Episode 12

2 0 0
                                    


Menciptakan Kerenggangan

Pada pukul 11.00 aku dengan sengaja menghindari ajakan Adrian ke kantin, aku lebih dulu menyelinap ke kamar mandi agar dia pikir aku sudah ke kantin lebih dulu bersama rekan kerjaku yang lain. Beberapa menit setelah bel istirahat berbunyi, semua penjuru ruang kerja sudah tak berpenghuni. Aku baru menampakkan diri, untuk yang kali ini aku memilih tidak keluar menikmati secangkir cokelat hangat. Aku harus mengurangi tatap bersama Adrian lebih lama, nggak tahu kenapa pernyataan ia waktu itu pas ditaman sungguh membuat jarak sedikit renggang. Ada rasa aneh yang membuntutiku. "Rum, tumben nggak makan sama pacarmu dikantin? Barusan dia nanya ke Mbak, liat kamu nggak ternyata kamu malah disini." Ujar Mbak Rona rekan kerja yang satu devisi sama aku "Nggak, Mbak. Mau tidur aja disini." Balasku dan Mbak Rona membiarkanku menyendiri mengistirahatkan tubuhku di dekat loker. Ada pesan dari Adrian berulangkali, namun aku abaikan gitu aja. Sungguhpun aku masih ingin ketenangan, kenapa pernyataan dari Adrian dan bayang-bayang perpisahanku dengan Enggar saling bermunculan diotakku. Ini menyudutkanku, ditambah kejadian semalam yang membawaku bertemu dengan Enggar. Akankah alam akan seimbang? Jika aku terus-terusan mempertahankan banyangan Enggar mengenggam erat jiwaku, selama 2 tahun silam kita berpisah karena keadaan. Apa masih mungkin aku menuai seseorang yang baru? "Kalau lo mau baikan, lupakan masa lalu lo dengan Enggar. Jika itu masih berat, temui Enggar dan selesaikan cerita kalian. Lo nggak bisa memulai cinta yang baru dengan bayang-bayang di masa lalu lo, Rum. Itu nggak adil, buat diri lo, Enggar dan juga cinta lo yang baru nantinya yang nggak tahu sama sekali apa masalalu lo dan lo ajak terlibat didalamnya." Tegas seorang sahabat terbaik Arum sepanjang masa, siapa lagi kalau bukan Barbara.

"Rum, kenapa?" tanya Ibu Ayu, sedari tadi memperhatikan cara kerjaku yang nampak lesu tanpa semangat. "Nggak papa, Bu." Balasku sambil terus melakukan apa yang menjadi pekerjaanku, merekap semua barang masuk dan keluar. "Ibu lihat kamu sedang sakit, sejak tadi saya perhatikan loh, Rum." Ibu Ayu mendekatiku, sambil memeriksa dahiku. Memang benar aku sedang tidak baik-baik saja hari ini. Tapi pekerjaanku sangat banyak dan menumpuk, aku nggak boleh lemah gitu aja. Aku harus tetap menyelesaikan pekerjaanku dengan baik hari ini. "Adrian!" panggil Ibu Ayu pada Adrian dihadapanku. "Antarkan Arum ke klinik perusahaan, kodisinya sedang sakit." Pinta Bu Ayu pada Adrian. "Tidak, Bu. Arum tidak sakit, Arum sehat kok." Sangkalku. "Nggak ada orang sehat yang wajahnya pucat pasi seperti itu, atau mau saya kasih izin pulang? Kamu demam, Nak." tawar Bu Ayu dengan keibuannya merasa khawatir padaku. "Tidak, Bu. Terima kasih, tapi sungguh tidak perlu ke klinik untuk saat ini, Bu." Tolakku dengan kekeh. Tanpa aba-aba Adrian menggendongku paksa, pusat perhatian tertuju pada tindakan Adrian yang memboyongku dengan coolnya menuju klinik. Siap-siap saja setelah kejadian ini, akan menjadi sebuah cimbiran hangat seisi satu devisiku.

"Kalau sakit itu istirahat, nggak usah ngoyo kenapa sih." Ucap Adrian begitu sampai di klinik dan aku mendapatkan pemeriksaan

"Siapa kamu, nyuruh-nyuruh aku?!" ketusku

"Jangan buat aku khawatir deh, Mbak." Ujarnya benar-benar menampakkan raut muka kekhawatiran akan kondisiku

"Maaf membuatmu khawatir, kembalilah bekerja, aku akan disini dengan baik. Thanks." Usirku tanpa menatap wajahnya sama sekali

"Kalau ada apa-apa langsung panggil perawatnya, aku tinggal, ya, Mbak." Pamitnya dan hampir mencium keningku

"Maaf." Tolakku

"Aku mengerti, lekas sembuh. Selesai jam kerja, aku akan kesini, dan kamu jangan kemana-mana sebelum aku jemput." Ucapnya dan meninggalkanku yang terbaring sendirian di ranjang klinik perusahaan

Suhu tubuh yang semakin membuatku mengigil saking panasnya. Sungguh ini menyiksaku, obat yang diberikan oleh perawat hanya sejenak meredakan. Selang beberapa jam reaksi obat itu tidak mujarab lagi, tubuhku lemas sekali. Aku hanya bisa menangis sendirian diklinik, menunggu jam kerja usai rasanya cukup lama dengan tanggungan sakit seperti ini dan menunggu Adrian kembali menemuiku disini.

"Mbak, tolong." Rintihku yang tidak kuasa lagi menahan demam dan kram perut sedari tadi

"Biar saya panggilkan Ibu Ayu, ya, Mbak. Jam kerja masih sekitar satu jam lagi. Kemungkinan, Mbak akan diperbolehkan pulang lebih dulu untuk pergi berobat ke rumah sakit." Ucap Mbak Geisya dan bergegas menemui kepala divisiku

Sekutip Istimewa Kenamaan YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang