3. Mati Kita

775 136 5
                                    

Sebelumnya, mohon dukungannya yaa

Satu bulan kemudian.

Selama beberapa minggu ini, setiap hari Naka tak pernah luput memandang wajah Sadewa, gurunya itu selalu datang setiap hari. Terkadang membawa makanan, kadang pula membawa beberapa baju untuk menginap di apartemennya. Dibanding dengan ketiga temannya, justru Sadewa yang lebih sering menjaganya, membantunya, juga melakukan check up, memastikan ia bisa sembuh.

Sadewa juga cukup sabar menghadapi Naka yang keras kepala, jangan mengira Naka sudah luluh dengan guru fisika tersebut, tidak, Naka justru semakin tak nyaman dengan Sadewa. Setiap melihat Sadewa selalu menyiapkan kebutuhannya sebelum pria tersebut pergi mengajar, selalu mengingatkannya tentang hal-hal kecil, juga selalu memastikan ia tidur dengan nyenyak, Naka menjadi merasa sangat merepotkan. Entah bagaimana ia akan mengganti jasa Sadewa nantinya.

Naka sudah berkali-kali mengatakan jika ia tak butuh Sadewa, Naka punya Mbak Ute, asisten pribadi ibunya yang merangkap menjadi pengasuhnya sejak lama. Perlu ditulis kalau ibu Naka mempunyai asisten sendiri untuk mengurus pekerjaan, tugas Mbak Ute benar-benar hanya memastikan Naka baik-baik saja saat sedang jauh dari orang tuanya. Tapi tetap saja, Sadewa tak peduli, dan tetap menjaga Naka seperti Malika.

Sadewa ingin memastikan Naka baik-baik saja, sementara Naka tak ingin merepotkan orang lain yang bahkan baru Naka kenal. Sejak kecil, Naka selalu mengandalkan dirinya sendiri, ia selalu mandiri, orang tuanya benar-benar mendidiknya menjadi anak yang kuat, anak yang bisa diandalkan, sebab ia anak satu-satunya. Lalu, saat ini tiba-tiba ada orang asing yang selalu menjaganya, Naka membenci itu, dirinya satu bulan ini bukanlah Naka yang sebenarnya.

"Jangan melamun!" Juna menepuk pipi Naka yang hanya diam memandang sarapannya, "Buruan makan, gue pesan taksi dulu." Lanjut Juna, cowok itu beranjak membawa piring bekas sarapannya untuk segera dirinya cuci.

"Gue mau pulang aja kalo begini."

Juna berhenti menggosok piring di tangannya, ia menoleh pada Naka yang menatapnya dengan sebuah senyum tipis, "Pulang ke rumah? Kenapa?"

"Satu bulan, gue udah nggak sanggup repotin kalian lagi, udah cukup. Jangan lanjutin cuci piringnya, biar gue telponin orang rumah, lo boleh berangkat sekarang, gue nggak jadi sekolah hari ini, mungkin besok."

Juna seketika buru-buru menyelesaikan kegiatannya, lalu duduk di dekat Naka, menatap sahabatnya itu serius. "Apa-apaan, dikit lagi lo sembuh, lo cuma patah pergelangan kaki, kata dokter bisa sembuh dalam waktu paling sedikit enam minggu, dan sekarang udah jalan minggu ke lima. Kita juga senang, nggak merasa di repotkan."

"Gue tahu, tapi kalian hampir tiap hari ke sini, gue cuma patah pergelangan kaki, nggak separah itu, kalian pasti punya hal lain yang lebih berguna daripada bolak-balik ke sini. Gue udah bilang gitu berkali-kali sampe capek sendiri, Jun. Hidup kalian punya kalian, jangan sia-siain waktu kalian buat orang lain."

Mr. Physics & SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang