Sebuah Surat

12 1 0
                                    

Apa yang membuat kamu tertawa? Apakah guyonan temanmu yang ada di tongkrongan? Atau curahan keresahan dari para komika yang mengocok perut? Atau kamu sedang melihat temanmu terpeleset kulit pisang yang dia buang sendiri?

Hal yang membuatku tertawa adalah nasibku selama beberapa tahun ini.

Betapa ironisnya nasibku. Apa sih kekuranganku sampai kalian semua menjahatiku? Aku tak paham.

Dengar aku bukanlah seorang manusia. Entahlah apa wujudku. Kalau bisa kau menebaknya sebelum tulisan ini selesai, aku hanya ingin bilang semangat.

Namun, jangan pernah mengharapkan hadiah dariku atau dari sang penulis. Penulis ini sedikit tak modal dan cenderung miskin. Sudahlah, ini kan keluh kesahku bukan penulis.

Jadi...

Aku itu bau. Sangat bau. Dan juga kotor.

Sejak dulu, orang tua sering melarang anak-anak mereka mendekatiku. Itu terjadi hingga sekarang. Hanya saja alasan dulu dan sekarang sangatlah berbeda.

Dulu, mereka melarangku mendekat saat cuaca sedang buruk. Mereka takut anak mereka terluka ataupun mati. Sekarang?

Mereka melarang anak mereka mendekat karena aku bau dan kotor. Ayolah, siapa yang telah membuatku seperti ini? Kalian ini minim sekali simpati.

Aku benar-benar menyambut kalian dengan hal bagus saat kalian datang. Kalian apakah pernah berpikir seperti itu? Namun, kalian begitu jahat menyiksaku. Begitu jahat mengotoriku. Begitu jahat mengabaikanku.

Apakah kau tahu seberapa banyak bencana yang aku datangkan? Kalian sendiri kena penyakit, kan? Namun, kenapa kalian tetap tak sadar. Apakah karena kalian tak peduli padaku? Bahkan kepada anak cucu kalian? Kalian hanya peduli dengan kemudahan?

Ah, aku sangat ragu bahwa tuhan memberi akal kepada semua manusia di dunia ini. Buktinya, kalian tetap tak peduli padaku. Aku kesal sehingga beberapa kali muntah.

Namun, sebanyak apapun aku memuntahkan keluhanku? Kalian tetap melempari sampah padaku. Tolong, kumohon!

Kasihanilah aku. Apakah kampanye di luar sana masih belum cukup? Sebenarnya seberapa banyak orang yang kurang kesadaran?

Bahkan, orang tua yang seharusnya menjadi bijak dan bisa menjadi contoh, malah melakukan perilaku tak terpuji itu. Apakah kalian lupa, dulu saat kecil kalian sering bermain ke sini? Aku bisa ingat seberapa banyak tawa yang kuciptakan berkat kalian di sini.

Apakah kenangan itu hanyalah khayalanku saja?

Aku selalu berdoa kepada sang pencipta untuk mencarikanku orang yang peduli kepadaku. Orang yang mau merawatku. Orang yang bisa membuat keadaanku menjadi lebih baik. Lebih cantik.

Bukankah jika aku seperti itu kalian sendiri yang senang? Namun, kenapa kalian selalu mengabaikanku? Pedulilah kepadaku kumohon.

Aku sangat mengharapkan sedikit saja rasa simpati dari kalian. Apakah kalian tak prihatin? Sebenarnya apa yang kalian pedulikan? Aku atau selebriti?

Apakah jika ada selebriti yang peduli kepadaku kalian juga akan peduli padaku juga?

Aku sebagai sungai hanya ingin bilang.

GWS

*

*

*

*

*

Jujur, aku nggak tahu mau nulis apaan. Aku lagi lihat grup padawara terus tiba-tiba kepikiran nulis cerita begini. Aku mau nanya deh entar ini masuknya ke genre apa.

BTW, keren sih sudah 29 hari aja ikut DWC challenge. Cukup bangga bisa sejauh ini.

#DWC #30DWCJilid41 #Day29

CollectionWhere stories live. Discover now