13. Daftar Hitam

551 107 13
                                    

Pukul sebelas siang, Sesya hanya mampu menghela napas panjang, setelahnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Sadewa tengah asyik rebahan di sofa dengan televisi menyala, tangan pria itu memegang sebuah toples berisi cookies yang Sesya buat ke...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul sebelas siang, Sesya hanya mampu menghela napas panjang, setelahnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Sadewa tengah asyik rebahan di sofa dengan televisi menyala, tangan pria itu memegang sebuah toples berisi cookies yang Sesya buat kemarin. Jangan lupa dengan piyama bermotif beruang berwarna cokelat yang pria itu pakai. Sesya sendiri baru saja selesai mandi, ia bersedekap dada, berjalan mendekati Sadewa yang masih fokus dengan televisi.

"Gantengku, lo udah seminggu, kenapa hari ini masih begini? Kasian murid-murid lo."

Sadewa hanya melirik sekilas, kemudian kembali memakan cookies tanpa berniat membalas Sesya yang kian dibuat geleng-geleng kepala. Sesya duduk di single sofa, merebut toples di tangan Sadewa. "Lo udah sembuh, sana ke sekolah!" Serunya.

Sadewa terbatuk, lebih tepatnya pura-pura batuk, membuat Sesya memutar bola matanya jengah. Setelah kejadian malam itu, Sadewa memang jatuh sakit, tapi pria itu tidak batuk. Dan karena sakit itulah, ia absen dari sekolah, kerjaan Sadewa satu minggu ini hanya rebahan, makan, dan menonton Moana.

"Pliss lah, kalo lo nggak kerja, kita mau makan apa? Gue nggak mau miskin, ini gue udah nggak ada job soalnya."

"Malu."

Kini Sesya yang terbatuk sebab tersedak cookies, "What the hell, Sadewa Atmadja?! Ini alasan lo nggak kerja padahal sakit cuma sehari? Ya ampun, Astaga, lo bukan orang miskin, take down semua postingan tentang kita, clear."

"Kalo gitu nanti saya nggak terkenal lagi."

"Gosh, capek gue, dahlah."

Hening, hanya ada suara merdu Moana yang mengisi kesunyian ruang tengah milik Sadewa tersebut. Hingga tiba-tiba, ponsel Sadewa yang tergeletak di atas meja bergetar, Sadewa tanpa pikir panjang langsung menerima panggilan dari Liam tersebut.

"Beneran sakit nggak sih, Bos?"

"Ada apa?"

"Ini sebenernya nggak penting, tapi penting juga."

"Jangan bertele-tele, buruan! Bapak saya protes lagi?"

"Pimpinan Soenggono Group meninggal."

"Turut berduka, segera kirim karangan bunga!"

Jeda sejenak sebelum Liam kembali bersuara, "Kita nggak pernah ada hubungan kerja dengan mereka, Bos."

"Nggak apa-apa, Soenggono Group itu mega perusahaan—eh, wait, Soenggono?" Sadewa merubah posisi rebahannya menjadi duduk, dahinya berlipat mencoba menangkap signal dalam otaknya yang sepertinya baru saja tersambung.

"Iya, Kaisar Soenggono, pimpinan Soenggono Group, suaminya Thalia Hartono."

Seketika Sadewa beranjak dari duduknya, "Jangan bercanda, Liam!!" Suaranya sedikit meninggi, dalam pikiran Sadewa hanya ada satu nama, Nakula. Pria itu dengan panik berjalan cepat menuju kamarnya.

Mr. Physics & SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang