Episode 5

6 0 0
                                    


Senja, Kamu dan Tawangmangu

Menikmati senja di Tawangmangu selepas hujan bersama Adrian, meskipun sedikit berkabut namun tetap saja tempat sedingin ini masih menjadi kesukaanku. Ditambah fakta yang tubuhku menolak hawa terlalu dinginpun aku tetap menyukai tempat ini, bersama orang baru yang belum terlalu jauh aku mengenalnya. Cerita yang menyenangkan, berhiaskan lampu-lampu café dari kejauhan nampak dataran yang lebih rendah sangat mempermanis lukisan senja penutup sore di hari sabtu bersama Adrian kali ini. Dengan segelas cokelat hangat yang seketika dingin dan mangkuk berisi mi instan, sungguh menyuguhkan kekhasan Tawangmangu. Sederhana tapi nganggenin, sesederhana helmku dan helmmu berhimpit saat diperjalanan yang berkelok. Begitu kata Adrian lewat candaannya. Anaknya hangat, meski jauh lebih muda dariku 4 tahun, asik juga, entah aku yang masih kanak-kanak atau dia yang sudah lebih dewasa dalam pemikiran bawaannya nyambung gitu aja. Adrian tidak kewalahan mengimbangi bahasaku yang mungkin terlalu tua bagi seusianya, nggak tahu kenapa klik aja rasanya. Pembawaannya dia juga ngemong banget, malah aku yang terkesan lebih anak kecil saat bersamanya, mungkin emang karena dia anak pertama dan memiliki dua adik perempuan juga jadi keadaan membuat dia berperan di tanggungjawab sebagai figure seorang kakak laki-laki yang mampu diandalkan.

Aku yang mengaku terbiasa menjadi adik perempuan seorang diri dirumah, yang selalu dimanja, selalu merasa aman saat bersama seorang kakak laki-laki. Ya, mungkin bisa juga menambah situasi saat disisi Adrian semakin hangat dan nyaman. Tidak merasa dia bakal neko-neko dan apapun itu.

Kita berdua muter-muter aja di Sarangan yang ramai kala weekend, mengambil beberapa gambar dan berbincang di tepian danau sarangan. Agak lama, karena makin berkabut jadi aku mengajak Adrian turun untuk makan di bawah saja. Kita berhenti ditengah-tengah dari deretan banyak café yang ada di pinggir cemoro kadang, tempat kesukaanku ketika ke Tawangmangu, untuk sekedar menikmati kuaci bersama senja dan teman-teman sebaya. Atau mi instan dan coklat hangat. Aku mengajak Adrian merasakan suasana makan mi instan sekali masak langsung dingin seketika, ya, kalau lagi berkabut banget kayak sekarang sih. Kalau lagi cerah-cerahnya malah justru panas terik.

"Mbak suka makan disini?" tanyanya

Aku mengangguk sambil berfokus pada benda pipih ditanganku.

Hening. Aku mengalihkan padangan dari ponsel dan meletakkan ponselku di bangku. Menatap Adrian yang dari tadi kayak canggung dan panik gimana gitu tingkahnya saat duduk disampingku.

"Lo kenapa sih, Ad?" tanyaku penasaran dong

"Agak grogi jalan sama cewek, udah lama nggak deket sama cewek soalnya, Mbak." balasnya cengar-cengir

"Sekalinya jalan langsung sama yang tuaan?" tanyaku meledek

"Malah enak sama yang lebih dewasa, hehe." balasnya masih canggung

"Rileks aja gitu, lo bisa panggil Arum. Seumuran aja gitu, jangan terlalu formal." balasku dan menepuk pundaknya

"Mbak, tahu nggak?" tanyanya

"Apa?" tanyaku sambil menikmati mi instan yang sudah hampir mendingin karena terpaan kabut yang begitu akut

"Sebenernya aku itu nakal banget." ujarnya

"Maksutnya?" tanyaku aneh

"Ya, aku itu bukan anak baik. Seorang perokok bahkan mabuk-mabukan juga." ujarnya polos

"Kamu? Dengan usia yang baru lulus SMK?" aku bertanya-tanya

Dia hanya mengangguk pasrah.

"Terus orangtuamu?" tanyaku

"Iya, udah tahu." singkatnya tanpa menatapku hanya menundukkan pandangannya

"Pergaulanku udah salah sejak awal emang." ujarnya lagi

Sekutip Istimewa Kenamaan YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang