Hari ini genap 3 bulan kehamilan Hana. Genap 3 bulan juga Haruto sibuk dengan pekerjaannya dan selalu pulang larut malam. Bahkan setelah hamil, Hana jarang sekali melihat Haruto ada dirumah barang sejenak.
Hana menghela napas panjang, tepat jam 10 malampun dia belum melihat batang hidung Haruto dirumah ini. Tangan kanan Hana masih terus mengaduk teh hijau yg baru saja dia buat.
Suara pintu terbuka membuatnya menoleh. Langkahnya tertuju pada ruang tengah. Menampilkan wajah lelah Haruto dengan jas hitam yg terselempang di lengan.
"Sayang? Belum tidur, hm?"
Suara berat itu, entah kapan terakhir kali Hana mendengarnya.
Hana menghela napas, meraih jas dan juga tas milik Haruto.
"Udah, ngga usah. Pasti kamu capek"
"Ngga papa, To. Kamu mau minum?"
Haruto tersenyum, mengusap puncak kepala Hana.
"Kopi?"
"Aku minum teh aja, yg waktu itu kamu buat"
"Tunggu ya"
Haruto mengangguk. Pria itu memilih mandi sambil menunggu Hana membuatkan untuknya. Akhir akhir ini keadaan kantor memang sedang ruwet. Haruto harus ambil andil lebih banyak setelah salah satu projek yg dia serahkan pada salah satu karyawan sempat tersendat. Jadi tak heran jika dia bekerja dua kali lebih keras demi memulihkan keadaan dan keuangan kantor.
"Aku taroh meja ya"
Suara lemah Hana membuat Haruto menoleh, dia sudah menyelesaikan mandinya sejak beberapa saat lalu. Namun baru keluar setelah mengeringkan rambutnya. Manik pria itu tertuju pada Hana yg hampir melangkah keluar kamar.
"Kamu mau kemana?"
Hana menoleh.
"Sini"
"Iya, kenapa?"
Haruto menatap jam dinding yg sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Mengusap rambut Hana sebelum memeluknya. Sudah berapa lama semenjak dia hanya memeluk istrinya ketika tidur, Haruto kembali menghirup aroma vanilla di tubuh Hana.
"Kenapa sih sedih gitu, hm?"
Hana menghela napas, membalas pelukan Haruto walau sedikit terhalang oleh baby Watanabe.
"Aku minta maaf ya, sibuk terus"
"Ga di maafin"
"Dih?" Haruto terkekeh. Pria itu masih mengusap rambut Hana sebelum menatap wanita itu sudah menitihkan air matanya entah sejak kapan. Ada banyak sekali penyesalan penyesalan yg tidak Haruto tampakkan. Pria itu selalu saja merasa bahwa dirinya tengah keluar dari tanggung jawabnya. Namun bagaimana bisa dia tidak melakukan ini ketika keadaan memang yg memaksanya?
"Cengeng banget, udah dong"
"Aku capek sendirian, ini baru 3 bulan, To" lirihnya.
Haruto menghela napas "babynya rewel ya?" Lantas mengusap air mata Hana yg semakin deras.
"Udah dong, jangan nangis terus. Kamu mau aku dirumah ya? Temenin kamu? Gapapa, besok aku temenin ya?"
Hana menggeleng.
"Terus gimana?"
Hana kembali menggeleng.
"Ya udah, bobok aja ya?"
"Cuma aku yg rasain ini sendirian?" Hana mendongak, mengikuti langkah kaki Haruto menuju ranjang.
"Engga, kitakan jalan bareng bareng"
"Tapi kok rasanya cuma aku doang"
"Engga, sayang"
"..."
"Itu cuma perasaan kamu aja, bertahan sebentar lagi ya? Aku janji bakal sering dirumah, tapi engga buat akhir akhir ini" Haruto mengusap punggung tangan Hana, sesekali mengecupnya dengan lembut.
"Kantor lagi berantakan dan aku harus handle semua kerjaan, ada beberapa hal yg harus aku lakuin buat mulihin semuanya"
"..."
"Baby jangan rewel ya? Kamu suka banget bikin bunda kamu manja" Haruto terkekeh, mengusap perut Hana sambil melirik pada Hana yg menatapnya sedang berinteraksi dengan sang baby.
"Kamu sadar ngga? Semenjak ada baby, kamu jadi cengeng sama manja ke aku"
"Engga" sinisnya.
"Kamu jadi jarang marah, tapi aku suka. Justru aku suka liatnya" Haruto kali ini mencubit pelan hidung Hana, mengecup pipi itu bergantian.
"Ih jangan gitu"
Haruto tergelak "menurut kamu cowok atau cewek?"
"Kamu masih mau berdebat soal ini lagi?"
"Cewek"
"To, cowok aja" Hana terkekeh.
"Iya, cowok. Emang kamu berharap apa kalo babynya cowok?"
"Sekiranya nanti kalo udah besar dia bisa jagain bunda nya" Hana mengusap perutnya dengan senyum.
"Tapi kalo dia punya cewek, kamu jangan sedih"
"Baru juga 3 bulan, udah mikir punya cewek aja"
Haruto tertawa "lagian kamu sendiri yg bilang kalo udah besar"
"Oh jadi aku yg salah?"
Haruto terkekeh. Bukannya minta maaf, pria itu justru mencium pipi Hana bergantian.
"Ih jauh jauh"
"Kenapa sih? Aku kangen tau sama bundanya baby"
"Emang iya?" Sindir Hana.
"Iya"
"Bohong, kalo gitu harusnya ngga sibuk terus" kesalnya. Hana kembali mendegus, meraih ponselnya yg sembari tadi tergelak di nakas.
"Udah malem, masih aja main ponsel" Haruto melempar ponsel itu ke lantai. Membuat Hana membelalak.
"Ruto!"
"Maaf, ngga sengaja"
"Ih kamu mah!"
"Besok aku beliin lagi, jangan ngambek" Haruto memeluk tubuh Hana. Sesekali mengusap rambut Hana.
"Ngga mau! Jauh jauh ih"
"Ya udah terserah kamu aja"
Hana terdiam, gadis itu mendorong tubuh Haruto, lantas memilih berbaring membelakangi Haruto. Sesaat kemudian pria itu memeluk tubuh Hana sambil memejamkan matanya.
"Kamu bertahan sebentar lagi ya? Aku janji kalo ini semua kelar, aku bakal cuti sampai baby kita lahir"
Hana tidak mengubris.
"Mungkin kamu mikirnya aku ngga peduli, padahal aku selalu berusaha ada buat kamu, Hana"
"..."
"Maaf kalo aku jadi suami yg jahat selama ini, tapi kamu harus yakin kalo aku sayang sama kamu lebih dari yg kamu bayangin"
Hana menitihkan air mata.
"Selamat tidur ya, semoga besok bangun mood kamu baikan sayang" Haruto mendekat, mengecup puncak kepala Hana sebelum tidur.