..
.
Sinar senja masuk melalui jendela, menerpa wajah itu. Perlahan kedua kelopak mata Kana terbuka.
Yang pertama ia lihat adalah Ray.
Duduk mengamati nya dipinggir kasur, membuat nya gelisah sendiri sebenarnya."lo pingsan. "
Kana tidak tahu ingin merespon Ray seperti apa, ingatan nya masih sedikit memproses.
"gua ga maksa lo buat ikut keBasment, kalo emang lo gabisa liat yang begituan jangan dipaksain. "
Suara datar itu lagi lagi menyapa indra pendengaran nya, membuat Kana semakin merenung. Jujur saja, akhir akhir ini sifat Raya seperti ini. Dingin, datar. Mungkin semenjak ia menjenguk Yaya pagi itu? Dan Nakasoya justru minta lebih baik dirinya dibunuh saja.
"Yaya gimana Ray? " guna memecah keheningan dan kecanggungan yang ia buat.
"masih tepar. Tadi semuanya berjalan lancar, gua ga sempet ngeliat semua proses nya karna harus ngebawa dan nemenin lu disini. Lo sih"
"hehee ya Maaf, terus dokter tadi masih disini? "
"dah balik. "
Kana lantas terbangun dari baringan nya. "yo anterin gua liat Yaya!" ucap nya menarik lengan Ray.
"emang lo uda mendingan-.. "
"bacod bangsad"
***
"kira kira kapan Yaya bakal bangun? " tanya Kana didalam kamar tersebut. Nakasoya dipindahkan pada kamar yang lebih layak, dan pasti nya bukan Basment. Kini selang infus tertancap pada salah satu tangan mungil nya.
"ya mana gua tau. "
Kana membelai surai hitam milik Yaya dengan lembut. "kalau Yaya ga bakal bangun lagi, gimana? "
Ray hanya mengedikan bahu acuh sebagai jawaban. Kemudian ia berjalan lebih dekat pada sosok yang sedang terbaring itu, digenggam nya jari jemari lentik Yaya.
Tanpa sadar, seulas senyum kecil muncul. "cantik" batin nya.
Raya mulai mendekatkan wajah nya.
Lebih dekat.
Dekat.
Dan-...
Cup
Ia tidak merasa sedang mengendalikan tubuh nya sekarang. Benda kenyal itu mendarat tepat dibibir ranum milik Nakasoya begitu saja. Menghiraukan satu insan yang kini sedang menatap nya dengan pandangan miris.
"dia gabakal kemana mana, Na. "
"dia bakal selalu sama gua. "
Gumam Raya.
Kana kesal, ia juga sedih. Ia ingin marah tapi ia tidak mempunyai hak untuk itu. Dan ketika ia ingin menangis, untuk apa ia menangis? Toh tidak akan merubah apapun. Ray memang sangat mencintai Nakasoya. Mencintai gadis itu dengan cara gila nya.
Tanpa ia sadar, Ray memberi semua Atensi nya kepada Kana. Tidak memperdulikan, atau bahkan mempertanyakan mengapa kedua mata itu kini terlihat merah.
"kita harus pindah ke Jepang beneran."
Kalimat itu menyadarkan Kana dari semua fikiran yang berputar didalam benak nya.
"kita bakal pindah lusa."
Mendengar itu Kana hanya bisa menghela nafas, Ray memang selalu mengambil keputusan dengan sesuka hati nya.
"lo juga bakal ikut gua sama Yaya kan, mommy Nana? " Ray tersenyum, memamerkan lengkungan indah dengan lubang cacat dipipi nya. Sedikit membuat Kana tertegun sebenarnya.
"y-ya gua bakal ikut lah! Gua ga ikut? Gila kali lo. "
***
Hari ini,
Sampai hari dimana keberangkatan tiba, Nakasoya sama sekali tidak menunjukan tanda tanda bahwa ia akan segera membuka kedua mata indah nya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
my girl
Short Story"cantikk" "lucuuu" Kata kata yang tidak pernah absen terlontar dari bibir seorang wanita, yg sedang menatap si teman sebangku. "Andai dia tau.. Betapa gw kagum sama semua hal tentang dia" Kata kata yang selalu terputar dikepala nya saat menatap gad...