hati. Ia seakan tak menyada...