Chapter 2

207 22 0
                                    


Deidara, lelaki berambut pirang panjang serta sepasang mata berwarna biru itu memang memiliki kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat kebanyakan orang.
Kemampuan yang merepotkan menurutnya. Disaat banyak orang bisa hidup tenang dengan melihat sesuatu yang normal-normal saja. Deidara harus melihat sesuatu yang tidak normal dan diluar nalar.

Tidak hanya melihat. Bahkan beberapa sosok yang ditemuinya menjadi mengikutinya kemanapun dia pergi. Seperti saat ini contohnya. Sejak Tobi tau bahwa Deidara bisa melihatnya. Sosok arwah itu jadi mengikutinya kemanapun dia pergi.

Arwah menyebalkan itu kini tengah duduk di atas meja, tepat di depan Deidara yang sedang ada kelas. "Tobi, bisakah kau turun dari situ dan bertingkah sewajarnya." Dirinya menjadi tidak fokus karena Tobi ada di sana. Arwah tidak sopan.

"Lalu aku harus duduk dimana?" Pertanyaan itu diajukan Tobi tanpa menghilangkan senyum bodoh dari wajahnya.

"Pergilah kembali ke apartment. Kau hanya mengganggu." Deidara berujar dengan mata melotot. Untung dirinya duduk di bagian paling belakang, jadi tak ada orang yang akan mentapnya aneh karena ketahuan berbicara sendiri.

Bukannya menurut, Tobi malah menggeleng heboh, "Tidak mau. Aku ingin dengan Dei."

"Tapi kau mengganggu Tobi." Sungguh. Jika Tobi itu bukan arwah, maka Deidara akan memukulnya sekarang juga.

Setelah Deidara berkata demikian, Tobi hanya bergumam baiklah dan tiba-tiba saja menghilang. Deidara kira arwah itu akan pulang ke apartment. Tapi diluar dugaan sosoknya kini malah berdiri di belakang dosen yang sedang mengajar dan menirukan seluruh gerakannya. Bahkam Tobi juga menirukan bagaimana dosen itu berbicara membuat Deidara hampir saja tertawa terbahak.

"Ppfft...."

"Deidara." Panggilan dari dosennya yang ada di depan membuat Deidara memfokuskan pandangannya pada lelaki tua itu. "Apa ada yang lucu di kelasku?"

"Tidak, Prof. Maaf karena sudah membuat gaduh."









































Halaan nafas keluar dari bibir sewarna mawar milik Deidara. Lelaki itu baru menyelesaikan kelasnya pada jam makan siang. Dan ini adalah saatnya untuk berangkat ke cafe.

Tapi sebelum itu Deidara melangkahkan kakinya ke toilet. Selama menelusuri lorong, sepasang mata biru itu menoleh ke kanan dan ke kiri guna mencari sosok Tobi yang sejak kelas terakhir tadi tiba-tiba saja menghilang.

"Mungkin dia kembali ke apartment." Batin Deidara.

Begitu sampai di depan pintu toilet, Deidara langsung membukanya dan betapa terkejutnya dia ketika pintu terbuka yang dilihatnya di depan mata adalah wajah bodoh Tobi yang tersenyum lebar seakan tanpa rasa bersalah.

"APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI BODOH?" Tanpa sadar Deidara berteriak saking kagetnya hingga beberapa mahasiswa yang tak sengaja lewat menatapnya dengan pandangan aneh. Hal itu hanya membuat Deidara berdeham dan seakan tak terjadi apa-apa dia langsung memasuki toilet dengan wajah kalem.

"Wajah kaget Dei sangat lucu ketika melihatku. Apakah aku sebegitu tampannya?" Tobi mengajukan pertanyaan sambil melayang-layang di udara membuat lelaki bersurai pirang itu menggertakkan giginya kesal.

"Bisakah kau muncul dengan cara normal, dan berhentilah berputar-putar di atas sana. Kau terlihat semakin bodoh." Ujar Deidara lali menyalakan kran wastafel dan mencuci tangannya.

Setelah selesai dengen kedua tangannya, Deidara mengeluarkan sisir dari dalam tas dan menyisir rambutnya yang terlihat berantakan setelah ikatannya dilepas. Lalu lelaki itu dengan telaten mengikat rambutnya ekor kuda. Persiapan sebelum bekerja, karena jika dibiarkan tergerai maka ini akan sangat mengganggu.

"Wah, Dei kenapa sangat mempesona." Ucap Tobi yang kini ada duduk di atas wastafel sambil memperhatikannya dengan wajah kagum. "Jika Dei adalah seniorku di kampus mungkin aku akan jatuh cinta."

Tobi berbicara dengan kedua mata yang berkediap kagum serta kedua tangan terkepal di depan dada. Bukannya terlihat imut atau menggemaskan sosok arwah itu malah terlihat semakin menyeramkan dengan setengah wajahnya yang rusak.

"Belum tentu aku akan jatuh cinta padamu." Ucap Deidara, "Lagipula aku sudah punya kekasih."

"Benarkah?" Suara Tobi yang tadi ceria berubah menjadi lirih tak bertenaga. Arwah itu memegang dadanya seakan terluka dengan ucapan Deidara barusan, "Tobi patah hati."

Sebagai balasan, Deidara hanya memutar bola matanya malas atas respon Tobi yang berlebihan, "Dan dia akan menjemputku sekarang untuk mengantarku ke cafe. Ngomong-ngomong tadi kau pergi kemana?"

Lelaki itu keluar dari kamar mandi diikuti Tobi yang tiba-tiba saja kembali menunjukkan binar ceria diwajah pucatnya setelah mendengar pertanyaan Deidara.

"Tadi Tobi mengobrol dengan wanita cantik yang bergelantungan di pohon belakang sana."

Jawaban Tobi membuat si pirang mencoba mengingat siapakah yang dimaksud.

Karena setahunya ada dua sosok bergelantungan di pohon belakang kampus. Sosok satunya cukup agresif karena sering menggenggu, ditambah penampakannya yang cukup menyeramkan dengan rambut dan kaki panjang menyentuh tanah. Sedangkan sosok yang lain sedikit lebih kalem karena tak pernah mengganggu walau anggota badannya tidak lengkap karena tak memiliki kaki.

"Jangan bermain dengan mereka, Tobi. Kau akan menjadi semakin aneh nanti." Nasehat Deidara dan langsung memasuki mobil sang kekasih yang ternyata sudah terparkir rapi di parkiran kampus.

"Danna." Pelukan erat Deidara berikan pada lelaki tampan bersurai merah yang juga langsung mendapat balasan serupa, "Aku rindu Danna."

Cup...

Lelaki yang dipanggil Danna itu mengecup bibirnya singkat membuat Deidara merona, "Aku juga merindukanmu, bocah."

"Pekerjaan Danna sudah selesai?" Tanyanya tanpa melepaskan lengannya yang terkalung dileher sang kekasih, "Apakah setelah ini kita bisa sering bertemu?"

Sasori, adalah kekasih Deidara sejak dua tahun lalu. Sangat dewasa dan sabar menghadapi Deidara yang terkadang sulit dibantah dan banyak tingkah. Maklum saja, usia Sasori sudah 35 tahun.

"Entahlah, tapi semoga saja kita bisa sering bertemu." Jawaban Sasori membuat Deidara merengut. Kekasihnya ini adalah seorang perancang busana yang cukup terkenal. Bahkan beberap kali pernah mengadakan pameran busana. Tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri.

Prestasi yang cukup cemerlang membuat Deidara bangga dan sedih disaat bersamaan. Bangga karena sang kekasih dapat menggapai mimpinya dan sedih karena waktu yang mereka miliki selalu terbatas.

"Tak apa, yang penting masih bisa bertemu sesekali." Hibur Deidara pada dirinya sendiri.

"Aku akan meluangkan waktu."

Lalu mereka melepaskan tubuh masing-masing dan bersiap untuk berangkat. Dan ketika Deidara melihat ke belakang melalui kaca spion mobil. Ada Tobi yang duduk disana dengan pandangan wajah datar, mata mereka sempat bertatapan sampai Deidara mengalihkan pandangannya menuju jalanan. Tatapan Tobi itu agak....menyeramkan.









TBC...

Tasokare (Tobi/ObitoxDeidara)  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang