Dark Romance
Rate M
Cinta yang keliru selalu buta. Cinta selalu membuat gembira, tak kenal hukum, bersayap dan tak terbatas. Dan cinta mematahkan semua mata rantai logika, sehingga mungkin bagi Hinata Hyuuga, William Blake tak pernah salah menulisny...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍁🍁🍁
Sakura menduga kalau Hinata sedang kelelahan dan mengalami stres, maka sebaiknya perempuan itu dilarikan ke rumah sakit. Naruto yang sigap, pergi membawanya keluar dari sekolah secepat mungkin agar Hinata mendapatkan penanganan.
Sudah dua hari Hinata tertidur, bangun-bangun dia berada di bangsal naratama yang semalam harganya mungkin saja lebih dari gaji yang diperolehnya selama sebulan.
“Kau sudah bangun,” Hinata melirik Naruto yang baru saja meletakkan vas bunga pada meja pantri. “Sepertinya kau sangat kelelahan, aku menyadari kekeliruan yang kuperbuat padamu. Apa sebaiknya aku minta maaf padamu?” suara pria itu hampir tidak terdengar, bukan karena suara Naruto yang semakin lirih, tetapi tubuh Hinata sangat ringan dan kepalanya semakin pening. Silau cahaya membuatnya mengernyit. “Ah, aku akan tutup tirainya. Pasti tidak nyaman.”
“Apa kau bisa memberikan aku air putih?”
“Tentu, tunggu, akan aku ambilkan untukmu.”
Sesudah menutup tirai, Naruto membantu Hinata untuk minum. Ia akhirnya bisa merasa lega ketika gadis itu kembali membuka mata. Apa jadinya jika Hinata tertidur selamanya, Naruto mungkin saja akan menyusul perempuan itu apa pun yang terjadi. Kalaupun kakeknya mengumpat karena kebodohannya, itu hal yang biasa baginya.
“Kau ingin aku memanggil dokter?”
“Aku baik-baik saja,” kata Hinata lemah. Dia berbaring masih dengan melihat sekitar. “Kau harus membayar kamar ini untukku, karena aku tidak sudi menguras tabunganku hanya untuk tinggal semalam saja,” Naruto tertawa. “Tidak lucu.”
“Iya, aku tahu itu tidak lucu,” tangan hangat dan besar itu menanggap tangan Hinata yang kecil. Naruto mencuri ciuman di punggung tangan Hinata, sementara tangan yang lain mencoba merapikan rambut panjang Hinata yang menempel di pipi. “Kau pasti terkejut malam itu. Sebenarnya, aku berencana untuk membongkar tempat itu dan melenyapkannya sebelum ketahuan olehmu. Semua orang menasihati aku, tetapi tidak satu pun dari apa yang mereka katakana bisa aku terima. Aku begitu menyukaimu sampai semua hal yang benar membutakanku. Maukah kau memaafkanku? Meski sulit, aku akan menunggu—sungguh, aku akan menunggu kau memaafkanku, Hinata.”
Hinata tersenyum sembari merasakan matanya berat. “Kau tahu, aku benar-benar sangat mengantuk sekarang, bisakah kau menungguku sebentar. Aku hanya ingin istirahat.”
Tangan Naruto mengusap kepala Hinata, sampai perempuan itu kembali tertidur. Ia jadi teringat dengan pesan terakhir Sakura sebelum meninggalkan dia di sana untuk menjaga Hinata sendirian. “Kau akan benar-benar menyesali perbuatanmu saat gadis itu menganggap perbuatanmu bukanlah sesuatu yang keji,” dan yang benar saja. Naruto merasa perbuatannya selama ini berhak bagi Hinata untuk tidak mengampuni dirinya, tetapi memikirkan perempuan itu menjauhinya, Naruto sepertinya tidak akan bertahan, untuk tidak membuat kekacauan yang lain.