"Cara balas dendam terbaik yaitu dengan membuktikan kepada mereka bahwa kamu bisa menjadi yang terbaik."
"Kapan kita bisa bertemu?"
Suara desisan kecil saat membuka kaleng coke memisahkan sore menuju malam, waktu-waktu seperti ini paling pas untuk melamun. Ilalang di depan sana sudah mulai layu, hingga tercium aroma rumput basah yang menenangkan.
Disini hujan baru saja reda, maka dari itu aku mengajaknya ke bawah pohon mangga, yang semula berteduh di emperan toko serba ada.
"Setelah tugas pertama yang ku berikan dilaksanakan dengan baik..." Suara serak yang menemani ku selama hidup tak pernah bosan memberikan masukan dan juga kritik.
Aku mengangkat ponsel ke atas, membetulkan rambut yang tertiup angin. "Terus gimana kegiatan kamu disana?"
Dia tersenyum lebar sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah lensa. "Don't worry, tapi... Kamu kenapa akhir-akhir ini selalu minum coke, coffee, chocolate milk? Padahal dulu kamu hanya penggemar coffee."
I know dia mengalihkan pembicaraan, selalu seperti itu.
"Cuma lagi pengen coke aja, chocolate milk juga enak, rasanya mengandung kenangan.." Aku tertawa seperti orang bodoh.
"Lain kali jangan kaya gitu lagi, sayangi diri sendiri sebelum sayangi orang lain. Hang up now, aku mau lanjut bekerja."
"Kenapa buru-buru? Setelah sekian lama kita baru bisa tatap muka kaya gini, don't you miss me, huh???"
Manusia aneh itu langsung kabur, meninggalkan jejak hitam di layar ponsel yang sudah rusak. Hampir 8 tahun tak pernah diganti, namun masih bisa berfungsi dengan baik.
***
Puluhan manusia berdatangan menuju event area, bersorak penuh gelak tawa, sebagian menepi ke arah red carpet aesthetic yang pas untuk berswafoto, sebagian lagi bergandengan ke tengah lapangan beralaskan rumput hijau, berkumpul lalu berteriak seraya memadukan suara denting sampanye.
Suasana yang seharusnya bersemangat, tubuh ku justru merasa lemas tak bertenaga. Event pembukaan gerai kosmetik ke-15 milik 'Ibu majikan' sangat ramai, tenaga ku banyak terkuras karena ditugaskan sebagai pelayan yang mengantarkan minuman untuk tamu undangan.
Di ujung jalan kecil menuju taman aku berdiri, sendirian, tidak seperti mereka yang sekarang didampingi pasangan ataupun teman dan sahabat.
"You glow differently and your soul shines beautifuly when you start to understand your own worth."
Suara di belakang punggung ku terdengar tidak asing, tapi... Mana mungkin dia disini? ku hilangkan pikiran-pikiran abstrak, menginjak satu persatu hexa-stone di bawah kaki seperti anak kecil yang sedang melewati bebatuan di sepanjang sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Machiavellian (END)
Mystery / ThrillerApi dendam yang berkobar akan semakin besar ketika tertiup angin, pion hitam terjatuh satu persatu, seirama dengan deru nafas di ujung takdir. -Raen Hillga Muller,.