Chapter 12

155 20 9
                                    







































Dua orang lelaki kini tengah duduk berhadapan dengan selembar kertas yang ada ditangan mereka masing-masing. Salah satu dari mereka tengah fokus pada kalimat demi kalimat yang tertulis rapi di atas kertas, "Jadi, satu minggu dari sekarang akan diadakan gala premier untuk filmku yang sempat tertunda penayangannya? Secepat itu?"

"Tidak bisa dibilang cepat juga sebenarnya karena agensi sempat menjadwalkan tiga hari setelah kau keluar dari rumah sakit. Untungnya aku bisa meminta kelonggaran." Juzo selaku manager Obito yang baru memberikan penjelasan.

Helaan nafas keluar dari bibir Obito. Lelaki bertubuh tinggi itu menyandarkan tubuhnya dan menutup mata, "Mereka benar-benar memanfaatkan ketenaranku dengan baik."

"Itulah kenapa uang jutaan dolar selalu mengalir deras ke rekeningmu. Karena kau tenar dan mereka hampir menerima semua usulan kerja sama. Kecuali film karena kau sendiri yang memilihnya." Jelas Juzo, "Ngomong-omong bagaimana keadaan si kuning? Kau terlihat sangat mengkhawatirkannya."

"Dia pirang, Juzo."

"Sama saja menurutku."

Obito melempar kertas yang tadi dipegangnya ke atas meja dan berdiri. Lelaki itu lantas memandang Juzo dengan tatapan serius, "Jangan sampai keberadaan Deidara diketahui media."

Lelaki yang diberi perintah hanya mengangguk mengiyakan tanpa bertanya lebih lanjut.
















.....










"..."

"Tidak usah khawatir, Karin. Asam lambungku naik dan sekarang sudah lebih baik." Ujar Deidara pada Karin yang tiba-tiba saja menelfonnya ditengah malam.

"..."

"Tidak perlu." Larang Deidara ketika Karin berkata akan menjenguknya di rumah sakit, "Sampaikan saja pada Bos Kakuzu kalau aku tidak bisa masuk kerja sampai keluar dari rumah sakit."

"..."

"Ya, terima kasih."

Sambungan telepon terputus. Rekan kerjanya itu ngotot ingin menjenguk Deidara ke rumah sakit ketika tadi tiba-tiba saja dirinya absen kerja tanpa alasan yang jelas. Dan Deidara tentu saja melarang wanita itu untung datang.

Sebab sampai sekarang dia masih bingung kenapa bisa Obito—seorang artis papan atas mendatangi apartmentnya dan membawanya ke rumah sakit. Bahkan sempat-sempatnya menemani Deidara hingga tersadar. Itu cukup membuat tanda tanya besar diotaknya.

"Menurutmu kenapa?" Tanya Deidara pada arwah perempuan yang berdiri diam di sudut ruang.

Arwah itu melayang dan kini ada tepat di samping Deidara, "Sudah kubilang mungkin saja dia mencintaimu."

"Dan sudah kubilang juga kenapa dia mencintaiku. Kita bahkan tidak saling kenal sebelumnya. Jadi, bagaimana bisa dia mencintaiku." Tegas Deidara. Si pirang itu masih tak habis pikir kenapa arwah di depannya bisa berkata demikian.

"Hey, pirang. Walaupun aku arwah, tapi aku ahli dalam membaca ekspresi dan tatapan manusia. Bisa saja kau sempat menolongnya atau apa hingga dia jatuh hati padamu." Ekspresi arwah itu cukup menyeramkan ketika menjelaskan membuat Deidara sedikit merinding.

"Sudahlah. Jangan bahas itu." Ucap Deidara mengakhiri perdebatan, "Ngomong-ngomong apa kau ingat bagaimana kau mati?"

Arwah itu menerawang, lalu memainkan selang infusnya sebelum menjawab, "Itu adalah bagian yang paling aku ingat."

Tasokare (Tobi/ObitoxDeidara)  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang