20.

393 91 16
                                    

"Makan bareng gue, mau?" gue diam. Sedikit tersentak tatkala tangan cowok itu menyentuh lengan gue, menuntun raga yang seperti terpisah dengan jiwa ini untuk duduk di salah satu meja. Bahkan sebelum gue mengiyakan pun dengan protesan Seulgi dan teman-temannya, Sehun seolah acuh.

Gue diam. Bingung harus merespon apa, sebab apa yang terjadi saat ini benar-benar di luar dugaan gue.

Duduk berhadapan dengan jarak sedekat ini dengan Sehun buat jantung gue berdegup enggak karuan. Saking nggak karuannya sampai berasa mau pecah. Gue berasa kayak abis naik-turun tujuh kali dari tembok raksasa China. Lebay sih, tapi memang begitu faktanya kondisi gue saat ini.

Apalagi sewaktu netra hazel Sehun natap gue lurus dengan seraut serius dan enggak lama satu senyuman simpul terbit.

ASDFGHJKL CAKEP BANGET HERAN.

Ini manusia atau titisan malaikat sih? unreal banget kayak oppa korea-nya Seulgi.

Yakin kalau Sehun tinggal di Sokor, doi udah dipastikan bakal debut di salah satu grup dari agensi gede. Dengan posisi visual dan tentunya gue bakal jadi fans garda terdepan cowok tersebut.

Emang siapa sih yang menolak untuk enggak mengidolakan manusia berwujud sempurna seperti Sehun gini?. Sinting kali ya kalau sampai ada.

"Di makan, Jis" kata Sehun sembari menunjuk semangkuk bakso dihadapan gue menggunakan dagunya.

Gue enggak langsung merespon. Kinerja otak gue lagi error. Tiba-tiba aja loading lama alias lola. Bahkan gue sempat-sempatnya hah hoh hah hoh, membuat cowok itu terkekeh lantas menarik tangan gue untuk ditujukan ke arah alat makan sendok dan garpu.

"A-ah iya ini gue makan. Betewe lo enggak makan juga?" tanya gue basa-basi-lebih ke kepo sih, karena di meja cowok itu hanya ada segelas jus jeruk.

"Lagi gak laper" singkat Sehun enggak lagi gue pertanyakan.

Udah terlampau cukup meskipun jawaban doi singkat abis. Ya maklum, kan Sehun couo kul.

Selama gue menikmati bakso beserta mi dan kuahnya itu, netra Sehun enggak berhenti untuk menatap gue secara terang-terangan. Bukanya risih, cuma raga ini enggak berdaya ditatap seintens itu sama cowok cakep kayak Sehun.

Enggak berpengalaman soalnya.

"Ada cabe yang nyangkut di gigi gue ya?" gamblang gue mulai merasa menyesal di detik selanjutnya.

Bego Jisoo, bego. Yang ada dia makin ilfeel sama mulut ceplas-ceplos lo ini.

Sehun tertawa kecil lantas menggeleng. "Enggak kok" jawabnya buat gue menghela napas lega. "Terus ngapain liatinnya gitu amat?".

"Lo risih ya?"

Gue mengangkat tangan, ibu jari dan telunjuk gue membuat gestur sedikit yang mengartikan bahwasannya gue merasa sedikit tidak nyaman. "Sedikit".

"Lo makin cantik kalau dari jarak sedekat ini. Dan mata gue terlalu keras kepala untuk dikasih tau buat enggak natap lo secara berlebihan. Maaf" seraut bersalah itu tercetak jelas disana, di wajah si empu nama.

Kalimat Sehun barusan merupakan kalimat terpanjang yang pernah cowok itu ucapin ke gue sekaligus kalimat yang berhasil buat gue tertegun.

Tangan gue secara reflek menyentuh perutnya. Seperti ada sesuatu yang terjadi disana, bukan hal yang buruk hanya saja terasa aneh karena gue menikmati efek dari sesuatu tersebut.

"Lagi gombal ceritanya?. Awas kalau fans atau cewek lo denger, bisa habis gue dimari"

"Gue nggak punya cewek, Jis".

"Nggak punya? lebih ke belum aja kali. Ya kali lo suka sama sesama jenis"

Sehun menghedikkan bahu, "Iya mungkin lebih ke belum ya? soalnya tergantung" gue menautkan alis, "Tergantung apaan tuh?" gue secara enggak sadar mulai merasa nyaman untuk berbincang dengan Sehun. Padahal bisa dikatakan belum sampai sepuluh menit ia dituntun untuk duduk disini.

Crazy Over YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang