O8 | In A Dream

94 19 2
                                    

In A Dream

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

In A Dream

———

ps. part ini penuh dengan fantasi.

"Dan sekarang, gue kangen banget sama lo."

Bibirnya sudah terbuka hendak membalas. Namun cahaya putih yang muncul di belakang Ezra menarik perhatiannya.

"Ezra—"

Detik saat lelaki itu mendekapnya, detik itu juga matanya dibuat buta sesaat karena cahaya putihnya semakin terang hingga Clara refleks menutup mata. Namun begitu dua matanya terbuka, dunianya sudah berubah.

Tidak ada pohon dan halaman yang luas. Tidak ada rumah, apalagi langit kelabu yang sebelumnya menaungi. Semua hanya putih. Clara mengerjap, ini terasa déjà vu. Maka dengan gerak yang sedikit kasar, dia melepaskan dekapan si pria.

"Kita di mana? Kenapa jadi gini?" tuntutnya. Namun Ezra memilih geming. Itu membuat Clara melepaskan hela napas jengah. "Ezra, jangan main-main. Lo bawa gue ke mana?!"

"Heaven."

Clara mendengus, kemudian tertawa. Menertawakan jawaban bodoh si pria. "Jangan ngaco deh. Mana ada surga kayak gini."

"Tempat dimana gue bisa nyentuh lo. Gue menyebutnya surga." Akhirnya pria itu menjelaskan. Lalu dengan semena-mena kembali memeluknya.

Clara mengerjap. Ezra tidak berbohong, benar mereka bersentuhan. Dan itu membuat darahnya berdesir tanpa sebab yang jelas. Ini nyata, Ezra hidup. Lantas, bagaimana bisa Clara melewatkan kesempatan emas itu dengan hanya berdiam diri?

Ia balas memeluknya, bahkan lebih erat dari si pria. Seolah menegaskan bahwa ialah pihak yang paling merindu di sini.

"Gue juga," katanya pelan, teredam dalam dekapan.

Detik itu juga, Ezra bersumpah dalam hati, ia tidak akan melupakan momen ini, bahkan sampai ia mati nanti.

Sementara Clara, gadis itu masih nyaman dengan posisinya. Bertahan dalam kehangatan itu untuk beberapa detik setelahnya. Sampai akhirnya ia yang pertama menyudahi kontak fisik itu karena teringat sesuatu.

"Ini pasti mimpi," ujarnya, kemudian menepuk-nepuk pipinya sendiri.

Ezra meringis, tepukannya terdengar kencang, tapi tak ada rintihan yang terdengar. Padahal tepukannya sudah masuk dalam kategori tamparan. Ia yang melihat itu lekas mencekal pergelangan tangan Clara. "Lo ngapain?"

"Mau ngecek ini mimpi atau bukan. Tapi kok gak sakit sih?"

"Ini bukan mimpi, dan lo gak bakal bisa ngerasain apa-apa karena lo makhluk. Kita di tempat ilusi. Namanya rumah duplikat."

"Rumah duplikat?"

"Tempat lo bisa minta apapun, maka apa yang lo minta bakal langsung ada di depan mata lo."

The Cure | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang