O1 | Lelaki Yang Kehilangan Raganya

271 29 10
                                    

Lelaki Yang Kehilangan Raganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lelaki Yang Kehilangan Raganya

———

"Ahh... hari yang panjang."

Saat menatap rembulan di atas kepalanya, seulas senyum hadir di bibir Clara. Seperti batinnya barusan, hari ini hari yang panjang. Hari yang cukup berat. Namun berhasil ia lalui dengan hebat.

Jika dipikir lagi, hari ini berlalu sangat cepat. Entah mungkin Clara sibuk mengikuti rangkaian acara penyambutan mahasiswa baru di Universitas Gunadarma. Sampai ketika ia melirik smartwatch di pergelangan tangan, iris matanya membesar tatkala melihat jam yang tertera.

Sudah hampir jam 10, itu berarti ia sudah di acara ini selama kurang lebih 14 jam. Lelah? Jangan ditanya. Tubuhnya serasa remuk karena terus saja diajak bergerak. Maka sebelum pulang ke tempat kost, gadis itu mampir membeli nasi goreng di persimpangan jalan karena jelas tidak akan sempat jika memasak.

"Mas Dion, nasi goreng pedes satu."

"Agak lama gak pa-pa, Ra? Ngantri soalnya."

"Nggak, Mas, sekalian numpang istirahat."

"Yaudah, tunggu ya."

Saat melangkah untuk duduk, kakinya sempat berhenti sejenak setelah menyadari tempat langganannya ternyata se-ramai itu. Hanya tersisa 1 kursi yang kosong, itu pun di samping seorang perempuan muda yang tengah bercengkrama dengan pasangannya.

Hanya dengan begitu, rasa gugup mendekap Clara. Untuk perempuan yang jarang keluar rumah, dan mendapat gelar antisosial di setiap jenjang pendidikan, hal sesederhana itu bisa membuatnya sesak napas. Karena bagaimanapun, keramaian hanya akan memberikan luka untuk Clara.

Tapi mau menunggu sambil berdiri saja? Bukankah itu tidak sopan? Apalagi melihat ramainya pelanggan, sepertinya pesanannya juga masih dalam antrian. Akhirnya setelah berusaha tidak peduli, Clara memaksa diri duduk di kursi kosong itu.

Rasanya aneh, padahal orang-orang di sana juga tidak memperhatikannya sama sekali. Benar, itu hanya ilusinya.

"Ra, toppingnya kayak biasa?"

Di tengah sibuknya menenangkan diri, Mas Dion bertanya lagi. Clara menjawab dengan gelagapan. "Oh? Ah, iya, Mas, biasa aja."

Tak berselang lama, ponselnya bergetar panjang. Asalnya dari dalam tas selempang. Ketika diperiksa, ada panggilan internasional dari Papa.

"Halo."

"Kamu benar-benar nggak akan telepon Papa kalau Papa nggak duluan ya?"

The Cure | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang