Semua bencana yang terjadi. Hanya akan menimbulkan perasaan sakit. Hari ini, Laras merasakan kebingungan yang luar biasa mendalam. Apa yang harus dia lakukan di hari raya ini?
"Laras,makan yuk! Tante udah nyiapin opor loh."
Laras menoleh kepada tantenya. Dia lalu memberikan senyum yang lebar dan mengacungkan jempolnya.
Ah, tentu saja. Biasanya yang Laras lakukan membantu ibunya memasak opor, memesan lontong, membuat kue kering, dan meminnta maaf kepada Ibu dan Ayah. Semua itu masih Laras lakukan hari ini. Ini semua hanya sedikit berbeda. Pemerannya sudah diganti.
"Woy, ras. Cepetan sini ayo kita makan. Kamu masih puasa memangnya!" itu adalah sepupunya. Anin yang dua tahun lebih tua darinya. Dia sedang sibuk kuliah dan lebih sering berada di kos. Dia sering berterima kasih kepada Laras yang mau menginap di rumahnya karena dia sering khawatir dengan keadaan Orang Tuanya.
Laras menginap di sini kan karena terpaksa
Mendadak mata Laras menghangat. Dia sedang memotong lontong. Laras merindukan rumahnya.
Laras duduk dan menunggui Anin yang sedang mengaduk opor. Dia mencari bagian paha. Apa yang harus dia lakukan sekarang?
"Ras, ini sayap sama dada buat kamu. Jangan makan sayap tok dikit soalnya. Btw, ini pahanya mana sih Buk?"
"Cobalah dicari lagi," jawab Tante Vivi.
"Ah, ini bagian kepala ternyata. Kok Ibuk masak kepala juga?" tanya Anin.
Laras menolehkan kepalanya ke arah Anin dengan segera. Hatinya tersentak begitu saja. Dia lalu melirik Bu Vivi yang nyengir. "Yai iya lah, biasanya kan masak bagian kepala juga. Soalnya itu kan bagian kesukaan-"
Bu Vivi tampak menghentikan ucapannya. Matanya melebar menyadari keanehan. Dia melirik Laras sejenak. Dia lalu berdiri. "Ah, sebentar ibu lupa belum beresin kamar."
Bu Vivi lalu beranjak pergi. Anin menatap Ibunya dengan sendu. Dia melirik Laras. "Maaf ya ras!" ujar Anin sambil menepuk bahu dari Laras.
Perasaan Lara yang di tahan perlahan kembali muncul. Laras menyadari satu hal. Dia benar-benar sebatang kara tanpa keluarga Anin.
Laras tak punya rumah, tak punya orang tua, dan tidak mempunyai perasaan bahagia yang utuh. Laras begitu kesepian tak bisa menemui orang tuanya lagi. Dan dia tak bisa melakukan apapun untuk itu. Ini sangat menyakitkan.
Laras tiba-tiba menangis di suapan pertamanya hari ini. Anin menghentikan gerakannya dan segera duduk. Dia mengarahkan Laras untuk menyender pada pundaknya.
"Laras sakit Kak Anin. Laras bingung mau ngapain!" ujar Laras sambil terisak.
Dia lalu teringat kembali kejadian saat malam hari waktu itu. Laras sedang tertidur dengan nyenyak. Sampai ibu membangunkannya. Dia meminta Laras segera keluar rumah. Laras yang kebingungan segera bangun dan menggenggam tangan ibunya yang menuntunnya keluar rumah.
"Laras tunggu sini ya."
Ucapan itu membuat mata Laras terbuka sepenuhnya. Dia melihat api menyala yang begitu besar. Melahap rumah Laras dan warga sekitar. Setelah ibunya masuk kembali ke dalam tiba-tiba atap rumah Laras ambruk begitu saja.
"Ibuk!" teriak Laras yang hendak berlari.
Dia ditahan oleh seseorang. "Lepasin. Ibu aku ada di dalam!" ujar Laras sambil menggeliat.
"Jangan nduk, Bahaya kamu kalau ke sana!"
Laras terus berteriak kesetanan. "Bapak ke mana?" tanya Laras.
"Bapakmu juga masih di dalam tadi."
Laras berlutut begitu saja. Sejak saat itu, yang setiap malam Laras lakukan hanyalah menagis. Dia hampir tak bisa tidur malam karena perasaan sedih yang begitu mendalam, trauma akibat kejadian enam bulan lalu, dan perasaan bersalah karena tak bisa melakukan apapun.
Dia hanya mencoba untuk ceria. Tapi, kali ini dia gagal. Laras masih rapuh. Dia terlalu merindukan keluarga dan rumah yang sudah tak bisa ia tatap lagi. Dan menyadari ketidak mampuan Laras untuk menemui Ibu dan Bapaknya, luka Laras hanya semakin dalam dan dalam.
*
*
*
*
*
#DWC #30DWCJilid41 #Day28
![](https://img.wattpad.com/cover/336897705-288-kd15b50.jpg)