Chapter 3

173 26 1
                                    




Hari beranjak siang, matahari semakin terik, dan cuaca semakin panas. Deidara kini sedang mengipasi wajahnya yang memerah menggunakan selembar kertas. Musim panas terkadang cukup menyebalkan karena tubuhnya harus berkeringat.

Kini dirinya tengah beristirahat di sebuah kedai makanan setelah mendatangi dua jembatan dan mencari informasi, tapi nihil.

Sebenarnya Deidara tak tau hal yang dilakukannya akan membuahkan hasil atau tidak, dirinya hanya berpikir jika membawa Tobi ke beberapa jembatan tempat terjadianya sebuah kecelakaan, maka arwah itu akan mengingat sesuatu. Tetapi dari dua jembatan yang tadi mereka datangi Tobi tak mengungkapkan apapun.

Si pirang itu menghela nafas lelah. Tak bisa dipastikan kenapa dia membantu Tobi dengan alasannya yang konyol itu, dirinya hanya ingin.

"Selamat datang di kedai kami. Silahkan ingin pesan apa?" Seorang pelayan menghampiri Deidara dan menyerahkan buku menu.

Lelaki itu membukanya dan memilih kiranya mana yang menarik untuk dimakan. Lalu tiba-tiba saja sebuah jari pucat yang tak dialiri darah menunjuk sebuah makanan. Tentu saja itu Tobi.

"Dei, beli ini saja." Ujar Tobi yang kini duduk tepat di samping Deidara, "Lalu ini, dan ini, dan ini. Jangan lupa beli es krim, itu cocok dimakan saat cuaca panas."

"Siapa yang akan menghabiskannya?" Tanya Deidara berbisik pada arwah Tobi disampingnya. Mengabaikan si pelayan yang mungkin bisa melihat tingkah anehnya karena berbicara pada udara.

"Tentu saja Tobi." Jawab Tobi semangat, "Tobi juga lapar, Dei. Kita kan baru saja berjalan jauh di bawah sinar matahari. Tobi perlu kembali mengisi energi."

Walau tidak masuk akal, tapi Deidara menyebutkan apa saja yang tadi ditunjuk Tobi, dan menambahkan beberapa untuk dirinya sendiri.

Pelayan itu memandangnya aneh, "Apakah anda bersama seseorang?"

"Tidak, aku memesan itu semua untuk diriku sendiri. Ada masalah?" Tak mungkin Deidara bilang kalau saat ini dirinya bersama sosok tak kasat mata yang juga meminta jatah makan, 'kan.

Setelahnya pelayan itu minta maaf dan segera pergi.

"Memang kau bisa makan?" Tanyanya pada Tobi.

Bukannya menjawab, Tobi malah memberinya cengiran menyebalkan. Membuat Deidara menghela nafas pasrah, "Kau menghabiskan uangku, Tobi."

"Dei, cobalah berkaca. Dei itu kurus sekali. Makanlah yang banyak supaya lebih berisi. Tubuh yang berisi itu lebih enak untuk dipeluk." Kelakarnya, "Seperti ini."

Lagi, Deidara samar-samar merasakan bisa merasakan sepasang lengan melingkari pingganya, "Lepaskan kedua tanganmu atau aku akan melemparmu keluar jendela Tobi." Deidara menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Bukannya apa, dirinya hanya merasa aneh dipeluk begini, terlebih Tobi itu arwah.

Jika Deidara bisa menyentuh Tobi, pastilah ucapannya barusan akan menjadi kenyataan.

"Dei kalau sedang bangun galak sekali." Ucapan Tobi itu membuat Deidara makin dongkol. Arwah ini kenapa menyebalkan sekali.

"Bodoh! Kalau sedang tidurkan aku tidak sadar." Lirikan tajam Deidara berikan pada arwah Tobi.

"Maka dari itu Tobi sering peluk Dei kalau sedang tidur." Mendengar itu Deidara langsung terbakar emosi.

Matanya melotot tajam pada Tobi hingga arwah itu kini sudah melepaskan pelukannya, "Ku bunuh kau!" Ucapannya itu sepertinya sedikit keras hingga beberapa orang yang ada di kedai menatap Deidara dengan pandangan aneh.

Tasokare (Tobi/ObitoxDeidara)  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang