The Cure | Mark Lee Local Universe
---
"Gue bisa bantu lo nemuin jati diri lo lagi."
"Gimana caranya?"
"Ya kita telusuri pelan-pelan."
"Gimana kalau... di tengah penelusuran itu gue tiba-tiba... hilang?"
"Hilang?"
"Lo tahu manusia yang baru meningga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Walk On Memories
———
ps. italic itu dialog clara nanti.
Hujan.
Dan yang pertama mengusik pikirannya adalah, kakinya berpijak di tanah yang luas. Sejauh mata memandang, hanya rerumputan hijau yang ia temukan.
Ini surga?
Satu kali melangkah dan semua berubah. Clara membeku ketika akhirnya mengenali tempat ini. Suasana yang tadinya nyaman berubah mencekam ketika dirinya mendadak dikelilingi makam.
San Diego Hills.
Tiap momen di hari di mana Hadrian mengajaknya mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Tante Niki masih segar dalam ingatan Clara. Bahkan dia ingat betul rumah abadinya tak jauh dari sini.
"Gue udah mati?" Otaknya bertanya-tanya, sebab ia ingat kepalanya terluka setelah dihantam vas kaca.
Namun praduga itu dipatahkan ketika dengan tiba-tiba, Ezra berlari di hadapannya. Laki-laki itu melewatinya seolah Clara tidak ada. Seragam SMAnya sudah basah kuyup, berbeda dengan dirinya yang masih kering walau sama-sama ditimpa hujan.
Seragam SMA?
"Dri, lo di mana?!"
Di tengah berisiknya suara hujan, telinganya samar-samar menangkap teriakan Ezra. Saat ia melangkah mendekatinya, dilihatnya lelaki itu sedang bersimpuh di dekat perempuan yang terbaring tak sadarkan diri. Satu tangannya berusaha menghalau air hujan agar tak jatuh di wajah wanita itu.
"Gue-di-SDH-sekarang." Ezra berkata lagi, dan tiap katanya diberi penekanan. "Ada wanita pingsan di deket makam Mama."
Entah apa yang mereka bicarakan, Clara hanya melihat Ezra tampak frustasi sekaligus kesal sebab langsung mendecak begitu telepon usai. Lalu tanpa berpikir lama bangkit, membawa wanita itu ke gazebo makam ibunya.
"Tante? Tante bangun." Hujan sudah berubah jadi gerimis rapat. Begitu Ezra tiba, dia lekas menanggalkan seragamnya, menyisakan kaos putih polos yang setengah basah. "Tante?"
Dua matanya mulai bergerak-gerak, Ezra tersenyum lega. Namun tidak dengan Clara. Wanita itu Sania, dengan wajah yang sedikit lebih muda.
"Tante baik-baik aja? Kenapa bisa pingsan di pemakaman?"
Wanita itu terlihat lingkung sesaat, sebelum akhirnya tersadar dan lekas menukar posisi jadi duduk.
"Saya... di mana?"
"Tante tadi pingsan di sana," jawab Ezra, menunjuk jauh ke depan. "Tante sakit? Wajahnya agak pucat."
"Saya belum sempat makan hari ini. Makasih ya, Nak, sudah menolong saya."
"Tante lagi mengunjungi kerabat di sini?"
Kepalanya mengangguk sekali. "Iya, suami saya dimakamkan di sini." Dan walau nada bicaranya terdengar biasa, Ezra bisa melihat raut wajahnya berubah sendu. Matanya meredup. Yang lalu berubah biasa dalam sekejap. "Saya harus pergi," pamitnya. Namun dengan cepat Ezra halang.