Chapter 14

199 18 3
                                    


















Jalanan malam memang terasa sepi dan sunyi. Ditambah sisa-sisa air hujan yang sesekali masih menetes ke tanah membuat orang-orang mungkin lebih memilih untuk pulang lebih awal atau bergelung di bawah selimut sambil menonton film ditemani segelaa cokelat hangat.

Yah, itu orang-orang. Tidak untuk Deidara yang beberapa kali harus merapatkan jaket guna menghalau hawa dingin yang dengan tidak sopannya menelusup melalui sela-sela jaket yang tak tertutup rapat.
Lelaki pemilik rambut panjang sepinggang itu dengan terburu memasuki lift yang akan membawanya ke kamar apartment. Hanya ada dirinya dan seorang nenek tua—juga seorang bocah perempuan yang berdiri di belakang nenek tersebut.

Deidara tak sengaja bertatapan mata dengan bocah itu dan langsung mengalihkan pandangan ketika tau mereka tidak sealam. Namun si bocah tidak melakukan apa pun, hanya tersenyum tipis lalu mengikuti nenek tersebut keluar dari lift.

"Itu cucunya...?" Tanya Deidara ragu pada dirinya sendiri.

Sebenarnya semenjak kepergian Tobi, jarang sekali Deidara bertemu dengan arwah gentayangan atau yang sejenisnya. Bukan berarti tidak pernah, hanya sesekali dan mereka tak pernah mengganggunya. Mungkin hanya bertatap mata sambil lalu—seperti dengan anak perempuan tadi. Atau hanya berkomunikasi seadanya—itu juga kalau Deidara menanggapi. Jika tidak, mereka hanya akan pergi. Tidak seperti dulu yang mana mereka akan mengikuti Deidara.

Begitu memasuki apartment, Deidara langsung disambul oleh lampu ruang tengah yang menyala, pintu balkon yang terbuka, serta sepasang sepatu yang tanpa menebak Deidara sudah tau siapa yang ada di dalam sana.

Tak mempedulikan itu semua. Si pirang yang sudah ingin berendam air di dalam bathup itu langsung memasuki kamar dan membuka seluruh pakainnya. Tanpa peduli ada seorang lelaki di balkon apartmentnya tengah menghisap sebatang rokok.








...







Selepas mandi dan melakukan berbagai ritual seperti mengeringkan rambut dan memakai beberapa produk kecantikan. Deidara keluar dari kamar dan melihat lelaki tadi yang berdiri di balkon kini sudah duduk si sofa ruang tengah. Sedang sibuk dengan ponselnya.

"Pulang sana." Usir Deidara pada lelaki itu. Sambil membuka pintu kulkas dan mengeluarkan beberapa cemilan, "Kau punya rumah yang lebih luas dan nyaman, Obito. Kenapa betah sekali disini, huh?"

"Memang kenapa kalau aku lebih betah di sini?" Bukannya menjawab, si Uchiha itu malah mengambil salah satu snack Deidara dan memakannya tanpa beban.

"Sudah kubilang karena kau punya rumah yang lebih besar dan nyaman. Dan lagi kau itu aktor. Memang tidak takut ketahuan media kalau sering di sini?" Cecar Deidara pada si Uchiha yang kini sudah mengambil posis nyaman. Menyilangkan kedua kaki dan duduk menghadap Deidara.

"Kalau ketahun ya tinggal bilang saja kalau kau kekasihku." Jawaban enteng yang keluar dari mulut Obito itu membuat Deidara memberinya pelototan mata.

Selain selalu menganggap enteng semua hal. Obito juga termasuk orang yang keras kepala dan seenaknya. Seperti selalu ada di apartment Deidara. Entah itu sepulang karja atau jika tak ada jadwal.

Tak jarang Deidara mengusir lelaki itu, tapi seakan tak peduli Obito tetap bebal dan kembali ke sini. Bahkan Deidara pernah menggati password pintu tapi si tidak punya malu itu terus menelfonnya tanpa henti ketika di kelas bahkan hingga Deidara sampai di tempat kerja. Merepotkan.

Jadi sejak saat itu Deidara menyerah dan membiarkan Obito melakukan sesuka hatinya. Lagipula lelaki itu tak pernah aneh-aneh. Hanya ada di sini sepanjang waktu.

Tasokare (Tobi/ObitoxDeidara)  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang