"Udah lama, dek?"
"Baru aja sampe, ini emang sengaja ada banyak buku ya?"
Hyunsuk mengangguk. Mereka berdua berjalan beriringan menuju cafetaria. Lebih tepatnya, Hyunsuk akan mentraktir adiknya segelas kopi saja. Hari ini Hana tidak tau harus melakukan apa di rumah, jadi dia memutuskan untuk merengek pada abangnya supaya diijinkan main ke kantor.
"Kamu main aja ke rumah, kalo bosen"
"Nanti pasti main, aku cuma kangen aja keliling kota buat jalan jalan"
"Ya terserah kamu deh"
"..."
"Gimana? Kamu setuju sama perjodohan itu?"
Hana memicing "jadi bang Hyunsuk tau soal ini?"
Hyunsuk menghela napas.
"Kita semua takut kamu ngga bisa keluar dari zona itu"
"Tapi setau aku, dia tuh udah punya anak deh, atau dia tuh duda?"
Hyunsuk terkekeh, pria itu menatap Hana dengan penuh lawakan.
"Duda beranak satu gitu?"
"Tapi,"
"Anak itu tuh kayanya dari saudara jauh deh, kalo ngga salah denger orang tuanya meninggal karena kecelakaan"
"Beneran?" Hana terkejut, sesekali menyedot es kopi yg baru saja dia pesan.
"Iya, coba aja dulu pendekatan"
Hana melirik.
"Haruto tuh pekerja keras, dia pinter, ambisius, persis kaya kamu. Lebih lagi dia bakal nerusin perusahaan bokapnya, kaya raya kamu"
Gadis itu menghela napas. Menatap Hyunsuk yg sepertinya mendukung penuh permintaan orang tuanya.
"Mungkin dari sini, kamu bisa pelan pelan melepas rasa bersalah kamu atas kematian Juna"
"Aku lagi males bahas itu, bang"
"Ya udah, kamu mau pesen apa lagi?"
"Maaf ya, udah nunggu lama"
Haruto menatap jam cafe menunjukkan pukul sembilan malam. Dia melihat Hana masih berpakaian yg sama seperi yg tadi pagi dia lihat.
"Baru dateng"
"Pesen sekarang?"
"Boleh"
Mereka hanya saling diam saat sibuk dengan ponsel masing masing. Sebenarnya Haruto ingin memulai percakapan mereka, tapi rasanya sangat canggung dan lumayan bingung. Jadi dia mengurungkan niatnya terus.
"Gue kira lo ngikutin gue"
"Kurang kerjaan amat gue ngikutin lo"
"Ah iya, lo pasti sibuk. Tapi gue ngga salah kan kalo ngomong pertemuan kita ini takdir? Terlebih lagi perjodohan yg gue taunya sih lo ngga nolak sedikitpun"
Haruto terdiam menatap manik bergetar Hana.
"Bilang sama bokap nyokap lo, gue ngga mau"
"Gue ngga salah kalo lo itu ternyata independent woman and see? koppige carrièrevrouw"
Hana menghela napas.
"Waarom niet weigeren, meneer?"
"..."
"Seharusnya orang berpendidikan kaya lo dapat yg setimpal, bukankah lo terlalu tampan buat mau menerima perjodohan ini?"
Haruto terkekeh "lo benar, elo lah yg setimpal buat gue, nona"
Mereka saling bertatap. Manik mata tajam Haruto mengingatkan Hana dengan Junkyu. Senyum tipis dan lentik bulu mata itu, ah Hana merindukan Junkyu.
Haruto berdehem "karena lo beda dari cewek lain, karena lo sibuk dan pasti lo ngga akan ikut campur urusan gue"
Hana mengerenyit "serius?"
"Kalo boleh bersaing, lo kira gue ngga cukup lebih dari cowok lo yg itu?"
Kali ini Hana diam. Pria itu membuat Hana tak bisa lagi terucap. Hanya keramaian cafe yg terdengar di telinga mereka masing masing. Sebelum akhirnya Hana dengan sekuat tenaga berani menimpal.
"Dia udah meninggal, lo ngga perlu bersaing sama dia karena sampai kapanpun lo bakal kalah"
Haruto menelan ludahnya, menatap manik mata Hana bergetar.
"Gue minta maaf, gue ngga tau kalo,"
"Lebih baik lo ngga tau sih" Hana menatap cangkir kopinya dengan sendu. Suasana hujan diluar cafe membuatnya malas beranjak. Tapi berhadapan dengan Haruto ternyata malah membuatnya sesak, semenjak pembahasan tentang Kim Junkyu kembali lagi hari ini.
"Keluarga gue khawatir ngga ada cowok yg mau sama gue. Sejak dulu, kayanya cuma Junkyu yg temenan sama gue dan akhirnya cuma dia yg mau pacaran sama gue"
"..."
"Lo ngga perlu merasa bersalah atas topik yg ngga sengaja lo singgung"
"..."
"Satu tahun setelah gue kuliah di Belanda, dia memutuskan buat kasih gue kejutan di hari ulang tahun gue. Dia dateng buat rayain tahun itu sama gue disana,"
"..."
"Ternyata kejutan itu bener bener bikin gue kaget, dia sukses buat kejutan itu" ucapnya bergetar, setetes air mata jatuh begitu saja.
"Pesawat yg dia naiki kecelakaan dan itu adalah kado terburuk sepanjang hidup gue. Semenjak saat itu, gue benci ulang tahun. Perrayaan hari bertambahnya umur itu adalah kematian bagi gue"
Hana mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Sambil menghirup udara penuh, gadis itu berusaha kembali tersenyum dihadapan Haruto.
"Lo orang pertama diluar orang orang yg tau kisah ini, yg tau cerita ini langsung dari mulut gue"
"Lo keren, karena lo udah nyalahin diri lo atas kecelakaan itu"
Berbeda dengan yg lain, yg meminta Hana untuk tidak lagi merasa bersalah. Haruto justru mengatakan sebaliknya.
"Itu buktinya lo tulus cinta sama dia, Hana"