Bagian 2.

71 8 0
                                    


" Bik Ira tolong suruh Joa cepet turun ya. " Perintah Maya langsung dituruti oleh pembantunya itu. Wanita paruh baya dengan setelah jubah mocca itu langsung bergegas mengecek Joa di kamarnya.

" Non Joa, kata nyonya disur----- " Belum sempat bik Ira selesai bicara namun pintu kamar terbuka dan menampilkan Joa Disana.

" Subhanallah non, non, geulis pisan atuh. " Puji Bik Ira sambil geleng-geleng melihat gadis di hadapannya.

Gaun Brokat peach yang di padu dengan pashmina senada dengan corak gaun tersebut sangat pas di pakai oleh Joa. Kulit putih nya begitu kontras dengan gaun tersebut.

Joa sedikit gugup, seakan tak sanggup untuk bertemu seseorang yang akan menjadi suaminya sebentar lagi. Sebenarnya ia tidak mengerti juga apa yang membuat nya segugup ini, padahal dia sendiri adalah tipe cewek yang mudah beradaptasi dengan orang baru.

Selama ini ia tidak pernah segugup ini jika bertemu dengan orang yang baru ia kenal.

Joa berkali-kali menghela nafas pelan, berusaha menghilangkan kegugupan dalam dirinya.

" Mari non saya temani. " Ujar bik menemani Joa.

Samar-samar ia dapat mendengar suara orang-orang di bawah sana. Ia berusaha untuk tetap tenang, walaupun sebenarnya ia sangat gugup sekali saat ini.

Joa menuruni tangga dengan tenang sambil menundukkan kepala, ia dapat merasakan bahwa kini orang-orang telah sadar akan kehadiran diri nya dan bik Ira. Sesampai nya, Joa duduk di sebelah Maya.

Kini semua mata tertuju padanya, dan ia hanya bisa menunduk sambil menahan kegugupannya.

" Subhanallah,,,ini Joana? " Tanya seseorang di sebrang sana yang Joa perkirakan adalah calon mertua nya.

Maya mengangguk, " Iya jeng, ini Joana, anak tunggal saya. " Balas Maya ramah.

Dinda - calon mertua Joa tersenyum " Subhanallah cantik nya ya Joa ini, dulu terakhir ketemu masih kecil sekali. " Puji Dinda lagi.

Joa mengerutkan kening di dalam tundukannya. Lah emang pernah ketemu gue? kapan? Umur berapa? Kok gue ga inget si? - Gumam Joa.

Kedua wanita paruh baya itu pun berbincang-bincang mengingat masa lalu mereka. Di sini Joa merasa bosan mendengar perbincangan dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu.

Bik Ira melenggang pergi ke dapur, Joa tidak tau harus bagaimana. Ia hanya diam dan tidak banyak tingkah, jangankan berbicara, mendongak untuk menatap calon suami nya pun ia tidak berani.

Setelah basa-basi sebentar, akhirnya Keluarga kedua belah pihak pun mulai membicarakan tentang perjodohan antara kedua anaknya.

Perlahan Joa mendongak, sedikit demi sedikit mulai melihat calon suami nya.

Aldiaz Ghulam Madani, lelaki umur 20 tahun yang sedang menempuh pendidikan juga di luar negri. Postur tubuh nya tinggi, berkulit kuning Langsat serta rambut hitam pekat. Bibir Ghulam terlihat merah muda, alis nya pun tebal dengan rahang wajah yang tegas.

Lah?? Ini kan cowo yang nabrak gue di bandara kemarin?! Ga salah ini?!Batin Joa kaget

" Baiklah, jadi acara pernikahannya akan di laksanakan lusa. Untuk pak Arta? Bu Dinda? Saudara sendiri Ghulam? Apakah siap? " Ketiga orang itu saling memandangi dan akhirnya mengangguk sebagai jawaban.

" Lalu bagaimana dengan Bu Maya? Dan saudari Joana? " pak Irham yang akan menjadi penghulu di acara pernikahan keduanya nanti beralih pada keluarga Joa.

Maya mengangguk sedangkan Joa memandang sang mama yang kini juga memandangnya balik, ada siratan penuh harapan yang Joa tangkap Disana. Dan Joa selalu kalah jika sudah berhadapan dengan mamanya. Ia sama sekali tak bisa menolak.

He is my GhulamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang