Al memerhatikan gadis yang memakai jilbab berwarna navy itu sedang menunduk. Merasa ada yang mencolek pinggangnya, Al menoleh ke sebelah kanan.
"Jangan dilihatin terus, Bang. Belum halal." bisik Nabeela.
Hal itu membuat Al menarik pelan pipi sang Adik. Nabeela mengaduh hingga menjadi pusat perhatian.
"Sstt, kalian!" tegur Umi pelan.
Keduanya langsung terdiam, menghentikan aksinya. Mereka menyimak percakapan para orang tua yang bertujuan mengenalkan dirinya masing-masing.
Nabeela beralih untuk mengamati calon yang akan menjadi kakak iparnya itu. Ia membenarkan khimar maroon-nya yang sedikit kusut.
"Bang," panggil Nabeela pelan. Hingga Abangnya menoleh dengan raut wajah penuh tanya.
"Gemesin banget sih, calonnya. Pengen aku jadiin Adek aja..." cicitnya pelan, tak kuasa menahan rasa gemas yang menguasainya.
"Nanti, bisa kamu jadiin teman seperjuangan juga kalo pulang ke sini." tutur Al berbisik.
Nabeela mengangguk seraya tersenyum lebar. Obrolan mereka terhenti, karena Al diinterupsi untuk mengatakan tujuan utamanya.
"Silahkan, Nak. Utarakan maksud dan tujuanmu datang ke sini." ungkap Bimantara.
Dua keluarga itu berkumpul di ruang tamu yang luas milik kediaman Bimantara. Para pekerja sengaja tidak berlalu lalang di area tersebut untuk sementara ini.
Al membenarkan kancing lengan kemejanya, itu adalah upaya untuk mengurangi rasa gugup. Setelah berdehem pelan ia menautkan kedua telapak tangannya.
Al menatap wajah sang wali nikah. Untuk meminta izin.
"Bismillahirrahmanirrahim, malam ini saya datang bersama keluarga saya, ada maksud dan tujuan tertentu. Saya, Alkhalif Zikri Hady, meminta izin kepada Bapak, akan mengkhitbah Emira Tabina Salama, dan akan membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah bersamanya, untuk menyempurnakan separuh ibadah."
Bimantara tersenyum tipis, kemudian ia menoleh ke arah putrinya yang tengah menunduk di sebelahnya.
"Nak, bagaimana? Apakah kamu menerima?"
Emira meremas gamis yang dipakainya, keringat dingin telah membasahi telapak tangannya. Tentu saja jawabannya tidak, jika ia mengikuti keinginannya pribadi.
Namun, niat Emira tidak ingin mengecewakan orang tuanya untuk yang kesekian kali.
Emira mengangguk pelan, tak berani untuk mengangkat wajahnya.
Seketika orang yang berada dalam ruangan tersebut mengucap syukur.
"Alhamdulillahi rabbil 'alamin!" Bersamaan dengan buliran air mata Emira yang jatuh.
Umi Zikra menghampiri Emira dan memeluknya erat. Ia menatap wajah calon menantunya tersebut yang berair. Kemudian ia mengusapnya. Mungkin Umi Zikra menuangkannya itu adalah air mata kebahagiaan.
"Barakallah, nak. Kamu akan segera menjadi anak Umi." tuturnya lembut.
Umi memasangkan cincin perak pada jari manis Emira dan kebetulan sangat pas.
Emira hanya mampu tersenyum tipis untuk meresponnya.
"Untuk acara akad dan resepsinya mau bagaimana?" tanya Abi pada calon besan.
"Begini, Pak. Saya menyarankan, lebih baik kita adakan akad saja, itu pun yang menghadiri hanya keluarga dekat saja. Untuk resepsi, kita tidak akan mengadakan itu, karena tujuan utamanya adalah membangun pernikahan yang sakinah mawaddah warahmah, dan alasan lainnya, karena usia putri saya yang masih muda. Jadi, kita adakan acara pernikahan ini dengan tertutup." Bimantara penjelaskan segala kemungkinan terbaiknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/336950419-288-k225595.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKHAIRA [End]
Spiritual[BELUM REVISI] Gagal masuk ke perguruan tinggi impiannya, Emira melampiaskan segala emosinya dengan pergi ke sebuah club bersama teman-temannya. Saat perjalanan pulang dari Kantor, sang papa memergoki Emira yang keluar dari club dengan langkah semp...