18. Tetangga tengil || Park Jihoon

296 16 0
                                    

Dibuat sebagai hadiah ultah paji♡
Cw // Harsh words

Jihoon as Oji

Happy reading 🐼

Tinggal di lingkungan kawasan yang baru tentunya harus beradaptasi terlebih dahulu, dengan suasana, lingkungan tetangga, mau pun dengan orang orang di sekitar rumah.

Begitupun dengan keluarga nya Malika, meski sudah kurang lebih 5 bulan tinggal di lingkungan baru, masih aja tetep rasanya asing dengan lingkungan sini, ditambah tetangga disini pada ga rame, alias ga pernah keluar keluar gitu, di rumah mulu.

Mangkanya Malika juga sering ngehabisin waktu di rumah atau ga di kampus, meski mahasiswa kupu-kupu bukan berarti dia ga berprestasi dan aktif ya.

Hari ini dia pulang kampus agak telat, yang harusnya jam 4 malah pulang jam 5 lebih, karena tadi dosen minta tambahan jam belajar untuk kelas praktikum Minggu depan. Ya Malika mah nurut-nurut aja, daripada ipk nya rendah.

Dirinya pulang diantar oleh temannya, alias sohibnya, namanya Zinnia, satu kelas sekaligus satu fakultas dan jurusan. Sore itu hujan rintik-rintik menemani mereka berdua sepanjang jalan. Di lampu merah depan, jalanan macet parah, ditambah bunyi klakson sana sini, dan butiran air hujan yang kian lama makin deras.

"Turunin gue disini aja Zin, gue jalan aja, lo pulang aja, udah ujan ini." Malika turun dari motornya, motor mereka kejebak macet.

"Lho? Gausah. Nanggung ini lho bentar lagi." Zinnia menahan sohibnya.

"Gausah, thanks udah nganterin, lo pulang aja sono, lo kan kena hujan langsung tepar, lagian di komplek gue, motor susah masuk, soalnya banjir." Tanpa menghiraukan panggil Zinnia, Malika melipir ke bahu jalan dan berlari ke arah komplek perumahannya yang berjarak 4 ruko restoran.

Hujan makin deras, Malika merasakan bajunya perlahan mulai basah semua, ia memeluk tasnya dan berlari seperti orang dikejar anjing, cepet banget tsay.

Dirasa terlalu deras, dirinya berteduh di salah satu pangkalan ojek yang kosong, tak lama hujan datang makin deras. Diliriknya jam di ponsel nya sudah menyentuh angka setengah enam lewat, dia pastikan nyampe nya nanti Maghrib kalo bukannya masih deres.

"Aish, mana lupa bawa jas ujan lagi, ujan berhenti dong, gue mau pulang, mau makan Indomie." Monolog dirinya sembari melihat ke arah langit.

Lama ia menunggu, namun hujan tak kunjung berhenti, diliriknya lagi, jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat lima belas. Baterai ponselnya sudah menyentuh angka 2%. Perasannya makin gelisah, ia harus pulang, ia gamau bikin orangtua nya khawatir.

"Aish, ini hp pake mati segala lagi, mana udah mulai gelep lagi." Monolognya panik.

Bukan apa apa, beberapa waktu yang lalu, ia pernah mendengar cerita dari beberapa ibu-ibu komplek ketika sedang membeli nasi uduk. Mereka bilang jika kawasan di sekitar pangkalan ojek tuh terkenal sepi dan agak 'angker'. Selain ditakutkan akan begal dan kejahatan lainnya, banyak juga yang melihat berbagai penampakan. Tapi entahlah itu bener apa engga.

"Plis ya setan, gausah gangguin gue, gue ga ngutang sama lo." Monolognya dalam hati.

Tak lama ia mendengar adzan Maghrib berkumandang, disusul dengan hujan yang perlahan mulai reda. Malika menadahkan tangannya dan merasakan rintikan hujan sudah menjadi butir butir kecil. Ia berdecak senang, dan langsung cabut dari situ.

Dirinya berjalan cepat melewati sisa ruko dan akhirnya masuk ke dalam komplek perumahannya. Dan yang ia katakan benar adanya, jalan nya banjir, mungkin sekitar betis orang dewasa. Tanpa pikir panjang, Malika melepas sepatu dan kaos kakinya, mengangkat celana panjangnya dan dengan susah payah berjalan menembus banjir, mana airnya coklat pekat lagi, ia takut aja ntar ada ular.

Treasure Imagine One shoot (Lokal Vers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang