"Gue tau selama ini Nara suka sama Junkyu. Tapi gue cuma bisa diem karena dia ngga coba ngerusak hubungan gue"
Haruto hanya melamun. Pria itu sembari tadi berdiri dibalkon kamar sambil memegang secangkir susu hangat di tangan kanannya. Selepas pergi ke cafe itu, Haruto seperti tidak punya energi lagi untuk sekedar bicara.
"Ternyata dia pacaran sama lo saat Junkyu malah jadian sama gue?"
"Travis"
"Nama gue Haruto" ucapnya malas setelah kejut. Gadis itu membuat jantungnya hampir cipot karena kemunculannya yg tiba tiba.
"Bunda minta foto kita nih, gimana?"
"Kasih aja"
"Mau di kasih foto item putih gitu? Lo gila apa? Kita sama sekali ngga pergi, kecuali ke cafe tadi. Lebihnya kita ngga ada foto apapun!"
Haruto menarik ponsel Hana, lantas menjepret begitu saja.
"Eh sembarangan lo!"
Ting!
Itu dimana kok fotonya cuma setengah?
"Haruto?!"
Haruto tak peduli. Pria itu lantas kembali menghadap balkon, membiarkan Hana uring uriangan dengan ponselnya sendiri. Walaupun dia tau Hana sedang mengumpatinya saat ini.
"Bego lo!"
"Bisa diem ngga sih? Gue lagi pusing!"
"Ngga peduli gue, sekarang jelasin ke Bunda!" Serunya sambil melangkah masuk.
"Travis"
Hana yg hampir menuju ke arah Haruto terhenti setelah melihat keberadaan Nara. Kenapa harus gadis itu lagi? Yg selalu ada di seseorang yg sudah ada di hidup Hana, Junkyu dan sekarang Haruto?
Gadis itu menghela napas, menatap Nara yg mengusap poni Haruto dengan lembut. Semestinya pria itu menghindar karena statusnya sekarang. Tapi kenapa dia malah diam? Seolah olah tidak ingin mengganggu aktivitas sang mantan kekasih. Bahkan pria itu tidak mengelak saat Nara mengusap pipinya.
Haruskah Hana marah?
Tapi untuk apa? Status pernikahan mereka hanya berdasarkan perjodohan dua orang yg tidak saling mencintai. Mereka hanyalah dua individu yg tidak membutuhkan satu sama lain.
Biarkan pria itu melakukan hal yg dia suka , begitu juga sebaliknya. Berselingkuh? Memang apa dasar sebutan itu tercipta? Bahkan Hana tidak berhak mengatai Haruto jika pria itu berselingkuh. Dia bahkan bisa melakukannya, karena mereka tidak saling menaruh perasaan.
Hana menunduk, menatap es krim yg sudah mencair di tangannya.
Ah, bahkan dia lupa kalau Haruto baru saja memintanya membeli es krim.
"Hana?"
Gadis itu menoleh, bertepatan dengan Nara yg menatap ke arahnya.
"Meleleh, gue beli lagi deh"
"Ngga perlu," Haruto kali ini melangkah ke arah Hana. Bahkan pria itu sama sekali tidak berpamitan dengan Nara. Dia justru meraih tangan Hana untuk di gandeng.
"Ayo"
Nara menghela napasnya panjang. Menatap Haruto dan Hana yg sudah jauh dari jangkauannya. Gadis ini menyesal telah melepaskan seseorang yg sangat berharga seperti Haruto. Pria yg selalu mewarnai hari harinya sekarang sudah melukis cat pada kanvas lain.
"Lepas"
Haruto berbalik, tepat menghadap Hana tanpa sepatah katapun. Namun dia mengalihkan pandangannya pada es krim yg sudah membuat tangan Hana kotor.
"Gue minta maaf" Haruto melepas es krim itu dab membersihkan tangan Hana dengan kausnya.
"Eh?"
"Mulai detik dimana kita ngelakuin sumpah pernikahan itu, gue udah ngelepas semua hal yg membebani gue di masa lalu"
Hana hanya diam, menatap Haruto yg masih sibuk membersihkan tangan Hana.
"Jadi lo ngga perlu berpikir gimanapun kalo ada cewek yg deket sama gue, karena kita cuma temenan"
"..."
"Hana, setelah ciuman pertama kita,"
"..."
"Gue selalu yakinin diri gue sendiri kalo gue seutuhnya milik elo. Siapapun orang yg udah pernah sama gue, itu semua lampau"
Hana masih menatap Haruto, pria itu sama sekali tidak menatapnya balik. Entah malu atau takut, bahkan suaranya kini sudah bergetar.
"Kalo lo berpikir gue bakal selingkuh, buat apa gue nikah? Sekalipun gue mau, lebih baik kita pisah supaya gue bisa main sama semua cewek tanpa terikat"
"Brengsek lo"
Haruto kali ini mendongak.
"Gue sayang sama Nara, tapi gue ngga bisa"
"Kenapa?"
"Elo?"
Mereka saling bertatap.
"Gue harap gue jatuh cinta sama lo sejak pertemuan awal kita"
Hana terkekeh "gue ngga keberatan kalo lo pacaran sama Nara atau siapapun. Gue bisa ngelakuin apapun yg gue mau dan elo juga, karena kita ngga butuh satu sama lain"
"..."
"Lo berhak atas hidup lo dan gue berhak atas hidup gue"
"Lo ngelupain fakta kalo hidup lo itu hak gue juga?"
"Gue ngga suka ada orang yg ikut campur urusan gue"
"Gue suami lo, kalo lo lupa"
Hana menatap tajam. Gadis itu menghela napas, kali ini dia menatap kaus hitam Haruto yg sudah penuh dengan noda krim.