Episode 2

12 0 0
                                    

                                             Hadi Pamit, Adrianpun Terselip

Siang hari dikala semua karyawan rehat dengan keperluan masing-masing, masih sama, seperti kebiasaanku di satu minggu pertama bekerja menghabiskan sejenak waktu istirahat untuk seorang diri di kantin dengan sebuah laptop dihadapanku Secangkir cokelat hangat disisi kirinya mampu menenangkan apa yang terjadi dalam tugasku mejalankan dua peran. "Mbak." sapa Adrian dan langsung duduk didepanku. "Hei, sendirian. Sahabatmu mana?" tanyaku padanya. "Nggak tau, Mbak." jawabnya kecut gitu. "Bukannya satu kosan? Kok nggak tahu." Tanyaku rada aneh, kan mereka berdua selama ini tinggal berdua di Solo, ditempat adik dari neneknya Adrian. Bisa-bisanya tinggal serumah tapi nggak paham temennya kemana.

"Dia nggak ngomong apa-apa, Mbak. Nggak pamit sama sekali ke orang rumah juga nggak ada yang tahu Hadi kemana, mungkin balik ke Madiun. Aku juga nggak tahu." Balasnya seperti menyimpan kekecewaan atas perginya Hadi yang tanpa pamitan.

"Oalah, tiba-tiba ilang gitu aja?" tanyaku

"Iya, baju-bajunya aja udah nggak ada dikamar. Aku pulang lembur dari hari jumat kemaren. Aku tungguin sampai hari ini udah rabu, sama sekali nggak ada chat apa ngabarin. Ya udahlah, paling-paling udah balik ke Madiun." jawabnya enteng dan sedikit menyimpan rasa kesal pada Hadi karena tidak sopan pergi gitu aja tanpa pamitan

"Udah bahas yang lain aja, Mbak." imbuhnya meminta topik lain selain Hadi. Suasana malah justru terdiam sesaat, Adrianpun membuka bicara. "Mbak, aku perhatiin sejak awal kayaknya Mbak Arum itu sibuk banget sama laptop. Sering menyendiri baca-baca buku, Mbak mahasiswa apa jadi admin kantor juga sih?" tanya yang mungkin menghantuinya selama berminggu-minggu ini memperhatikanku. Ia hanya mengangguk dan tersenyum manis dengannya. "Pantesan aja, setiap kali aku perhatiin pas jam istirahat pasti bawa laptop sibuk gitu kayanya." ujar Adrian. "Nggak, makan kamu, Mbak?" tanya Adrian lagi. "Secangkir chocolatos hangat mungkin sudah cukup untuk saya, Ad." balasku dan kembali melayangkan senyuman manis. "Kamu nggak merokok?" tambahku

"Nggak, kan lagi sama, Mbak." balas Adrian tersenyum simpul

"Lagi sama aku atau karena lagi berhemat, haha." ledekku "Iya, itu juga faktornya, Mbak." timpal Adrian

"Kamu itu bukanya baru lulus sekolah?" tanyaku

Dia mengangguk. "Kenapa emangnya, Mbak?" tanyanya "Nggak, kok kayak udah candu banget rokokan mulu, ya, tiap hari?" tanyaku balik

"Awalnya sih coba-coba sama temen, Mbak. eh nggak tahunya keterusan, ya, udah sampai sekarang malah jadi perokok aktif." Jelas Adrian

Obrolanku dan Adrian terputus karena ada panggilan masuk ke ponselku. Nomor baru disana menyapa

"Maaf, dengan siapa?"

"Halo, Arum. Ini Hadi."

"Hadi, maaf, lupa aku save nomormu waktu itu."

"Aku pamit, ya, karena suatu urusan jadi harus meninggalkan pekerjaan di Solo. Senang berteman denganmu, semoga bisa bertemu segera." ucapnya lewat benda pipih milik Arum

"Kenapa buru-buru sekali?" tanyaku

"Iya, Ayahku memintaku untuk bekerja di dekat-dekat rumah saja. Titip salam sama Adrian, ya, karena memang mendadak sekali waktu itu jadi aku langsung berkemas tanpa pamit dengan neneknya juga. Ajak dia makan bareng, biar ada temen dan betah kerja di Solo, Rum."

"Ini aku lagi sama dia, mau ngomong langsung aja?"

"Nggak usah, sampaikan saja. Titip Adrian di Solo, ya,"

"Baiklah, nanti aku sampaikan."

"Terima kasih, Arum. Nice to meet you."

"Okay, Nice to meet you too and see you on top, Hadi."

Sambungan diakhiri

"Dari Hadi, ya?" tanya Adrian

Aku mengangguk pelan dan menatap wajahnya.

"Oh." Singkatnya tanpa perelakan kata apapun

"Dia pamit, terus nitip salam sama kamu karena kemarin dia buru-buru jadi belum sempet pamit." jelasku

Hari ini aku kacau banget, belum apa-apa udah selebor. Bangun kesiangan dan semua pekerjaanku setengah hari berantakan. Tugas kuliahku menumpuk, dan tubuhku lunglai.

"Hai, Mbak. Chocolatos hangat untukmu." Sapa Adrian dan menyodorkan secangkir chocolatos padaku

"Paling pengertian emang." Girangku

Ia duduk di bangku tepat didepanku seperti biasanya, sambil menatapku dan menampilkan senyuman manis selayaknya bocah sembilan belas tahun yang kedapatan dimabuk asmara entah pada siapa. Sejauh aku mengenalnya, tidak membahas persoalan usianya yang baru lulus dari SMK dan baru awal-awal bekerja tidak dapat dipungkiri pembawaannya cukup tenang dan penuh kedewasaan untuk seorang Adrian yang beranjak menjadi calon pria dewasa. Respect padaku, sopan dan ramah padaku, sebagai pendatang dan mungkin lebih muda dariku 4 tahun. Namun, dia juga kadang berulangkali menjadi pengingat berbagai hal tentang keseleboranku dalam bekerja dan mengerjakan tugas-tugas kuliah. Pengingat makan siangku dan minum air putih dengan cukup, untuk porsinya Arum, Adrian memerankan sebagai alarm yang penting disini. Bersama Adrian yang hampir 3 bulan berlalu ini sangatlah nyaman dan menenangkan.

Ia mengetuk-ngetuk pelan laptopku dan menampakkan sedikit senyumannya yang tertutupi oleh laptopku

"Mbak," lirihnya menatapku

"Iya, kenapa? Sudahku bilang panggil Arum," balasku dan tetap memperhatikan laptop

"Kalau dipanggil itu liat ke orangnya dong masa di cuekin." dia seperti merajuk

"Iya, kenapa?" aku menatapnya dan menutup laptop yang ada dihadapanku

"Loh, kok malah ditutup. Udah selesai?" tanyanya

"Nggak akan pernah ada kata selesai untuk sebuah deadline mahasiswa semester akhir, Ad. Haha." Balasku

"Mbak, nggak capek apa kuliah sambil kerja?" tanyanya

"Maybe, melelahkan." Singkatku sambil meminum coklat hangat yang sudah dipesankan oleh Adrian untukku

"Terus kenapa nggak pilih saja salah satu?" tanyanya lagi

"Kalau bisa berjalan dua arah sekaligus kenapa harus salah satu." Balasku dan tersenyum

Tak lama setelah itu, raut wajahku menampilkan kemurungan.

"Dih, malah ditekuk. Kenapa?" tanyanya

"Aku kena omel Bu Ayuk." Keluhku

"Lupain, Mbak. Kita, kan anak baru. Masih belajar juga." Ia menenangkanku

"Udah mau masuk, aku duluan ya" imbuhku dan berkemas seusai menengok jam ditanganku

"Kebiasaan deh, Mbak. Habisin dulu udah dipesenin juga." Cegahnya dan aku berbalik, menghabiskan chocolatos yang masih sisa setengah gelas itu hingga habis

"Terima kasih, Adrian. Aku duluan, see you." pamitku

"Kelar kerja, kita barengan ke parkirannya, Mbak!" Seru Adrian

Arum hanya mengangguk dan meninggalkan Adrian yang masih di kantin. 

Sekutip Istimewa Kenamaan YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang