Chapter 8

140 22 8
                                    








Karena pikirannya yang semakin penuh dan bingung mau kemana, Deidara memutuskan untuk pergi ke kantor sang kekasih.

Selain dirinya yang sudah terlalu rindu, Deidara merasa butuh teman semenjak Tobi pergi begitu saja tanpa pamit.

Ngomong-omong tentang Tobi, Deidara sudah mencoba mencari arwah itu dengan bertanya pada beberapa arwah yang pernah diceritakan Tobi, tapi tak ada satupun dari mereka yang tau dimana keberadaannya.

Deidara kini sedang berjalan pelan menuju ruangan sang kekasih biasa membuat gaun rancangannya, tadi dia sudah bertanya pada pegawai di depan dan bilang bahwa Sasori ada di ruangannya seperti biasa.

Ketika sampai di depan pintu, Deidara tidak langsung membukanya, lelaki pemilik rambut pirang itu menengok terlebih dahulu dari jendela yang ada di samping pintu. Betapa terkejutnya Deidara ketika melihat pemandangan yang ada di dalam sana.

Kekasihnya, dengan penampilan setengah telanjang tengah bercumbu dengan seorang wanita berambut merah muda.

Kedua mata birunya berkaca, dan tanpa sadar air mata turun dengan begitu mudah, "Sejak kapan?" Lirihnya bertanya pada diri sendiri.

Dengan kasar, Deidara mengusap air matanya dan berbalik pergi dari sana.

Lelaki itu kini sudah berlari keluar sambil mengusap air matanya yang berlomba-lomba turun tanpa bisa dihentikan.

























Berbotol-botol sake yang sudah kosong kini tersebar di ruang tengah sebuah apartment minim cahaya karena sang pemilik tengah terbaring sambil menangis sesenggukan di sebuah sofa.

Deidara sejak kepulangannya dari kantor Sasori belum berhenti menangis, lelaki itu bahkan sudah menghabiskan berbotol-botol sake guna meredakan rasa sakit yang ada di hatinya, tapi nihil. Rasa sakit itu begitu sakit hingga rasanya bisa menembus keluar.

Seumur hidupnya, baru kali ini Deidara tau bagaimana rasanya dikhianati. Sasori itu cinta pertamanya, tak pernah ada masalah dalam hubungan mereka, semua berjalan lancar karena Sasori selalu mengalah dalam setiap perdebatan.

Walau memang akhir-akhir ini Deidara merasa bahwa kekasihnya itu sedikit berubah karena sulit dihubungi dan pertemuan mereka semakin jarang, tapi Deidara selalu mencoba berpikir positif bahwa itu adalah karena pekerjaannya yang semakin padat. Tak pernah terpikir sedikitpun bahwa kekasihnya itu akan selingkuh.

Itu namanya selingkuh 'kan. Seorang lelaki yang sudah punya kekasih tapi malah bercumbu dengan wanita lain itu selingkuh 'kan.

Mengingat hal itu, Deidara kembali meneteskan air mata. Penampilannya benar-benar sudah acak-acakan dengan mata sembab dan hidung merah karena tak berhenti menangis sejak semalam, kepalanya bahkan terasa begitu pusing.

Ini sudah pagi, dan Deidara sama sekali belum memejamkan matanya. Untung hari ini tidak ada kelas karena ini hari minggu, sedangkan untuk urusan pekerjaan mungkin Deidara akan membolos saja. Tak mungkin dia pergi bekerja dalam keadaan seperti ini, bisa-bisa dirinya nanti diberondong pertanyaan oleh Hidan dan kawan-kawan. Jadi, dirinya bangkit dan berjalan palan menuju kamar mandi, mungkin membasuh tubuh akan membuat perasannya menjadi lebih baik.

Jika diingat lagi, selama dua tahun mereka menjalin hubungan, Sasori memang tak pernah menyentuhnya. Skinsip yang mereka lakukan hanya sebatas mencium kening dan mengecup bibir. Hal itu membuat Deidara berpikir apakah karena dirinya kurang menarik hingga Sasori selingkuh.

Walaupun pandangan mereka tentang seni bertentangan, tapi Deidara tetap menghormati dan mengagumi Sasori. Itulah sebabnya Deidara memanggilnya Sasori No Danna.

Tasokare (Tobi/ObitoxDeidara)  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang