Di Meja Makan
Suara Vino memcahkan keheningan sedini ini. Apa yang membawanya kekamarku, aku tidak begitu jelas, mungkin dia merindukanku karena satu minggu tidak bersua. Dia keponakanku, anak pertama dari kakak pertamaku, Bang Putra dan Mbak Ica. Sejak bayi selalu nempelnya sama aku, sampai-sampai aku bilang mau kerja dia marah berhari-hari nangis bombay tidak jelas. "Apa sih Vin, masih subuh udah gangguin Tante." kesalku yang masih setengah sadar dari tidurku. Kebiasaan bocah 3 tahun, apa selalu mengusik damaiku sepanjang hari setiap pagi. Namun, bagaimana lagi aku juga merindukan bocah yang nggak kalah tengilnya dari modelanku ini. Mungkin saja dia memang titisan Arum, hahaha. Vino ikut naik keranjang, dan menyusulku kembali tidur. Bisa saja minggu ini akan menjadi hari molorku bersama keponakan tercinta yang satu ini. Bukan kepalang, pukul 07.00 pagi, Bang Raden memintaku untuk segera pergi mandi karena memang aku tidak mandi sejak kemarin. "Oh, iya, gue lupa kalau semalam gue tidur di motor sama Adrian. Lah, terus pulangnya dia kapan?" decakku dan terbangun penuh kata tanya. "Jadi, gue nggak mandi semalam?" tanyaku lagi sambil menciumi badanku sendiri. "Hmm, wangi bener. Kok lo masih nempel aja sama Tante, Vin." gumamku lagi. Bergegasku pergi mandi dan duduk menemui Bang Raden segera, untuk membicarakan hari sabtu kemarin.
"Sini, pada sarapan dulu." seru Mama meminta seisi rumah untuk sarapan bersama
"Adek mau apa?" tanya Mama
"Ayamnya aja, Mah." balasku
"Pake sayurnya." tegur Bang Raden
"Ya udah dikit." balasku dan mengambil sayur asam buatan Mama
"Semalem dari mana aja? Kok capek banget kayaknya." tanya Mama
"Ke Tawangmangu doang, Mah. Karena hujan jadi banyak berhenti di tengah perjalanan alhasil kemaleman baliknya." jelasku
"Semalem yang nganterin kamu siapa?" tanya Bang Raden
"Adrian, temen dikerjaanku yang baru, Bang." balasku sambil ikut merapikan piring kotor bersama Mbak Gita
"Orang mana?" sahut Bang Putra yang ikut sarapan bersama dirumah
"Madiun. Dia di Solo tinggal sama adik dari neneknya Adrian." jelasku
"Kirain dia ngekos sendiri disini." ujar Bang Putra
"Karyawan baru juga di PTmu?" tanya Bang Raden
Aku mengangguk.
"Lulusan tahun kapan?" tanyanya lagi
"Baru tahun lalu, baru pertama kali merantau juga kok, Bang." jawabku
"Baru pertama kali kerja juga apa gimana?" tanya memang sedang mengintrogasiku
"Kata dia, pas awal lulus dari SMK udah ikut bantu-bantu kerja di bengkel motor milik orangtua temennya gitu. Terus kerja di Solo, ditempat kerjaku ini." jelasku
"Anak pertama?" tanya Bang Putra
"Iya, adiknya 2 cewek semua. Masih SD sama yang bontot baru mau masuk TK." ujarku
"Lain kali, kalau pergi sama cowok harus pamit dan jangan malem-malem." ucap Bang Raden
Kedua intel kehidupanku itu memang sangat waspada dengan pergerakanku.
"Semalem nggak pamit, orang rumah nyariin. Hp jangan sampai dibiarin lowbat kalau berpergian." omel Bang Putra
"Kalau kamu kenapa-napa gimana? Masa Abangmu tahu yang paling akhir dari cerita orang." imbuhnya
"Iya, Bang. Maaf, membuatmu khawatir." balasku
Banyak hal yang dipertanyakan sepagi ini, aku tahu mereka hanya mau yang terbaik untukku karena memang semalem sudah kelewat jam pulang sesuai perjanjian awalku dengan kedua kakakku untuk pulang tidak lebih dari jam 10.00 malem paling molor kalau main sama cowok jam 10.30 itu mentok sudah harus dirumah. Meskipun bukan seorang pacar, kakakku pasti wanti-wanti banget. Selalu overprotect kalau aku deket sama cowok dan juga aku belum pernah menjelaskan sedikitpun soal Adrian ke mereka. Ya, aku pikir karena memang hanyalah sekedar temen di tempat kerja yang ngajak main keluar. Nggak ada hubungan yang lebih serius dari sebuah pertemanan yang baik, kalau pun aku dijemput cowok kerumah pasti orang rumah udah pada kenal. Temen sekelas, temen paud, smp, sma atau kuliah dan nggak akan muncul pertanyaan seintens ini karena mereka pasti kalau dateng buat jemput rame-rame sama bestiku yang lain. Jadi, kalau dijemput cowok kerumah seorang diri selain Enggar mantan kekasihku dulu, memang kakak-kakakku pantas menanyakan sih. Ya, tapi gimana, orang temen biasa juga. Gimana sih, katanya kalau diajak main harus jemput aja kerumah biar tahu perginya sama siapa. Namanya juga orangtua, tetep aja mewanti-wanti, toh yang penting nggak neko-neko. Perginya jelas, dan pulangnya nggak kenapa-kenapa. Aku juga nggak beralasan apapun atau menutupi kemana aku pergi, yang terjadi ya itu yang aku ceritakan.
![](https://img.wattpad.com/cover/336722566-288-k608037.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekutip Istimewa Kenamaan Yogyakarta
RomansaAurum Sekar Widyasari, akrab dengan nama bawaan dari orangtuanya Arum. Siapapun itu panggilannya, Arum adalah seorang mahasiswi semester akhir di salah satu Universitas Negeri di Surakarta yang berbasis jarak jauh atau kelas karyawan. Pada semester...