9: Hanya Mimpi

606 101 1
                                    

"Uhuk.. uhuk.."

Asap tebal ada dimana-mana, begitu pula dengan penyebab nya yang tak lain adalah api. Sebuah rumah terbakar habis karnanya.

Pemuda dengan topi merah itu terbatuk-batuk, bukannya keluar,  ia justru sibuk mencari sesuatu.

"Taufan... Gempa... Blaze... Ice... Duri... Solar..."

"Halilintar..."

"Solar!"

Pemuda bertopi putih itu sudah tak sanggup untuk berdiri. Ditangannya, ia setia menggenggam saudaranya yang telah tertidur lelap.

"Hiks... Duri... Duri sudah..."

"Tidak papa... Jangan menangis... Sekarang keluarlah dari sini.. argh- cepatlah.."

"Tidak... Aku sudah tidak sanggup berdiri"

"Kalau begitu aku akan membantu-"

Pemuda bertopi putih itu menggelengkan kepalanya.

"Aku... Ingin disini, bersama Duri, aku tidak.. akan.. meninggalkan nya sendirian.."

"Tapi-"

"Kalau keluar pun... Tidak menjamin aku akan masih hidup"

"Baiklah kalau itu mau mu"

Pemuda itu berjalan kembali. Lagi, ia menemukan dua saudara nya yang tak sadarkan diri berada diatas lantai yang dikelilingi oleh kobaran api.

"Blaze.. Ice.. uhuk-"

Dia mencoba mendekat, tapi tangannya ditarik menjauh oleh pemuda bertopi biru dibelakang nya.

"Taufan.."

"Jangan Halilintar.. mereka.. sudah tidur"

"Di-dimana Gempa?"

"Dia disini... Dia sangat kelelahan hingga tertidur di pangkuanku"

Pemuda itu menutup mulutnya tidak percaya. Semua saudaranya, perlahan-lahan meninggalkan nya. Ia merasa payah karna tidak dapat menyelamatkan satupun dari mereka.

"Selamatkan lah dirimu, Hali.. aku ingin, kau yang masih hidup diantara kita."

"Apa maksudmu Taufan, kau juga masih bisa berdiri bukan?"

"Aku.. tidak bisa melihat.. apa-apa, semuanya gelap, Hali"

"Taufan.. kau..."

"Maka dari itu.. kalau ada yang hidup salah satu dari kita, itu adalah dirimu."

"Tidak.. apa artinya jika aku hidup tanpa kalian."

"Kau tidak boleh egois, Hali"

"Untuk kali ini saja, untuk kali ini saja, Taufan, izinkan aku untuk egois sekali saja."

"Jadi itukah.. pilihanmu?"

Pemuda itu memantapkan hatinya, berharap apa yang ia pilih adalah pilihan yang tepat.

"Jika kita terlahir kembali suatu hari nanti, berjanjilah kita akan bersama-sama lagi, Taufan, dengan Gempa ataupun Blaze dan semuanya."

"Iya, aku janji."

Kemudian mereka tidur bersama dibawah langit merah yang perlahan menjadi abu.

.
.
.

"HAH!?"

[Human form]

"Kenapa nyaa?" Taufan yang terkejut dengan teriakan Halilintar.

"Ti-tidak.. hanya mimpi buruk" Halilintar.

"Mimpi apa nyaa?" Gempa

"Bukan apa-apa kok nyaa" Balas Halilintar dengan sedikit ragu.

"[Name] sebentar lagi pulang nyaa, ayo kita tunggu didepan pintu nyaa!" Duri yang menyeret Solar untuk ikut dengannya.

"Ah... Jangan tarik-tarik tanganku, nyaa" Solar.

"Hei Ice, coba lihat! Aku bisa berdiri dengan satu tangan!" Blaze.

"Apa peduliku?" Balas Ice sambil memakan camilan kucing dengan santainya.

Halilintar kembali menarik nafasnya lega, bersyukur itu semua hanyalah mimpinya saja.

"Hei Halilintar... Aku tau kau tadi menangis saat tidur" Taufan.

"Iya kah?"

"Apa kau.. bermimpi.. tentang masa lalu kita?"

.
.
.

To be continued-

7 Meowlemental Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang