16. Andai Saja

835 81 7
                                    

"Mami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mami."

Thalia tersenyum lega mendapati putranya melangkah masuk ke dalam kamarnya, setelah sempat menghilang dari rumah selama dua hari. Thalia tidak menyusul, atau mencari Naka, sebab ia sudah tahu putranya pasti di sana, Thalia berpikir, Naka butuh privasi. Sebagai orang tua, sejauh ini Thalia tidak pernah ikut campur dalam urusan putranya, ia hanya memberikan arahan saja, ia selalu memberikan Naka ruang untuk dirinya sendiri. Bagi Thalia, anak memang miliknya, namun ia bukan milik anaknya, ia milik suaminya.

"Sini, biar Mami peluk." Thalia meletakkan majalah di tangannya, kemudian beranjak mendekati Naka yang juga tersenyum tipis dan menantikan pelukan dirinya.

"Maaf kemarin ninggalin Mami."

"No need, Prince. Mami juga minta maaf. Mau jalan sama Mami, Sayang?" Thalia mengusap rambut Naka dengan lembut.

Naka tentu saja mengangguk setuju, "Aku mandi dulu."

"Iya, Mami tunggu di bawah. Santai aja ganteng." Thalia terkikik mendapati Naka saking semangatnya, cowok itu malah menabrak pintu kamar Thalia yang tertutup rapat.

Thalia itu anak bungsu dari dua bersaudara, orang tuanya sampai saat ini masih hidup, punya kakak perempuan yang memang sedikit galak kalau dengan dirinya, punya keponakan tampan dan mapan modelan El, dan punya seorang putra yang menyempurnakan hidupnya, jadi kalau dipikir, ia punya banyak alasan untuk tersenyum. Thalia tidak butuh apapun lagi sekarang, cukup putranya selalu ada untuknya, itu cukup, oleh karena itu, ia siap melakukan apapun untuk kebahagiaan Nakula.

Nakula harus bahagia dengannya, dan kebahagiaan anak itu sebenarnya sangat sederhana, hanya dengan satu cup ice coffee less sugar saja Naka sudah bahagia, apalagi dibelikan ibunya. "Itu cuma kopi lho, Na. Kenapa kamu senyum-senyum begitu?" Thalia dibuat heran sendiri.

Naka menggeleng sembari menggandeng lengan ibunya, "Mami cantik."

"Eh, Ya Tuhan, kamu ketempelan apa?"

Naka tertawa, "Makasih kopinya, Mami. Jarang-jarang Mami beliin aku kopi, biasanya selalu Mami larang."

"Anak Mami udah besar ternyata, dulu kamu masih minum ASI, sekarang sukanya kopi."

Naka hanya bisa nyengir kuda, keduanya berjalan dengan tangan yang tak pernah lepas bergandengan di tengah ramainya taman kota. Alih-alih ibu dan anak, mereka lebih cocok menjadi sepasang kakak-adik. Beberapa lama mereka memutari taman untuk mencari makanan, sampai akhirnya mata Naka tertuju pada sebuah gerobak batagor, terlihat begitu ramai, sepertinya enak.

"Mami terakhir kali makan batagor kapan?" Tanya Naka.

Thalia terlihat berpikir, "Udah lama, Mami lupa, mau temani Mami mengingat rasanya lagi?"

Hanya dengan begitu, kini keduanya sudah duduk di sebuah bangku yang beratapkan sebuah pohon beringin besar sembari menikmati batagor masing-masing. Tidak ada obrolan berarti selama keduanya menikmati hidangan tersebut, hanya candaan kecil yang Naka lemparkan pada ibunya, membuat Thalia selalu tertawa setiap kali Naka bercanda. Cukup untuk Naka menjadi ragu untuk bertanya lebih lanjut tentang dirinya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr. Physics & SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang