"Semangat untuk hari ini, semoga berjalan lancar."Ia merapihkan kemeja ku, menatap nanar tanpa senyum sedikit pun. Ada rasa iba saat mengenakan jaket, ia pergi ke dalam pavilliun yang sudah satu bulan aku tempati secara diam-diam, lalu ia keluar lagi seraya membawa benda kecil berbentuk persegi.
"Apa ini?" aku menerima benda tersebut.
"Sandwich telur, sekarang masih gelap, biasanya jam 7 kamu udah mulai lapar, pastikan sarapan sebelum bertugas." Tangan lentiknya berhenti di kerah yang semula membetulkan dasi hitam, dia sangat paham apa yang aku butuhkan.
Matahari akan muncul ke permukaan, pertanda aku harus segera pergi dari area cluster. Jika melihat awan yang berbentuk kapas menggumpal sepertinya hari ini akan turun hujan, namun aku tidak mencium aroma basah dibalik dedaunan yang tumbuh subur di sepanjang jalan.
"Aku berangkat sekarang.." Ucap ku, menggendong ransel hitam yang sudah menemaniku sejak menjalani pendidikan.
"Iya, good luck, Pak Polisi..." Balasnya agak kencang karena aku sudah berada di luar pagar, rasanya memalukan jika mendengar sapaan tersebut.
***
Aku berada di jalanan, sendirian, karena harus berpencar. Rasa bosan kian mendera saat menjelang tengah malam, aku duduk di atas rooftop sebuah gedung, memperhatikan aktivitas manusia dibawah sana, terlihat masih ramai, dipenuhi oleh para pekerja yang berlarian berburu penumpang bus atau taxi.
Sebelum mendapat sinyal selanjutnya, aku turun, mencari warung kaki lima yang masih buka. Matahari begitu cepat memakan bulan, secangkir Americano yang tak lagi panas belum habis, masih mengamati setiap pergerakan, sebuah sepeda motor berhenti dekat gang tikus dekat ruko, tepat di seberang jalan.
Aku mengeluarkan camera dari dalam tas, memotret secara acak, lalu mengarahkan lensa ke atas. Hampir saja terbuai oleh keindahan rayuan bintang, aku kembali memotret ke tempat-tempat yang belum dijelajahi. Sepeda motor itu masih ada disana seperti tengah menunggu seseorang, seraya menunggu adegan selanjutnya, ku habiskan sisa Americano dalam sekali teguk.
Saat terdengar suara dentingan, ku perbesar lensa pada camera, mengamati lebih hati-hati. Datang sepeda motor lain, ditumpangi oleh dua orang laki-laki mengenakan hoodie dan masker.
"Horse... Get around!"
"Send coordinates."
Ku masukkan kembali camera kedalam tas, bergegas pergi dari warung kaki lima setelah menerima titik lokasi. Beruntung jalanan sedang lengang, hingga aku bisa bergerak lebih cepat.
Setelah berhasil menyebrang, aku berlari ke tempat yang cukup sepi, tepat di dekat box sampah. Ponsel ku menyala, seseorang mengirim pesan, ternyata benar, target telah di temukan.
Kami kembali bertemu di titik koordinat, berembuk dan menyusun strategi, membagi tugas dalam senyap. Dalam hitungan menit, target berhasil diamankan.
Komandan George langsung meringkus pria berambut merah, mengenakan kaos dan jaket kulit yang sudah kumal. Salah satu diantara mereka berhasil melarikan diri, dua anggota berlari mengejar hingga ke dalam pemukiman.
Aku mengamankan target lain seorang pengedar pihak kedua, suasana di sekitar ruko menjadi mencekam seperti telah terjadi kasus pembunuhan, banyak warga berdatangan, saling berbisik dan menatap heran.
Tak sedikit kendaraan umum yang berhenti di bahu jalan, mengamati dari kejauhan karena Komandan George menarik pelatuk saat targetnya berusaha melarikan diri meskipun telah terborgol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Machiavellian (END)
Mistério / SuspenseApi dendam yang berkobar akan semakin besar ketika tertiup angin, pion hitam terjatuh satu persatu, seirama dengan deru nafas di ujung takdir. -Raen Hillga Muller,.