Tersenyumlah

2 0 0
                                    

Malam yang panjang masih berjalan. Belum terlihat ada tanda-tanda matahari akan terbit untuk menerangi jalanan sepi ini. Hanya lampu yang menerangi tempat berpijak dari dua sejoli yang berjalan-jalan santai di jalanan yang mulai lengang. Si gadis tiba-tiba menarik nafas panjang dan mengehembuskannya dengan keras. Laki-laki di sampingnya menatap prihatin. Namun, dia mencoba menyembunyikan ekspresi kasihannya.

"Kenapa pihak yang menyakiti itu lebih gampang lupa sama apa yang mereka lakukan ke kita?" Nay menatap langit yang bersih, tak ada mendung ataupun bintang.

Laki-laki itu tersenyum kecil. "Karena kamu sendiri terlihat baik-baik saja dan memaafkan dia Nay."

Cewek yang dipanggil Nay itu menghembuskan nafasnya lebih keras dari sebelumnya. "Habisnya tidak adil gitu lho, Reza. Dia itu baik, tetapi banyak kelakuan dia yang diam-diam membuat aku sakit hati dan malu. Jalan sama mantan sebulan setelah putus itu, menginjak harga diriku lebih dalam loh. Mutusin aku pas aku terang-terangan cerita kalau aku lagi capek. Dia itu terlalu polos atau beneran bego sih?"

"Bahkan mantannya sampai mengatakan bahwa cewek sepertiku tidak cocok dengannya. Kamu tahu za, 'cewek semanis kamu tidak cocok sama cowok kayak dia yang red flag' emang udah kebuka sih red flagnya. Mantannya ini juga menceritakan keburukan dia kepadaku yang membuat aku syok setengah mati. Aku sebagai sesama wanita sedikit marah dengan perlakuan dia kepada cewek itu." Nay tersenyum. "Rasain, dia pasti ditolak habis-habisan!" Nay tertawa jahat dengan lantang.

"Yah, setelah membuang perasaanmu yang tulus, menurutku itu belum setimpal dengan apa yang dia dapatkan," ujar Reza.

Nay tersenyum senang, Reza selalu memahami batinnya yang membutuhkan banyak validasi perasaan. "Sejujurnya aku hampir gila, Reza. Dia kayak nggak merasa bersalah sama sekali. Padahal aku ingin dia minta maaf yag lebih baik dari ini. Aku sakit hati banget sampai hampir nggak bisa nangis lagi. Tapi, aku nggak mau bikin teman-temanku khawatir lagi."

Nay menatap tangannya yang gemetar. "Aku takut mengenal atau menerima yang baru lagi." Dadanya merasa sesak dengan jantungnya yang berdetak untuk memberikan rasa sakit yang lebih dalam di dadanya. "Tapi, sekali lagi aku tidak boleh seperti ini terus kan?"

"Yah, kamu memang seharusnya berpikir begitu. Lagipula laki-laki itu tidak benar-benar mencintaimu lho, kalau dia memang mencitaimu setidaknya dia akan berusaha untuk tetap bersamamu meskipun itu membuatnya sakit dan terbebani."

Nay terdiam mendengar ucapan Reza. "Lagipula Nay, apa yang membuatmu menyukainya?"

Nay berjalan dan tersenyum kecut. "Aku seperti menemukan diriku yang dulu. Jujur, alasan kenapa aku tidak bisa terlalu marah dengannya adalah karena aku pernah lebih pengecut dari apa yang dia lakukan. Aku sangat senang menemukan diriku yang dulu pada dia dan berharap bisa menolongnya." Nay mulai berkaca-kaca. "Yah, apa yang bisa kuharapkan dari laki-laki pengecut yang takut merasa bersalah sepertinya. Dia akan terus-terusan lari seumur hidupnya. Aku perlahan membuang sifat itu dua tahun lalu, namun dia berkubang di area yang sama di usia seperti itu. Kasihan sekali perempuan yang akan berakhir bersamanya bukan? Terkadang aku bersyukur bisa lepas darinya. Namun, tetap saja aku merasa tidak terima jika dia bahagia, sementara aku harus sendirian di sini menanggung perasaan traumaku. Aku sampai setakut ini, membuatku ingin dia menderita. Namun, di satu sisi aku ingin dia keluar dari area itu."

Sakit juga terus-terusan mengingat dirinya. Kadang saat mengobrol dengannya, ada satu titik dimana Nay terinagt bahwa orang itu yang membuatnya sakit hati. "Jangan mencoba menjadi pahlawan bagi orang lain Nay, kamu itu aslinya lemah banget. Yang butuh pahlawan itu kamu."

Nay meringis. "Yah, ini salahku juga. Lagipula aku sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan di November tahun lalu."

"Apa?"

"Memblokir dia." Nay tersenyum tipis dan merasa bangga. Dia yakin kali ini dia akan melupakannya perlahan. Tidak baik juga jika dirinya terus-terusan seperti ini.

"Hmm? Semoga kamu segera bertemu laki-laki yang baik dan lebih gentleman," ujar Reza.

"Amin, Reza. Tapi, harusnya kamu doain juga agar perasaanku cepat sembuh. Bulan ini aku udah nolak tiga cowok lho."

Reza hampir tersedak mendengar itu. Dia lalu menempeleng kepala Nay, dan berucap, "Hoy, kamu itu istirahat dulu dari kisah percintaan. Hatimu sudah lelah bukan?"

"Ya, aku juga tidak tau kalau mereka menyukaiku." Nay mendesah pelan. "Aku tidak ingin cowok manapun menerima diriku yang seperti sekarang ini. Merasa kecil, merasa tak pantas dicintai, merasa tak pantas diperjuangkan, merasa takut ditinggalkan dan sendirian, aku merasa takut jatuh cinta lagi. Kamu tahu Za, setelah semua ucapan dia yang tidak bisa dipegang sama sekali, aku merasa ungkapan kasih sayangnya ke aku juga sebuah omong kosong semata."

Nay menatap Reza yang tingginya sejajar. "Doain aku baik-baik saja, Reza. Kisahku tidak hanya berputar di sini. Aku ingin baik-baik saja dan aku rindu tersenyum lebar setelah kehilangan senyumku untuk sesaat."

Reza tersenyum dan menepuk pundak Nay. "Kamu pasti bisa. Aku juga berdoa agar kamu sembuh dan bahagia. Jadi, tolong tersenyum Nay!"

Reza menepuk pundak Nay perlahan. Dia merasa senang dengan Nay yang mencoba kuat. Sebagai temannya Reza tidak akan mau membuatnya merasa sendirian. Gadis itu sudah terlalu banyak menyembunyikan kesedihannya dan berusaha keras menghilangkan kesedihan orang lain. Setidaknya Reza ingin membalas budi ke orang yang peduli kepadanya.

Sedangkan Nay diam-diam masih berharap. Orang itu datang dan meminta maaf dengan lebih baik padanya. Minta maaf karena tak bisa memenuhi janjinya satu pun. Minta maaf karena selalu menyepelekan perasaannya. Minta maaf untuk banyak hal yang membuat dia menangis setelah hari itu. Dan  minta maaf karena menghilangkan senyumnya di hari ulang tahunnya yang seharusnya sempurna. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CollectionWhere stories live. Discover now