2. Saya Gunakan Satu

826 156 7
                                    

Arsena pernah kehilangan, satu fakta yang benar-benar membuat remaja itu hanya bisa terdiam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsena pernah kehilangan, satu fakta yang benar-benar membuat remaja itu hanya bisa terdiam. Mengingat detik demi detik yang dirinya jalani setelah kehilangan, membuatnya tersenyum tipis penuh arti. Sangat berat, Sena tidak pernah membayangkan sebelumnya jika dirinya akan merasakan kehilangan sebesar itu.

Arsena bukan dari keluarga yang serba berkecukupan, ia hanyalah anak desa yang mencoba mengadu nasib di kerasnya kota Jakarta. Sena kira akan mudah, ia bertemu dengan orang baik, lalu membantunya, kemudian hidup dengan baik di kota orang. Nyatanya berjalan tiga tahun Sena berdiri tegap di kota, tidak ada satupun yang menjadi alasan dirinya untuk tetap melangkah dengan penuh keyakinan.

Tidak ada, selama ini ia hanya merangkak, mencoba berdiri tanpa bantuan siapapun, mencoba berpacu lebih jauh dari yang dirinya bisa, sendirian. Selain pandai membuat tawa, Arsena juga pandai menyembunyikan luka.

Seperti saat ini, di saat Juna dan Yudhis menunjukkan raut wajah begitu cemas, di sertai gerak-gerik mereka yang gelisah sejak satu jam yang lalu. Sena masih bisa duduk dengan tenang, menatap orang-orang berlalu-lalang dengan santai, beberapa kali tersenyum pada perawat yang lewat. Tidak ada yang tahu betapa jantungnya berpacu tanpa kendali, telapak tangannya basah akan keringat, dan hatinya yang menolak tenang.

Sena menatap nanar pintu IGD di hadapannya. Di dalam sana ada sahabatnya yang entah bagaimana kabarnya, ada sahabatnya yang baru saja dirinya ingatkan untuk berhati-hati, ada sahabatnya yang selama tiga tahun dirinya di sini selalu ada di sampingnya.

Tidak lama setelahnya, pintu tersebut terbuka, membuat Sena seketika beranjak saat seorang dokter keluar dan bertanya, "Dengan keluarga pasien Nakula?"

"Saya wali kelas Nakula." Sadewa tiba-tiba datang dan menyahut, padahal sebelumnya di sana hanya ada tiga remaja. Sadewa pergi bersama perawat sekitar empat puluh lima menit yang lalu saat dokter mengatakan Nakula membutuhkan satu kantung darah. Awalnya hendak Sena, tetapi dilarang karena saat pemeriksaan, tekanan darah anak itu terlampau tinggi, akibat dari keterkejutannya.

Dokter tersebut sedikit tersenyum mendengarnya. "Pasien mengalami patah tulang pada pergelangan kakinya, akan saya jelaskan lebih detail di ruangan saya, mari ikut saya."

Sadewa mengangguk, lelaki itu menatap satu per satu anak muridnya, "Kalian temani Nakula."

Ketiganya menggeleng, "Mau ikut bapak." Ujar Juna.

"Pasien akan segera kami pindahkan, kalian bisa menemaninya sebentar." Dokter itu kembali bersuara, membuat ketiganya hanya bisa mengangguk setuju. Walaupun sebenarnya ingin sekali ikut mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari dokter.

Tiga remaja itu dengan beriringan memasuki IGD, mencari keberadaan Nakula dengan menilik satu per satu brankar. Hingga tiba di ujung ruangan, mereka melihat Naka tidak berdaya bersama seorang perawat yang tengah membenahi infus.

Saat ketiganya mendekat, perawat tersebut pamit undur diri, meninggalkan tiga remaja yang sama-sama menatap nanar sahabat mereka. Wajah tampan Naka harus dipasang plaster di beberapa bagian, lengannya juga mendapatkan beberapa jahitan. Dan yang paling parah adalah pergelangan kaki kiri Naka yang terlilit perban. Melihatnya saja membuat mereka bergedik ngeri. Naka adalah anak yang banyak tingkah, entah akan bagaimana jika dalam keadaan seperti ini.

Mr. Physics & SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang