"Bunda anter makanan aja ya sekarang? Kamu harus paksa dia buat mau makan, bahaya karena dia pasti kena flu"
Haruto mengusap poni Hana yg berkeringat. Setelah melihat suhu tubuh Hana yg tinggi, pria itu jadi tidak tega membangunkannya. Harusnya Haruto tidak membiarkan Hana membereskan ruangan ini setelah seharian berkegiatan padat.
"Aduh gimana nih"
"Yg pertama jangan panik, Haru. Dia hanya demam bukan sekarat"
"Oke" Haruto menghela napas, berusaha menetralkan dirinya sendiri.
"Lo ngapain sih?"
"Huh?"
"Lo mending keluar, kalo lo kena demam juga malah tambah rumit"
"Lo makan dulu deh, nih obatnya"
Hana duduk, gadis itu meraih jaket yg entah sejak kapan dia lempar disampingnya. Lantas memakainya karena tiba tiba suasana jadi dingin.
"Ac nya padahal mati,"
"Gue lagi demam, bego!" Ucapnya sambil meraih mangkuk di tangan Haruto.
Haruto terkekeh. Gadis itu menatap dengan wajah yg aneh, tidak seperti kemarin kemarin. Sementara Hana melihat Haruto yg hanya memakai kaos saja membuatnya seakan enggan berhadapan dengannya. Walaupun pria itu berubah seribu kali lebih tampan, tapi Hana tidak peduli.
"Sini gue bantu"
"Dari tadi kek" kesalnya.
"Sakit aja ngeselin lo"
"Terserah gue"
"Oh ya, bunda bilang lusa kita berangkat ke Jepang tapi kalo lo masih sakit, kita bisa reschedul,"
"Ga perlu, gue udah sembuh"
"Emang lo mau pergi kesana?"
"Bilang sama nyokap lo, lain kali ngga usah repot ngasih hadiah segala. Dari pada buang buang uang mending di tabung buat masa depan"
Haruto terkekeh. Kali ini wajah pria itu seperti Junkyu, benar benar mirip saat dia tertawa. Bahkan saat dia menunduk, sejak kapan Hana menganggap dia adalah renkarnasi Junkyu?
"Ah, kepala gue pusing liat lo senyum mulu!"
"Dih, ngeselin amat sih lo"
"Mending lo keluar sana!"
"Ngusir?"
"Iya"
"Pagi, tante"
"Bunda dong manggilnya, kamu udah sembuh?"
"Udah kok, tenang aja"
"Eunna mana?" Tanya Haruto.
"Dikamar sama Airi"
Haruto memilih masuk saat Bunda membawa Hana duduk di ruang tengah.
"Bunda buat jahe, kamu mau coba?"
"Serius? Boleh, bunda"
"Ini bagus buat peradangan, oh sama demam"
Hana tersenyum. Gadis ini melihat duplikat bunda di tubuh bundanya Haruto. Yah sekiranya bisa sedikit mengobati rasa rindunya, walau sebenarnya dia bisa kapan saja bertemu dengan bunda. Tapi itu terlalu jauh dan menguras banyak waktu karena dia besok sudah harus terbang ke Jepang.
"Gimana rumah Haru?"
Hana menoleh.
"Haruto memang sudah punya rumah itu sejak lama, maklum kalau berantakan"
"Rapih, banget"
Bunda terkekeh, menepuk puncak kepala Hana dengan lembut.
"Kamu manis banget, kalau Haruto sampai jahat kamu tinggal telfon bunda aja. Biar bunda pukul dia"
"Ah, iya bunda. Tapi Haruto bantuin Hana juga waktu sakit, jadi mengurangi beban sih"
"Yah dia memang seperti itu. Sejak dulu cuma dia yg ngga mau deket sama cewek, bunda sampe pusing tanyain dia mulu soal calon mantu"
"..."
"Haru tuh pernah bilang, kalo bisa ngelakuin semuanya sendiri buat apa pendamping hidup. Katanya itu bakal repot dan malah bikin rencana yg udah dia susun berantakan"
"..."
"Padahal hidup ikut rencana tuh malah ngga seru ya, Hana?"
"Iya, tante" ucapnya sambil tersenyum. Berbeda sekali dengan Junkyu, jika bisa dibilang Haruto adalah perputaran sifat dari Junkyu. Lebih tepatnya memiliki sifat yg sama dengan Hana.
Be independent dan organize.
"Bun?"
Hana dan Bunda menoleh bersamaan.
"Bunda beliin sncak kacang ya buat Eunna?"
"Huh? Engga kok, Airi kalik"
"Kenapa?" Selidik Hana.
"Eunna alergi kacang" Haruto segera membawa gadis kecil itu ke mobil.
"Kamu kasih apaan ke dia?"
"Aku ngga tau kalo roti itu ada kacangnya"
"Biar aku bantu" Hana menarik tubuh Eunna ke gendongannya.
"Haru pergi dulu ya"
"Hati hati!" Seru Bunda.
"Pelan pelan aja, aku bisa bantu supaya seseknya ngga tambah parah"
Hana hanya fokus membantu Eunna. Sementara Haruto hanya sesekali mengamati istrinya sambil melajukan mobil standar dan berusaha tenang. Haruto sudah pernah menghadapi kejadian ini berulang kali, harusnya dia tidak boleh panik kan?