Setelah Empat Tahun

852 45 0
                                    

Kadang kita sampai pada titik kehilangan untuk bisa merasakan arti kehadiran dan menghargai kesetiaan.

Sesampainya di rumah, Ishana masih merasa gelisah. Dia pernah mendengar dari Arini, sahabatnya di kantor bahwa Arjuna pernah beberapa kali mendatangi Arini untuk menanyakan keberadaan Ishana. Namun, Arini tidak pernah mengatakan pada Arjuna di mana Ishana dan putrinya kini tinggal. Sahabatnya itu benar-benar menjaga kepercayaannya. Zain, sang kakak pun menutup mulut mengenai keberadaan Ishana. Meskipun Arjuna pernah memohon, bahkan menangis di hadapan Zain, sang kakak tetap tidak memberikan alamat rumah Ishana. Ishana menarik napas pelan.

"Mungkin sudah seharusnya aku berdamai dengan Mas Juna, demi Raka dan Ziva," gumam Ishana.

Wanita itu mengambil segelas air dan meneguknya hingga tandas.

"Assalamualaikum," terdengar suara orang mengucapkan salam. Ishana meletakkan gelas di meja dan berjalan untuk membuka pintu.

"Waalaikumsalam," balasnya sambil membuka pintu.

Ishana berdiri mematung melihat Arjuna dan Irfan di depan pintu. Dia merasa linglung dan tak tahu harus berlaku seperti apa. Lidahnya kelu. Arjuna menatapnya lama. Selama beberapa menit, yang mereka berdua lakukan hanya saling memandang lekat. Hingga suara Ziva membuat mereka tersadar.

"Bunda."

Ishana melihat Arjuna memandang wajah mungil milik Ziva yang berdiri di belakang Ishana. Segera Ishana membalikkan badan dan berjongkok di depan putrinya itu.

"Ziva, masih ingat, kan? Ini Ayah," ucap Ishana.

Ziva memandang Arjuna lama. Dahinya berkerut.

"A-yah?" ucapnya terbata.

Gadis kecil itu langsung meraih tangan Arjuna dan menciumnya. Arjuna tersentak. Segera diraihnya Ziva ke dalam pelukkannya.

"Sudah lama sekali, Nak, Ayah kangen."

Tanpa terasa mata Arjuna berkaca-kaca. Ishana berdiri kaku di ambang pintu. Sekian lama dia menyiapkan diri jika suatu saat bertemu dengan mantan suaminya, tetap saja dia tidak pernah siap. Perempuan itu menoleh pada Irfan yang berdiri di belakang Arjuna. Mata sahabat Arjuna itu ikut berkaca-kaca melihat pemandangan haru di hadapannya.

"Apa kabar, Fan?" tanya Ishana pelan.

"Eeeh, a-ku baik, Han," jawab Irfan kaku.

"Kamu berhijab ya, sekarang?" tanyanya.

Ishana mengangguk sambil tersenyum kecil. Arjuna mendengar Ishana menyapa Irfan. Pria itu melepaskan pelukannya pada Ziva. Kemudian berdiri seraya menatap wajah mantan istrinya.

"Apa kabar, Han?" sapanya pelan.

"A-aku baik, Mas," jawab Ishana terbata-bata.

Ketika Arjuna maju selangkah untuk mendekatinya, Ishana mundur selangkah membuka pintu lebar dan mempersilakan mereka masuk.

Perempuan itu berusaha menahan debar di dadanya dan berusaha bersikap sewajar mungkin di hadapan Arjuna, meskipun rasa kaget masih menguasainya.

"Aku bikin minuman dulu, ya," ucapnya sambil berlalu menuju dapur.

Ketika Ishana sedang mengaduk gula di dalam cangkir teh, sebuah suara dari belakang mengagetkannya.

"Ibu kemana, Han? Tinggal di sini juga, 'kan?" tanya Arjuna.

Sontak Ishana membalikkan tubuh. Arjuna memandangnya sambil tersenyum.

"Ibu masih di acara nikahnya Alya dan Bayu," jawab Ishana.

Imam Kedua (Renew from Rindu untuk Ishana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang