Masih dengan perasaan yang tidak karuan, Deidara memaksakan diri untuk menjalani rutinitasnya seperti biasa. Pikirnya, kalau dia hanya diam di rumah, pastilah kejadian tadi malam akan terus berputar di kepalanya, dan itu sungguh menyedihkan.
Sejak perjalanannya dari kampus menuju cafe, Deidara terus merenung. Memikirkan kenapa dia tidak bisa melawan lebih keras lagi padahal dirinya ini lelaki. Masih teringat dengan jelas bagaimana tangan lelaki itu menyetuhnya. Deidara bergidik jijik dan mengusap bahunya dengan kasar.
"Sial. Kenapa aku tidak bisa lupa." Deidara mengacak rambut pirangnya asal.
"Dei masih terus ingat kejadian semalam, ya. Maaf karena Tobi datang terlambat." Suara yang serat akan nada penyesalan itu datang dari sebelahnya. Arwah Tobi ini sejak tadi pagi selalu mengekorinya dan tak menghilang sedetikpun, bahkan ketika Deidara ada kelas, Tobi ada di sebelahnya, diam tak melakukan apapun.
"Tidak apa-apa, bukan salahmu, Tobi." Ujar Deidara lirih, "Harusnya aku bisa melindungi diriku sendiri."
"Tapi Tobi-" Deidara meletakkan telunjukanya di bibir sebagai tanda supaya Tobi diam dan tidak melanjutkan ucapannya.
Dirinya sudah sampai di cafe, membuka pintu lalu langsung berjalan menuju ruang ganti. Ini sudah lewat jam makan siang, jadi tak heran jika hanya ada sedikit pengunjung.
Di dalam, Deidara bisa melihat Hidan dan Sasame tengah mengobrol.
"Siang." Sapa Deidara pada keduanya.
"Siang Dei-" Hidan tiba-tiba saja menghentikan ucapannya dan berjalan mendekat ke arah Deidara, "Astaga, Deidara-chan, apa yang terjadi pada wajahmu? Kau dipukul?"
Deidara langsung meringis kesakitan ketika Hidan memegang luka disudut bibirnya. Pukulan lelaki brandal semalam cukup keras hingga sudut bubir Deidara berdarah dan kini menyisakan memar, "Hanya kecelakaan kecil."
Grep...
Sasame mencekal salah satu lengannya dan menyingkap kemeja panjangnya, "Pergelangan tanganmu juga memar, kau berkelahi dengan siapa?"
Deidara tak langsung menjawab, dirinya malah kembali mengingat detail kejadian semalam. Kedua telapak tangannya gemetar, tapi dengan cepat Deidara menarik lengannya dari Sasame dan menyembunyikanya di belakang tubuh.
"Deidara-chan, ada apa?" Hidan kembali bertanya sambil memegang bahunya.
"Sshhh, Hidan..." Luka yang Deidara dapat semalam memang cukup banyak, mulai dari sudut bibirnya, pergelangan tangannya yang memar karena dicengkeram terlalu erat, lalu bahunya yang juga membiru karena dia sempat terjatuh ke tanah dengan karas, dan Hidan baru saja memegang pundaknya cukup keras.
"Yah, apa yang sebenarnya terjadi?" Sasame dengan kasar menarik kemeja yang dikenakannya hingga luka dibagian bahunya terlihat.
"Deidara-chan, siapa yang memukulimu?"
"Duduk, Deidara! Aku akan mengobati ini." Sasame menarik Deidara dan mendudukannya kasar pada bangku panjang di tengah ruangan. Perempuan berambut oren itu lalu mengambil kotak P3k dan duduk di depan Deidara.
"Kau tidak mengobatinya apa bagaimana? Kenapa bisa sampai seperti ini?" Perempuan itu mengoleskan salep pada luka dipergelangan tangannya.
"Siapa yang memukulimu, Deidara-chan, bilang padaku, aku akan balas memukulnya sampai babak belur." Hidan berbicara dengan emosi yang kentara, "Dewa Jashin akan mengutuk manusia-manusia yang menyakiti manusia lain."
Deidara masih terus diam, dia hanya memperhatikan Sasame yang kini merawat lukanya. Tadi malam memang Deidara terlalu lelah menangis hingga ketiduran, dan ketika bangun dirinya hanya melihat wajah kacaunya di cermin lalu mengabikan lukanya yang belum diobati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasokare (Tobi/ObitoxDeidara) END
FanfictionTasokare adalah saat kondisi bukan sore atau malam. Keadaan saat garis dunia menjadi samar dan mungkin bisa bertemu sesuatu yang lain. Semua tokoh yang ada dalam cerita adalah milik Masashi Kishimoto. Penulis hanya meminjam nama dan visual. Tags:...