II.

647 79 2
                                    

⚠️Hati - hati ada typo ⚠️

-_-

Hyungseok duduk berlutut sambil menyatukan kedua tangannya berdoa di depan salah satu dari deretan batu nisan di tanah lapang itu, lalu meletakkan seikat bunga kesukaan ibunya. Dia bermaksud pamit kepada ibunya sebab dia sudah memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya di Seoul mengikuti saran dari saudaranya. Dia berharap agar semuanya berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan, memulai kembali semuanya di tempat dimana tidak ada yang mengenalnya. Semua perundungan yang telah dia terima sedikit banyak memberikan luka pada batinnya, jelas dia tak ingin merasakan itu kembali.

Sepulang dari pemakaman, dia dibantu bibi dan sepupunya mengemasi barang-barang miliknya yang tak seberapa banyak. Besoknya dia diantar pamannya pergi ke terminal bus, pria itu berpesan padanya agar sering memberi kabar dan mengunjungi mereka saat libur. Perjalanan ke Seoul dengan bus cukup memakan waktu sehingga dia secara tak sadar tertidur karena bosan.

Sesampainya di Seoul ia segera keluar dari bus, kini dirinya sedang menunggu kopernya diturunkan dari bagasi bus. Sambil menunggu pandangannya menyisir terminal itu yang terlihat lebih ramai dari terminal di tempat tinggalnya dulu. Ponselnya tak berhenti bergetar sedari tadi, kakaknya itu terus menerus mengiriminya pesan. Pasalnya dia sudah menunggu cukup lama dan kebingungan karena Hyungseok tak kunjung terlihat.

Hyungseok dapat melihat seorang pria melambaikan tangan padanya, kakaknya tampak berbeda dari apa yang ada diingatannya. Tubuh pria itu jadi lebih berisi dari waktu terakhir mereka bertemu. Sang kakak langsung menariknya kedalam dekapan hangat, bau feromon saudaranya yang tercampur dengan bau khas tembakau menyapa indra penciumannya.

"Capek?" Hyungseok mengangguk masih dalam pelukan pria itu, sebelum dia melepasnya karena melihat kehadiran pria lain selain saudaranya.

"Halo, Hyungseok ya?! Kamu tau nggak, orang seoul biasa menyapa pakai ciuman, loh?" ucapnya sambil merapatkan tubuhnya, satu tangannya menahan tengkuk Hyungseok yang masih kebingungan. Tarikan kencang dia rasakan dari lengan kanannya, Hyungseok menoleh mendapati kakaknya sedang menatap tak suka pria itu.

"Jangan macam-macam, Jungoo!" ucapnya tegas.
Pria yang dipanggil Junggo itu berdecih sambil menggumamkan kata pelit. Kakaknya kembali berujar  "Jangan dengarkan dia"

Hyungseok mengangguk, dia melihat pria berambut kuning itu menyibak rambutnya mencoba terlihat keren di depannya. Dia tersenyum karena pria itu masih berusaha mendekatkan diri dengannya setelah berkali-kali saudaranya itu meminta pria berambut kuning itu untuk tidak mengganggu Hyungseok.
"Uhhh... Manisnya. Aku nggak tau kalo Jonggun punya adik gemas sepertimu" ucapnya sambil mengusak rambut Hyungseok.

"Aku tinggal di desa sementara kakak tinggal di Seoul dari kecil, kami juga jarang bertemu kok" Hyungseok tersenyum pada pria itu, tak tau harus bersikap seperti apa padanya. Jungoo terus menerus mengajaknya bicara, menceritakan semua tentang dirinya meski Hyungseok tak bertanya dan itu membuat Jonggun yang kini tengah berada di kursi kemudi tak henti-hentinya menghela napasnya lelah.
"Kenapa juga Hyungseok harus mengenalmu? Nggak ada gunanya" ucap saudaranya itu, Hyungseok hanya tersenyum canggung mendengarnya.

"Jahat sekali, dengar ya Hyungseok kalau kamu butuh sesuatu kasih tau kakak ya?! Kakak bakal cus bantu kamu" kali ini pria itu merangkul bahunya, dengan jarak sedekat itu dia dapat mencium seperti apa feromon dari pria berambut kuning itu. Berbeda dengan bau kakaknya yang tercampur tembakau, yang dia cium kali ini bau murni feromon dari pria itu. Feromon itu membuatnya terbayang akan bau lautan dengan ombak berdebur teratur dan angin yang berhembus perlahan membuai helai rambutnya, menenangkan sekali hingga tanpa sadar dia menenggelamkan kepalanya dalam ceruk leher pria itu. Ditambah lagi usapan halus yang dia rasakan di rambutnya, dia memutuskan untuk menurunkan kewaspadaannya pada pria itu dan membiarkan dirinya terlelap.

"Tipeku" ucap Jungoo melirik Jonggun yang memperhatikannya lewat cermin dashboard.
"Udah dibilang jangan macam-macam"
Mendengar itu Jungoo hanya terkekeh, ini pertama kalinya dia melihat rekan kerjanya itu terus terang bersikap protektif pada orang lain. Tawanya semakin kencang saat dirinya membayangkan Jonggun yang akan bersusah payah menjaga Hyungseok nantinya, dilihat dari manapun paras pria yang lebih muda darinya itu sangat menawan. Dia tak sabar melihat siapa saja yang akan jatuh hati padanya nanti dan akan seperti apa Jonggun menyikapinya.
"Bangsat! berisik sekali" Jonggun menggerutu.

Hyungseok terbangun merasakan tepukan lembut di pipinya, wajah Jungoo lah yang pertama kali dia lihat saat membuka mata. Jonggun sudah tak ada disana, pria rambut kuning itu mengatakan bahwa saudaranya sudah terlebih dulu masuk membawa kopernya. Salahkan saja dirinya yang sulit dibangunkan, Jungoo hanya tersenyum maklum dengan Hyungseok yang kelelahan.

"Hmm... Mari kita lihat. Nilaimu cukup mengesankan tapi bukan itu masalahnya, kasus kemarin itu hambatan terbesarmu untuk masuk ke sekolah unggulan"
Setelah cukup istirahat dan makan malam, saat ini mereka sedang berbicara perihal ke sekolah mana Hyungseok akan pergi. Jonggun tengah sibuk membolak- balik berkas kepindahannya, sementara Jungoo sibuk mencubit gemas pipi Hyungseok sedari tadi.

"Nggak perlu unggulan, sekolah apa pun aku nggak masalah"

"Kamu yakin? tapi kemana ya?" Jonggun terlihat serius tentang hal ini sebab dia merasa bertanggung jawab pada Hyungseok terlebih dia sendiri yang mengajaknya untuk tinggal disini.
"Jaewon saja, ada Janghyun disana" ucap Jungoo setelah lama memilih untuk menutup mulutnya karena merajuk pada Jonggun yang selalu mengatakan bahwa dirinya terlalu berisik.

"Jaewon?" tanya Hyungseok memastikan kembali apa yang didengarnya.
"Ya, sepertinya aku punya brosur sekolahnya. Nah... Ini lihat sendiri"  Jonggun menyerahkan kertas bessar yang terlipat ke arahnya. "Dibandingkan sekolah-sekolah yang tadi aku tunjukan, Jaewon keliatan biasa aja, kan?"

Saudaranya itu masih berusaha menempatkan Hyungseok di sekolah yang bagus, brosur yang terserak dia atas meja, juga informasi yang Jonggun berikan padanya membuatnya terkesan. Pria itu memperlihatkan kesungguhannya saat dia bilang akan mengurus keperluan Hyungseok, dia sangat bersyukur atas hal itu.

Tapi dia tak mau terlalu merepotkan pria itu, sekolah unggulan dengan fasilitas luar biasa dirasa terlalu mewah untuknya. Nantinya dia juga akan memerlukan biaya yang tak sedikit, tabungan peninggalan kedua orangtuanya tak akan mampu menutup itu semua.

"Lumayan, aku mau kesini aja. Nggak masalahkan dengan kasusku?" ucapnya final, Jonggun hanya mengangguk saja sebagai jawaban.
"Kalian ini dari tadi membicarakan kasus yang aku nggak tau, memangnya segawat apa, sih?" tanya pria berambut kuning itu.

"Dia membuat orang yang merundungnya masuk rumah sakit" Jawab Jonggun dengan singkat. Meski dia korban dari aksi perundungan, Hyungseok tak bisa banyak membela dirinya. Apa yang dia lakukan juga tidak bisa dianggap sepenuhnya benar, dia akan tetap dicap sebagai pelaku kekerasan.

"Serius?! uwahhh keren"
Jungoo menepuk nepuk kedua tangannya membuat Hyungseok menatapnya bingung sebab dia bereaksi seolah apa yang dilakukan Hyungseok adalah hal yang luar biasa.
"Aku- aku nggak sengaja begitu"
"Nggak sengaja aja sampai masuk rumah sakit begitu?! Kalau kamu sengaja apa dia bakal mati?" Jungoo menatapnya dengan seringai terpasang dibibirnya, melihat itu Hyungseok langsung menggeleng ribut tak kuasa berkata-kata.

"Seharusnya kamu melakukan itu lebih awal, cuma pakai omongan seperti biasa nggak bikin dia berhenti, kan?" Kali ini giliran Jonggun yang bersuara, seringkali mendengar keluhan dari Hyungseok membuat pria itu jengkel bukan kepalang. Dia menahan semuanya selama ini, berusaha membiarkan Hyungseok hidup dengan mandiri dan sesuai keinginan dirinya sendiri.

"Udahlah, melawan itu butuh keberanian. Hyungseok udah cukup berani kok"
Jungoo menarik pipinya gemas "Selama ini kamu pasti susah ya Hyungseok, uhhh kalau nanti kamu diganggu lagi kasih tau kakak, ya? Biar kakak yang habisi! Heheheheh... Ayo jawab Hyungseok! Ya? Ya, kasi tahu kakak! Hmmm?"
Dia akhirnya mengerti pria disebelahnya ini tak jauh berbeda dengan saudaranya, dia tak tahu apa jadinya nanti kalau dirinya sembarang meminta. Mereka berdua terlihat suka sekali menghabisi orang lain, Hyungseok bergidik ngeri.

-_-

Ayok ditebak lagi, heheheh
Makasih semuanya yang udah sudi mampir, lopyu💕

CAROUSELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang