15. Bangku Outdoor

509 88 18
                                    

"Maaf, Sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf, Sayang."

Nakula seketika terbangun, hanya dengan dua kata saja yang ayahnya ucapkan di dalam mimpinya mampu membuatnya bangun dalam keadaan napas tersenggal. Ia mengusap peluh di dahinya, kemudian memilih beranjak membuka jendela, ternyata sudah cukup siang untuk dirinya pergi ke sekolah.

Naka pergi mandi, lalu setelahnya baru ia keluar kamar, dan betapa ia terkejut mendapati Raheel sedang anteng menonton kartun di televisinya. Gadis itu bermalam dengannya? Di sini? Berdua saja?

"Hel." Panggil Naka, di sana Raheel berbalik, tersenyum kecil mendapati Naka berdiri di belakangnya.

"Ah, udah bangun? Maaf gue masih di sini, tapi gue nggak ngapa-ngapain kok, gue cuma numpang mandi aja tadi. Oh iya, gue juga udah beli sarapan buat lo. Ayo makan." Raheel berlari kecil menuju dapur, "Bentar gue panasin dulu, ya!!"

Begitu sarapan sudah siap, pun keduanya sudah mulai makan, suasana pagi itu hanya hening. Raheel tidak berani banyak bicara, sementara Naka bingung mau bicara apa.

Sampai akhirnya, karena tak tahan dengan keheningan, Raheel lebih dulu membuka suara, "Gue minta maaf, gue masih di sini karena nggak tega ninggalin lo sendiri, semalam lo sempet demam, nggak parah, tapi cukup hangat, syukurnya turun setelah gue kompres. Setelahnya gue nggak ke kamar lo lagi kok, gue jamin, gue juga tidur di sofa, beneran, suer ini mah."

"Maaf ngerepotin dan bikin lo tidur di sofa, makasih banyak juga."

Raheel hanya mengangguk saja, lalu kembali hening, Raheel benci ini, tapi ia sudah kepalang malu dengan kejadian semalam yang sangat menunjukkan bahwa dirinya ugal-ugalan sekali dalam bersikap, padahal ia dan Naka tak terlalu dekat. Semalam, Raheel berbuat dalam keadaan spontan, ia hanya ingin Nakula tenang, dan entah mengapa ia justru melakukan hal yang memalukan. Raheel pernah ada di posisi Nakula, ia tahu betul bagaimana rasanya, namun bedanya, saat itu ia sendirian, sementara Naka saat ini punya dirinya di sampingnya.

"Lo nggak sekolah?" Suara Naka kembali membuat Raheel mengangkat kepala, Naka di depannya hanya menampilkan wajah datarnya, tapi kenapa dia malah salah tingkah sendiri.

Raheel nyengir, "Nggak, dibilang gue nggak tega ninggalin lo. Kalo kenapa-napa gimana?"

"Kan, lo yang bilang, gue tinggal telepon lo, maka lo bakal datang dan peluk gue."

'Mampus, Hel, mampus lu!' Batinnya, "Ehm, itu cuma, itu, anu, kita kan nggak pernah tukeran nomor, jadi, itu cuma, gue, itu, anu—"

"Mana nomor lo?" Naka menyodorkan ponselnya kepada Raheel.

Dengan ragu tangannya mengambil ponsel tersebut, "Ini nggak apa-apa? Mungkin pacar lo—"

"Gue nggak punya pacar."

Raheel mengangguk mengerti, sepertinya bukan masalah kalau memberi Naka nomornya, aman. Jadi ia menyimpan kontaknya pada ponsel Naka, kemudian mengembalikan benda tersebut dengan senang hati, "Jangan lupa telepon. Lo bisa istirahat dengan tenang, abis ini gue pamit."

Mr. Physics & SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang